Jupe, TV, dan Balai Pungut
Nesia Anindita 20 Januari 2011
Balai Pungut, 23 November 2010
“Ibuu ibuuu! Ibu paling suka artis siapa bu!” teriak anak-anak saat saya sedang duduk-duduk bersama anak-anak menonton permainan voli di sekolah. Mmm artis, aduh, saya jujur bingung juga kalau ditanya siapa artis Indonesia yang paling saya sukai.
“Ibu suka... mm.. siapa ya... Nidji!” ujar saya tanpa pikir panjang karena kebetulan sejak pagi lagu soundtrack Laskar Pelangi nya nidji memang berputar-putar di kepala saya.
“yahh bu! Yang pemain film nya dong bu! Yang main sinetron!”
Nah loh! Ketauan saya kebetulan memang bukan penggandrung sinetron televisi Indonesia yang tiap hari dengan manisnya diputar itu, bahkan bisa sampai ada berseason season. Bisa dibilang justru saya paling malas kalau disuruh membicarakan tentang si sinetron-sinetron itu, biasanya yang keluar justru pengaruh negatifnya soalnya ;p
“Emmmm... siapa yaaa.. ibuu.. ibu...”panik panik, saya bahkan tidak kepikiran satupun artis pemain sinetron Indonesia yang bagus actingnya. Siapa ya, Jeremy Thomas, err Syahrul Gunawan, errrrr Agnes Monica,, lah itu kan nyanyi, aduh panik panik siapa ya.. errrmbl...
“Kalau kalian suka nya siapa?” ucap saya melempar pertanyaan sambil mengulur waktu memikirkan jawaban apa yang harus saya jawab nantinya.
“KITASUKA JUPEE BUU.. JUPEE!” jedar! Jupe? Julia perez? Kenapa anak-anak ini sukanya sama jupe? Bisa dibilang Jupe adalah artis seksi yang.. yah.. isi sendiri titik-titiknya, tapi kenapa anak-anak ini heboh banget sama Jupe? Sampai mereka berteriak heboh barengan serasa paduan suara?
“Loh? Kenapa suka Jupe?”
Hengki, salah satu anak kelas 6 yang paling heboh langsung maju kedepan menjawab sambil berteriak “SOALNYA DADANYA ITU BUUU....BESAAAAAAAAAAARRR!”
JENG JENG JENG
Jantung saya serasa berhenti dua detik, untung masih ada lanjutannya lagi. Tapi jawaban yang keluar dari mulut anak-anak ini benar-benar membuat jantung saya darderdor luar biasa. Okay jupeee???!
Usut punya usut, ternyata belakangan ini muncul sinetron yang ditayangkan pada jam primetime, jam keluarga. Waktunya tepat dengan makan malam keluarga pada umumnya, jam 7 malam. Sehingga tentunya kebanyakan keluarga akan ditemani dengan sinetron ini saat makan bersama keluarganya. Sinetron dengan genre pahlawan super ini memang membuat anak tertarik, namun sayangnya.. muncul.. ya beliau yang saya sebutkan diatas itu dengan baju minim yang biasa Ia kenakan. Malam harinya saat makan malam di rumah Bu Hotang, saya mendapat hadiah menonton langsung sinetron yang sedang sangat digandrungi anak-anak SD 02 Balai Pungut ini. Dua bulan diasrama Indonesia Mengajar memang membuat saya tidak pernah menonton televisi, dan tidak mengetahui update terbaru mengenai acara-acara tv sekarang ini. Jadi tentunya saya tidak mengetahui apapun mengenai sinetron baru tersebut.
Hampir setengah jam penuh saya menonton sinetron tersebut, plus iklan. Ila, Agung, dan Pia, anak-anak Bu Hotang yang masih kecil-kecil pun terbius menatap layar tv. Agung bahkan tidak mau makan, dia asik melihat si pahlawan super beraksi. Jupe muncul dengan baju seksi nya, menggoda pak polisi Indonesia berkumis tebal dengan sensual, naik ke atas meja pak polisi, dan menggodanya supaya mengikuti keinginannya dengan gaya yang sensual. Anak-anak tertawa menganggap hal itu lucu. Setengah jam penuh saya melongo dan terheran-heran. Saya murka. Ya betul. Saya murka.
