info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Mimpiku di pulau kecilku

Nanda Yunika 23 Januari 2011
“Saya adalah katalisator” Kalimat itu adalah kalimat yang aku ucapkan pada forum guru yang sengaja di buat untuk menyambut kedatanganku di pulau kecilku ini. istilah tersebut ku ucapkan dengan berbagai pertimbangan. Bahwa penugasan di sini hanya memakan waktu selama satu tahun sehingga peran yang dapat ku mainkan di sini adalah ‘menggerakan’ dan ‘memunculkan’ calon-calon pemimpin besar yang berasal dari daerah ini. Aku akan berperan sebagai ‘katalisator’ dan bukan ‘aktor’. Bagiku, katalisator itu adalah penyedia jalan, pemberi mimpi. Aku ingin menggerakan dengan ‘memberi contoh’, bukan ‘menasihati’. Gaya kepemimpinan itu memang berbeda. Ada yang memang lebih bisa mengaktualisasikan gaya kepemimpinannya dengan berdiri di depan dan mengarahkan. Ada pula yang lebih bisa menunjukan gaya kepemimpinan dengan berjalan bersama dengan bawahan pun ada yang lebih mahir memimpin dengan menunjukan jalan pada bawahan. Bagiku, sosok guru adalah sosok pemimpin. Merekalah yang berdiri di depan kelas. Memimpin dan mengarahkan anak-anaknya agar supaya melakukan sesuatu seperti yang dia inginkan, yaitu belajar. Guru adalah pemimpin yang berperan sebagai ‘katalisator’ dan di sini aku ingin membuat agar anak-anak di SD ini kelak menjadi pemimpin bijak sesuai dengan gaya masing-masing. Dalam novel Taiko yang sempat ku baca ketika masih bersekolah di Jogjakarta. Ada 3 pemimpin besar dalam sejarah Jepang dan ketiganya memiliki cara yang berbeda dalam menjalankan peranya sebagai pemimpin. Nobunaga Oda, Tokugawa Eyasu dan Totoyomi Hideyoshi adalah contoh variasi gaya kepemimpinan yang kontras satu sama lain dan ketiga-tiganya memiliki peran yang besar dalam pergerakan sejarah di Jepang. Penulis novel tersebut menganalogikan gaya kepemimpinan ketiga tokoh itu dengan 1 persoalan. Ketika ketiga tokoh itu memiliki peliharaan berupa burung yang tak mau berkicau, si Nobunaga Oda akan berkata “Bunuh burung itu!”. Tokugawa Eyasu memilih untuk menunggu hingga burung itu mau bernyanyi. Lalu apa yang dilakukan Totoyomi Hideyoshi? Dia memilih untuk membuat burung tersebut bernyanyi. Ketiga gaya kepemimpinan tersebut memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing. Dalam konteks tertentu gaya kepemimpinan Oda sangat efektif dalam gaya kepemimpinan ala jendral di medan perang namun belum tentu efektif ketika dilakukan pada situasi damai pun sebaliknya gaya pemerintahaan Eyasu. Yang terbaik adalah ketika gaya tersebut diterapkan dengan tepat tempat dan tepat guna. Lalu gaya kepemimpinan apakah yang sebaiknya di miliki oleh seorang guru. Menurut saya gaya ala Hideyoshi-lah yang lebih efektif dilakukan. Memimpin dengan cara mendorong. Memperlihatkan jalan. Di sini saya ingin menerapkan gaya kepemimponan ala Hideyoshi. Sehingga kelak jika saya sudah tidak bertugas di sini, anak-anak akan terus memiliki mimpi. Agar mimpi mereka tidak hilang seiring dengan kepergian saya dari pulau ini. Kali ini saya akan membuat pondasi terlebih dahulu. Memberi kesempatan pada mereka untuk membuka mimpi. Bahwa dunia itu luas dan banyak tempat yang tersedia untuk mereka. Mereka harus mencarinya dan juga menemukannya. Mendorong mereka untuk berani bermimpi dan menguatkan mimpi mereka. Sehingga kelak, jika mereka beranjak dewasa mereka akan tetap teringat akan mimpi mereka dan melangkah guna merealisasikan mimpi-mimpi mereka. Lalu apa gaya kepemimpinan kalian?

Cerita Lainnya

Lihat Semua