info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Momen2 unik di hari Jumat 10 Desember 2010... Bagian 1

Nanda Yunika 10 Desember 2010
Jumat, 10 Desember 2010 Ditemani alunan suara om Iwan Fals dari laptop biruku ini aku menulis kisah hari ini. Jumat adalah hari pendek, namun tidak buatku. Setiap hari jumat aku mendapat jadwal mengajar penuh. Pelajaran IPA kelas 4 dan IPS kelas 5 adalah jadwal mengajar resmiku pada hari ini. Ini adalah kisahku selama belajar mengajar di sekolah Di hadang anak kelas 2 Pagi hari yang cerah. Ku langkahkan kakiku menuju sekolah. Setibanya di pintu gerbang aku di hadang oleh sekelompok anak kelas 2. Sesampainya di depan mereka aku tersenyum dan mengucapkan ‘halo’ pada mereka. Merekapun menjawab dan segera mengajukan pertanyaan padaku. “Ibu kapan masuk kelas 2 lagi?” tanya salah seorang anak. “Iya bu... kapannn??” lanjut yang lain. Whaduhh.... Aku paling lemah menghadapi permintaan semacam ini. Aku terdiam sembari tersenyum beberapa saat. “Ibu sudah mendapatkan jadwal mengajar dan kebetulan ibu tidak mengajar di kelas 2,” jawabku berkelit. “Tapi kemarin ibu masuk kelas duaaaa....,” protes anak-anak itu kompak. “Kan kemarin ibu menggantikan guru kelas yang tak masuk nak...,” jawabku menjelaskan. “Tapi kami mau ibu masuk kelas duaaaaa....,” kata mereka lagi. Alamak... Sebagai gambaran untuk teman-teman, kelas dua di sekolah ini ku kategorikan sebagai kelas yang ‘ganas’ dan ‘berani’. Betapa tidak? di kala ada guru yang tidak masuk kelas mereka padalah guru tersebut ada di ruang guru secara beramai-ramai mereka mendatangi ruang guru dan berdemo di depan pintu. “Pak, masuk pak... Masukkkk.... Pelajaran sekaranggggg....,” triak mereka di depan ruang guru. Kejadian itu terjadi hari kamis kemarin dan membuatku tertawa terbahak-bahak sambil memberi dua jempol pada mereka. Merekapun membalasnya dengan senyum manis yang tersungging dari bibir mereka padaku. Agak sulit berkelit dari mereka pun juga sulit memberi penjelasan secara rumit pada mereka. Aku harus memeras otak untuk memberikan jawaban yang logis namun dapat di cerna dan dipahami oleh mereka. Jika tidak? Yakin, mereka pasti terus memburu dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan hingga aku terdesak dan mengiyakan permintaan mereka. Jangan sampai. “Ibu sudah ada jadwal mengajar tetap dan kebetulan jadwal ibu mengajkar tidak di kelas 2 nak,” aku memberi jawaban diplomatis pada mereka. “Tapi mau di ajar ibuuuu... Kelas lain di ajar tapi kami tidakkkkk... Ya, bu... Nanti masuk kelas 2 ya bu...,” ucap mereka tak mau mengerti. “Ehem, begini nak. Sekarang ibu jadwalnya sudah ada. Ibu ngajar matematika kelas 6 di hari senin, kamis dan sabtu. IPS di kelas 5. IPA di kelas 4. KTK di kelas 3 dan bahasa di kelas 1. Ibu juga akhir-akhir ini harus bolak balik turun ke kota Bengkalis. Sewaktu-waktu ibu bisa turun ke Bengkalis. Nanti kalau ibu sudah janji mengajar di kelas dua, terus ibu langgar karena ada jadwal ke Bengkalis kan jadinya ibu bohong sama kalian,” jawabku menjelaskan dan diikuti dengan anggukan mereka. “Kalau ibu janji meu ngajar di kelas dua padahal ternyata ibu tidak masuk ke kelas dua kan sama saja ibu bohong. Ibu tidak mau bohong sama kalian. Jadi seandainya ada kesempatan insyaAllah ibu sesekali masuk kelas 2, tapi ibu belum tahu kapan. Ibu tidak mau menjanjikan sesuatu yang belum pasti, oke?”. “Iya bu...,” jawab mereka. Nampaknya jawaban jujur itu cukup memuaskan mereka sehingga aku dapat melewati pintu gerbang itu dan melangkah menuju kantor guru diiringi oleh senyum puas mereka atas jawaban yang ku berikan barusan. Horeee... Selamet... @ Perpustakaan Seperti minggu-minggu lalu, setiap hari jumat pelajaran diawali dengan membaca wirid Yasin oleh anak-anak yang beragama Islam. Sedangkan apa yang dilakukan oleh anak-anak non-Islam? Mereka ada di luar ruangan. Bermain sendiri-sendiri dan ada beberapa yang berkelompok. Mereka terbiarkan bermain-main di luar. Anak-anak itu terdiri dari anak-anak dari etnis Cina dan suku Akit. Melihat mereka akupun berinisiatif untuk memanggil dan mengajak mereka beraktifitas di perpustakaan. Dan berhasil, sebagian besar dari mereka mengikutiku ke perpustakaan. Perpustakaan SDN 08 Bantan Tengah adalah perpustakaan yang cukup besar. Sebelum masuk perpustakaan mereka melakukan aktifitas yang agak janggal, yaitu membuka sepatu. “Kenapa di buka?” tanyaku. “Supaya tidak mengotori ruang perpus bu,” jawab mereka serempak. Subhanallah. Mereka paham konsep pentingnya kebersihan walau sebenarnya ruang perpustakaan cukup di penuhi oleh debu. Seperti peristiwa yang ku alami di minggu lalu, anak-anak itu segera berlarian tuk mengambil buku-buku favorit mereka. Aku segera berkeliling untuk memastikan semua anak telah mendapatkan buku bacaan dan mulai melakukan aktifitas baca. Setelah memastikan, aku mulai duduk dan secara ajaib mereka berangsur mendekat dan mengelilingiku. Mereka memindahkan kursi yang semula di duduki dan meletakannya mengelilingi meja tempatku berada. Dan merekapun mulai membaca. Lagi-lagi aku terharu. Bacaan mereka berbeda-beda. Namun satu hal yang sama, mereka punya semangat belajar yang luar biasa. Ada satu anak perempuan berkulit kuning yang katanya sulit membaca, ketika dia ku berikan kartu-kartu baca dia bahkan dapat membaja seluruh huruf yang ada di kartu tersebut. Luar biasa mengingat jumlah kartu itu ada bahkan lebih dari 50 buah. Mereka bisa, hanya saja memerlukan banyak waktu untuk berlatih baca. Aku percaya itu, dan akan selalu mempercayai kemampuan mereka. Oleh karena itu kelak di semester dua aku akan mengadakan ekstrakulikuler akselerasi kemampuan baca untuk anak-anak yang mengalami kesulitan baca, dan kini sedang ku buat modulnya. Satu hal positif yang ku dapatkan di sini adalah mereka amat jujur dan mau di ajari. Walau kata beberapa guru anak-anak tertentu yang ada di sini mengalami kelemahan dalam menerima pelajaran dan itu ditujukan pada suku-suku tertentu namun satu hal pasti yang ku dapat dari peristiwa ini. Adalah semangat belajar mereka. Ketika mereka di beri kesempatan dan peluang, yakin dengan kemampuan masing-masing mereka dapat mengejar ketertinggalan sehingga dapat mengikuti ritme belajar anak-anak pada umumnya. 30 menit kemudian. Tampak tanda-tanda bahwa kegiatan wirid Yasin berakhir. Aku meminta anak-anak untuk berkemas dan merapikan ruang perpustakaan itu dan mereka mengiyakan. Berbondong-bondong mereka merapikan buku yang sebelumya mereka baca, secara gotong royong mereka mengangkat kursi yang sebelumnya mereka duduki, dan merapikan katru-kartu baca pun taplak meja yang ada di meja utama. Benar-benar rapih dan mereka mau mengerjakan apa yang ku pinta. Padahal sebelumya, aku pernah mendengar bahwa sebagian besar dari mereka adalah anak-anak trouble maker di kelas. Teringat lirik lagu Sherina: Lihatlah lebih dekat dan kau akan mengerti...  Bersambung...

Cerita Lainnya

Lihat Semua