Televisi memiliki banyak peran bagi anak-anak. Baik Positif, maupun negatif. Peran positif? Mengenalkan anak pada informasi baru, pembelajaran untuk anak, ---- yaada yaaaada. Peran negatif? Apa perlu saya tuliskan lagi? Saat pertelevisian Indonesia mulai gencar menayangkan sinetron-sinetron pilihannya pada jam-jam keluarga, apakah mereka berpikir bagaimana akibatnya bagi anak-anak yang ikut menonton? Sedangkan orangtua sendiri juga tidak berusaha untuk mengarahkan anaknya untuk menonton film yang cocok dengan mereka! Tanpa pandang bulu anak-anak diberikan tontonan yang tidak tepat bagi umur mereka. Tidak salah kalau Hengki menyukai mbak Jupe dengan alasan yang tadi ia teriakkan diatas, karena anak-anak pun biasa dipertontonkan dengan hal-hal seperti itu.
Hei pertelevisian republik Indonesia saya tercinta, apakah kurang contoh nyata ini?
Bagi saya pribadi, saya menganggap perilaku artis-artis ibukota yang berdandan minim dan seksi sebagai hak diri mereka masing-masing. Entah itu karena ekspresi diri masing-masing, agar banyak disukai penonton, atau karena mengikuti trend, saya tidak pernah memikirkan jauh-jauh alasan mereka. Paling saya hanya menggeleng-gelengkan kepala dan mengganti channel ke channel yang lebih oke menurut saya. Tapi di desa? Ya hiburan mereka ya televisi. Televisi yang memberikan mereka informasi yang sedang ada di kota. Sesuatu yang menurut mereka jauh lebih ‘keren’ dan ke’kota’an. Televisi menyambungkan kehidupan mereka dengan kehidupan pada umumnya di kota. Dari televisi mereka memperoleh informasi berita terbaru, diperkenalkan dengan musik-musik yang sedang nge-hit dari acara inbox, derings, dan sebagainya, dihibur dengan sinetron-sinetron berbagai genre mulai dari percintaan hingga horor, dan lain sebagainya. Di desa seperti Balai Pungut, dengan kekentalan adat melayu dan ke Islam-an yang amat kuat, demi hiburan, tanpa pilah pilih mereka menonton tayangan-tayangan yang dihadirkan oleh stasiun-stasiun televisi Indonesia. Dan mereka menikmatinya!
Apakah stasiun tv tidak memikirkan bagaimana akibatnya bagi anak-anak? Sinetron dengan genre pahlawan super memang menarik anak, tapi apakah perlu ditambah bumbu-bumbu sensual dan keseksian seperti ini? Kalau memang ingin menarik perhatian seluruh keluarga, superheroes untuk anak, dan keseksian pahlawan cewek untuk bapak-bapak, apakah tepat sinetron ini ditayangkan di jam-jam keluarga?
Saya murka, betul, saya murka.
Untuk apa anak-anak diajarkan moral dan sopan santun di sekolah, tapi ketika di rumah dan mencari hiburan dengan menonton televisi mereka justru diajarkan dan diperkenalkan dengan hal-hal macam ini?
GALI LUBANG TUTUP LUBANG! Saya murka, maaf saya murka.
Tapi kini jelas sudah bidang apa yang saya rasa ingin saya benahi demi anak-anak ini!
Anak-anak berhak memperoleh tontonan yang sesuai dengan umur mereka, dan televisi, sinetron, atau apapun itu tidak berhak untuk menghancurkan masa kecil mereka dengan unsur-unsur macam ini. Pertelevisian Indonesia, saya datang !
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda