info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Yusron

Nila Ningtias 25 Januari 2011
Yusron namanya. Kelas 2 SD, umur 8 tahun. Seorang anak yatim piatu yang tinggal di desa Margajaya, Tulang Bawang Barat, Lampung. Kami berkenalan dengan cara yang cukup unik. Saat itu pukul 07.30 WIB di sekolah. Halaman sekolah dipenuhi dengan ilalang yang mulai meninggi. Guru-guru pun memerintahkan para murid untuk memotong ilalang-ilalang itu dengan sabit. Murid yang tidak bawa sabit disuruh pulang mengambil sabit. Beberapa murid kelas 1, 2 dan 3 diminta untuk memunguti sampah-sampah yang berserakan di halaman sekolah. Saya sendiri diminta untuk mengawasi murid-murid yang memunguti sampah oleh seorang guru senior. Tiba-tiba, ada seorang anak laki-laki berkata pada saya, “ Bu, kok gak bantu?”. Saya pun menoleh ke sumber suara dan anak laki-laki itu melenggang dengan cuek seolah tidak mau tahu saya mendengar atau tidak. Ia lalu pergi dan bergabung dengan teman-temannya. Saya tak menghiraukannya lagi. Teringat dengan tegurannya, tanpa pikir panjang saya pun mulai memunguti sampah-sampah yang bertebaran. Beberapa menit berlalu, saya sibuk berkeliling sekolah dengan beberapa anak,mengecek apakah lingkungan sekolah sudah bersih dari sampah, dan kami pun berpapasan dengan yusron. Senyumnya yang jahil seolah berkata pada saya, “ya gitu dong bu, bantuin muridnya”. Hmm.. baiklah.. terima kasih nak atas tegurannya, ungkap saya tanpa suara lewat senyum yang saya layangkan padanya. Mendadak saya ingat kalau saya belum tahu siapa namanya. Saat saya membalikkan badan, ia sudah tidak terlihat. Sepertinya ia masuk ke kelas. Tapi saya juga tidak tahu ia kelas berapa,yang jelas ia bukan kelas 4, 5 atau 6. Saya pun bertanya pada seorang murid yang sedari tadi menemani saya mengecek halaman sekolah, “namanya Yusron kak, kelas 2. Anaknya nakal banget, dia tuh gak naik kelas kak”. Begitu tukasnya. Yusron, saya catat namanya dalam ingatan saya dan awal perkenalan kami. Selang beberapa hari, seorang guru bercerita pada saya tentang Yusron, tentang dirinya yang yatim piatu, tentang sebab kematian ayah ibunya yang mengenaskan, tentang dirinya yang nakal, yang tidak naik kelas, dan banyak cerita tidak menyenangkan yang saya dengar tentang yusron. “jadi mbak Nila, kalau yusron minta macam-macam sama mbak, gak usah ditanggapi,anak itu memang beda dibandingkan anak-anak lainnya. Dia pernah ngamuk-ngamuk di kelas, suka minta-minta duit ke teman-temannya, kayak preman mbak”. Itu adalah nasehat penutup tentang yusron yang disampaikan pada saya. Saya sama sekali tidak menyangka anak sekecil Yusron yang saat itu menegur saya untuk membantu kerja bakti sekolah ternyata telah diberi titel negatif oleh banyak orang. Saya tahu beberapa kali ia berusaha menarik perhatian saya dengan mencoba menyapa saya atau meminta saya mengajar di kelasnya, kelas 2. Setiap saya lewat di depan kelasnya, ia selalu berdiri di pintu, tersenyum sambil memamerkan giginya yang menguning dan matanya berkilat-kilat jahil. Atau saat kami berpapasan lalu saya menyapanya, ia hanya tertawa dan dengan cuek meninggalkan saya, tapi pandangannya masih memerhatikan ke tempat saya berada. Pernah sekali ia mendatangi saya di kantor guru, dia bilang dia ingin pinjam uang untuk bayar buku. Katanya, mamak, panggilan untuk ibu tirinya, tidak memberinya uang. Saya sempat agak dilematis, ingin memberinya tapi nanti malah bikin iri teman-temannya tapi kalau tidak diberi dia terus merengek-rengek. Akhirnya saya tidak jadi memberinya pun meminjaminya, saya