Gu... akhirnya bisa menulis namanya

Nani Nurhasanah 15 September 2012

Mentari senja menyinari pemukiman transmigran di SP 3, saya dan beberapa murid saya tak mempedulikan teriknya. Angka-angka begitu memikat. Kami asyik mengotak atik soal matematika yang saya berikan kepada beberapa murid yang datang untuk belajar di Saung Belajar. Mereka sangat menyukai perkalian, walaupun beberapa belum mahir di luar kepala menghitungnya tetapi anak-anak itu tak ada habisnya memintaku menuliskan soal-soal perkalian di kertas HVS.

Saya cukup kepayahan melayani 7 orang murid lintas kelas. Arjunaidin bertanya soal yang dikerjakannya sudah benar apa belu, Eman menarik- narik lengan saya meminta hasil pekerjaannya segera dinilai agar dia bisa menjadi orang yang pertama selesai mengerjakannya, Azwar senyum senyum lirik kiri kanan mengamati satu persatu temannya yang asyik menakuklukan angka-angka yang aku berikan. Roy menjejerkan pensil, spidol dan benda apapun untuk menemukan jawaban. Haryadin seolah tak terganggu dengan apapun, asyik membolak balik majalah Bobo yang dibacanya sejak tadi. Haryadin memang tak suka matematika, dan saya pun tak pernah memaksanya mengerjakan soal matematika. Gu, biasa kami memanggil Syahrul Gunawan murid kelas 4 SD, menjadi murid terakhir yang menyelsaikan soal matematika. Dia menyelesaikannya dengan tenang, tanpa alat apapun tanpa lirik kiri kanan dan tanpa menarik-narik tangan saya. Saking tenangnya saya jadi khawati apa dia mengerjakan soal  yang saya berikan. Saya lirik kertasnya, dia mnggambar banyak  bulatan di dalam  kotak. Dia mengerjakan perkalian itu dia membuat isi dan wadah. Dan semua jawabannya tepat.

“karena sekarang hari Sabtu, jadi kalian boleh meminjam buku” ujar saya saat adzan magrib mulai berkumandang di masjid yang menggunakan solar sel.

“Tulis nama dan buku yang dipinjamnya pada buku ini ya! Kalian boleh minjamnya sampai hari Kamis minggu depan” tambahku.

Anak-anak pun rebutan antri menulis mengisi buku peminjaman buku dengan tak sabar, ingin segera menulis nama dan buku yang dipinjamnya. Haryadin dan Roy bahkan rebutan buku  Dinasaurus. Namun akhirnya Haryadin mngalah setelah dia melirik buku cerita yang berjudul “Pasha dan Hari yang Luar Biasa. “ Gu, masih tenang dengan senyum lebar yang memperlihatkan deretan gigi atasnya yang tak lengkap. Lagi-lagi Gu menjadi orang yang terakhir.

“Bu Guru, aku tidak bisa menulis nama katanya pelan sambil memegang buku  cerita anak bergambar.

Aku kaget bukan main, Gu murid kelas 4. Siswa kelas 1 pun biasanya sudah pandai menulis nama walaupun belum hafal semua deretan alfabet. Aku tersenyum kemudian berkata “Ibu sebutkan hurufnya ya!” Gu mengangguk.

Saya mendiktekan namanya pelan-pelan G-U-N-A-W-A-N. Cukup itu dulu, Tak Usah pakai Syahrul pikirku. Gu kesulitan membedakan M dan N.

“N yang kakinya 2 kalau yang kakinya 3 itu M” tambah saya saat Gu salah menulis huruf N yang terkahir pada namanya. Selesai juga dia menulis nama. Lega rasanya. Gu pun menyalin judul buku yang ingin dipinjamnya. Dia memindahkan satu persatu huruf yang dia lihat pada sampul buku. Sebuah buku cerita penuh gambar.

Sebelum dia pergi setelah mencium tangan saya, saya pun membisikan sesuatu padanya.

“Gu, mau bisa menulis nama sendiri tanpa dibantu orang lain?” tanyaku pelan

Gu mengangguk. “Besok kita belajar baca dan menulis, baru setelah itu Gu mngerjakan soal perkalian ya” bujuk saya.

“Iya Bu Guru” Gu pun pamit pulang menuju rumahnya di RT 01. Aku cemas, khawatir Gu tak mau datang lagi belajar di tempatku.

Besoknya, walaupun hari minggu anak-anak tetap datang belajar seperti biasa. Bahkan hari ini lebih banyak menjadi 12 orang Gu menjadi salah satunya.  Aku menuliskan beberapa soal pada papan tulis kecil. Tabel matematika perkalian 1-15 Sangat panjang, anak-anak awalnya berkoor “Wooo” tapi kemudian asyik dengan kertas, pensil dan berbagai cara yang mereka gunakan untuk menebak angka pada setiap tabel. “Soalnya sangat mudah, kalian bisa mengerjakannya dengan tenang dan mendiri. Ibu yakin kalian pasti bisa” kata saya. Saya sengaja memberikan soal yang banyak supaya mempunyai waktu agak lama dengan Gu.

“Gu, kita belajar baca dulu ya” Saya ajak Gu agak terpisah dari teman-temannya Beberapa anak melirik kami tetapi hanya sebentar, mereka kembali asyik dengan angka-angka.

Gu yang saya khawatirkan malu karena belum bisa membaca sedangkan adiknya Wiwin yang kelas 3 sudah cukup fasih membaca nyaring buku cerita yang ada di depannya, dugaan saya salah. Gu begitu penurut dan dengan tenang mengikuti setiap bimbingan saya. Saya kira Gu disgrafia, tetapi ternyata tidak. Dia hanya belum akrab dengan huruf-huruf romawi. Gu bahkan sangat akrab dengan huruf Hijaiyah dan angka-angka.

Hari Sabtu kembali menyapa, waktunya anak-anak boleh menimjam buku untuk dibaca di rumah masing-masing. Pemandangan yang sama terjadi, saling rebutan buku, tak mau mengantri tetapi satu yang berbeda Gu sudah bisa menulis sendiri namanya pada buku peminjaman buku... Sayhrul Gunawan.


Cerita Lainnya

Lihat Semua