info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Muridku Rani,si pemalu dengan lapisan tekad sekuat baja.

Nila Ningtias 25 Januari 2011
Suatu sore, sebelum senja. Rani, seorang muridku yang biasa saja. Teramat biasa, tidak menonjol, dan sangat pendiam. Tiba-tiba ia datang berkunjung ke rumahku, padahal hujan sedang deras. Awalnya, ku kira ia hanya ingin berteduh. Setelah kuajak ia masuk dan mengeringkan badannya dengan handuk, ia kujamu dengan segelas teh hangat di meja makan. “Bu Nila.. katanya mau pulang ke jawa ya?”, tanya rani membuka pembicaraan sore itu. “hmm.. Insyaallah setahun lagi kok, kenapa ran?” “memangnya kalau gak setahun lagi gak boleh ya Bu? “ Aku hanya melempar senyum kecil. Mengusap rambutnya yang lembab. Rani memandangku lekat-lekat. “bu, jangan pulang cepet-cepet ya,” ia mengucapkan kata-kata itu tanpa mengalihkan pandangannya dariku. “setahun masih lama kok Ran. Memangnya kenapa ran?” “Soalnya, nanti gak ada lagi yang ngajak Rani main. Gak ada lagi yang minjemin rani buku majalah. Gak ada lagi yang bisa Rani ajak ngobrol”, “kan ada teman-teman Rani, guru lain kan juga masih ada”, “Temen-temen rani gak ada yang mau main sama Rani soalnya rani orangnya lemesan. Guru lain jahat Bu, sukanya bentak. “, Lagi, aku hanya bisa melempar senyum tipis. “bu nila tahu gak kenapa Rani kesini?”, tanya rani kemudian “ngg.. berteduh? Di luar kan hujan”, jawabku ragu “Rani kesini mau belajar bahasa inggris bu. Rani gak punya buku.”, Aku diam. Tersentak. Bukannya di kelas dia rajin mencatat ya? Tanyaku dalam hati. Rani, muridku yang pemalu itu ternyata cukup lambat menerima pelajaran. Ia memang mencatat tapi ia tidak mengerti apa yang dicatatnya. Dan ia terlalu pemalu untuk bertanya di kelas. Apalagi ia tidak punya buku paket. Orang tuanya hanyalah buruh karet yang setiap hari selalu mengantar jemput dia dengan sepeda onta. Tapi sore itu, rani memberanikan diri datang ke rumahku dengan basah kuyup karena ia ingin belajar bahasa inggris. Ia juga ingin membaca majalah anak-anak yang sering ku sediakan untuk bacaan murid-muridku. Rani tidak berani membawa pulang majalah itu karena ia takut majalahnya rusak. “majalahnya mahal Bu, ini harganya sebelas ribu, eman kalau rusak.”, ujarnya saat kuminta dia membawa pulang saja majalah itu. Rani kecil, yang lugu dan pemalu tapi punya tekad yang besar. Awalnya, aku akui memang agak sulit mendekatinya, sebab ia selalu berdiri di belakang punggung teman-temannya seolah menyembunyikan dirinya agar tak terlihat siapa pun. Di kelaspun ia selalu menunduk dan terbata saat menjawab pertanyaan. Namun, pembicaraan sore itu dengannya membuat aku percaya di diri setiap anak selalu ada keinginan untuk jadi lebih baik. Saat lingkungan tempat tinggalnya tidak mendukung proses tumbuh kembangnya maka sekolah adalah tempat yang tepat untuk menambal sulam proses tersebut. Oleh sebab itu guru wajib memahami dan mendukung terjadinya proses tersebut. Menjadi guru tidak hanya mengajarkan anak-anak berbagai pengetahuan tapi utamanya adalah mendidik karakter mereka. Bagiku kini tak masalah jika Rani pemalu dan kurang menonjol di kelas, asalkan ia masih terus memperjuangkan tekadnya untuk jadi lebih baik, belajar dan terus belajar. Perlahan, ia akan memahami bahwa ia juga bisa bersaing dengan teman-temannya yang lain, ia punya kemampuan itu dan ia bisa membangun lapisan tekad sekuat baja untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Belakangan, rani mulai sering mengajakku untuk melakukan eksperimen science seperti yang ada di majalah. Dan aku sedang berusaha membuatnya mengajak teman-temannya yang lain juga. Agar ia bisa meningkatkan kepercayaan dirinya untuk bergaul dengan teman-temannya. ***** Memang, guru adalah sebuah pengabdian yang nyata. Melihat mata-mata kecil berbinar ceria karena kehadiran kita adalah sepenggal kebahagiaan yang tak terlupakan. Meski mereka hanya datang ke sekolah bercelana monyet, bertelanjang kaki, berpakaian lusuh yg basah karena peluh, tidak membawa buku apalagi menenteng tas mungil yang lucu, tapi semangat mereka yang telah menempuh jarak berkilo-kilo menuju sekolah adalah satu penghargaan nyata bagi guru. Sebuah penghargaan bagi saya saat Rani memberanikan diri datang ke rumah saya untuk belajar dan meminjam buku. Sulit  bagi seorang guru untuk keluar dan berhenti dari jalan ilmu.  Kecuali mereka yang belum bisa meresapi ketulusan niat anak-anak itu. semoga saya dan rekan-rekan yang lain bisa menjadi guru untuk sekolah kehidupan.

Cerita Lainnya

Lihat Semua