bilang pada yusron “masa mamakmu ndak mau ngasi uang buat bayar buku? Coba kamu bilang baik-baik ke mamakmu. Nanti kalau mamak ndak percaya, ibu yang bilang sama mamak”.yusron pun menyerah. Lalu saya pun membelikannya jajanan sekedar menghibur agar ia tidak terlalu kecewa. Yusron benar-benar seorang diri. Ayah, ibu dan saudaranya tidak ada. Ia tinggal dengan paman, bibi dan neneknya. Sebenarnya ia dirawat cukup baik oleh keluarganya, kebutuhannya pun terpenuhi dengan cukup namun saat di sekolah ia sering bertingkah agresif. Yusron kecil yang berkulit sawo matang itu sangat jarang menunjukkan ekspresi ceria. Matanya tidak memancarkan kepolosan atau keluguan anak kecil. Yusron kecil lebih suka diam dan saat bicara selalu membentak dengan kata-kata kasar. Ia bahkan tidak segan memukul teman-temannya. Bagi kebanyakan orang di kampung ini, sikap yusron itu tidak wajar, apalagi ia masih anak-anak. Yusron yang masih sangat kecil ditinggalkan kedua orang tuanya dengan cara yang mengenaskan, masih ditambah cerita-cerita buruk tentang ayah ibunya semasa hidup. Lalu, harus bagaimanakah anak sekecil Yusron menghadapi hidupnya? Ia pasti ingin sekali bermanja dengan ayah ibunya, tapi yang ada hanyalah orang tua tiri yang meski selalu memenuhi kebutuhan materi tapi belum mampu menentramkan dirinya sebagai anak. Pernah suatu hari yusron menghampiri saya di ruang guru, dengan wajah murung ia berkata, “ Bu, males pulang, mamakku jahat, aku diamuk terus, padahal dia bukan mamakku yang beneran. Ibuku dah mati “. Saya, hanya diam dan tersenyum. Sambil membelai rambutnya yang lepek karena keringat. Sejak saat itu saya yakin, Yusron pasti sangat merindukan ayah ibunya, seburuk apapun cerita orang tentang ayah ibunya, tapi orang tua kandung memang memiliki ruang teristimewa di hati setiap anak. **** Kisah Yusron seperti teguran. Selama ini di kampung, anak-anak yatim piatu hanya diberi santunan berupa uang, setelah itu selesai. Uang memang bisa membantu memenuhi kebutuhan mereka secara materi tapi hal-hal seperti pembentukan mental dan karakter apakah bisa dipenuhi hanya dengan santunan uang? Pada dasarnya sungguh besar pahala bagi orang-orang yang menyantuni anak yatim dengan baik. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW , “ Barangsiapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim di antara dua orang tua yang muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia pasti masuk surga.” (HR. Abu Ya’la dan Thobroni, Sholih At Targhib,Al-Albaniy: 2543) Islam pun memberi porsi khusus untuk anak yatim piatu. Allah SWT berfirman : “ Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa besar (An-Nisaa :2)”. Rasulullah Muhammad SAW juga seorang anak yatim. Beliau pun selalu memberikan perhatian khusus untuk anak yatim. Sebab anak yatim sangat memerlukan didikan yang mampu membentuk kepribadian mereka dengan baik agar kelak mereka tidak terlantar dan bisa bertanggung jawab dengan hidupnya yang tidak lagi didampingi orang tua. Dalam hadits riwayat Imam Bukhari yang bersumber dari Sahl bin Sa’ad bahwasannya Rasulullah pernah bersabda,” Saya yang menanggung (memelihara)anak yatim dengan baik ada di surga bagaikan ini, seraya Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah dan Beliau rentangkan kedua jarinya itu”. (HR. Bukhari). Yusron, saya tidak tahu diksi apa yang sesuai untukmu. Semoga kelak kau tumbuh menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab. Dan semoga, saya masih sanggup membantumu meski sudah tidak di kampung ini lagi.

Cerita Lainnya

Lihat Semua