Pejuang yang Terbangun dari Tidurnya

Muhammad Zakaria 3 Mei 2014

 

Namanya Sahrul Arsad.  

Saya jadi ingat  tentang awal pertemuan saya dengan Alul (nama panggilan Sahrul).  

Malam itu, Dia datang ke depan rumah bersama dengan 2 rekannya. Saat itu statusnya masih belum lagi menjadi siswa SD. Ya, kurang lebih setahun dia habiskan waktunya dengan tidak bersekolah.   

Kala itu saya bertanya, "Kenapa ngana tara sakola, kong?"

Dia menjawab : "Barang bapa tara kasi izin kita sakola, barang tarada seragam juga"  

Saya penasaran. Saya datangi ayahnya. 

Oh, rupanya dia seorang piatu. Ibunya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Dulu ia sempat bersekolah hingga kelas 5, namun karena kenakalannya yang jarang masuk sekolah, ayahnya menariknya mundur dari dunia sekolah.   Setelah memperoleh penjelasan dari ayahnya, saya yang saat itu ditemani oleh salah seorang rekan guru memberanikan diri untuk bertanya.

 "Bapak, kalau Alul sekolah lagi bagaimana? Ini mumpung sekolah baru mulai semester genap. Kan Alul kemaren berhenti sekolahnya pas semester ganjil, sekarang bisa langsung lanjut semester genap Pak"  

Saya langsung melihat ekspresi bapak Arsad (bapak dari Alul). Mukanya agak pucat.  Dia langsung memanggil salah seorang anaknya. Ia langsung meminta pendapat  kepada anaknya yang sudah berkeluarga. Ternyata, dia adalah salah satu anak yang menyokong kehidupan keluarganya.  

Setelah berdiskusi cukup lama, akhirnya Bapak Arsad pun mengizinkan Alul untuk bersekolah kembali dengan syarat kalau Alul nakal lagi, ia tidak segan-segan untuk menariknya lagi dari sekolah. Namun ada satu hal yang mengganjal, Alul tidak mempunyai seragam sekolah. Seragam lamanya telah robek.  

"Tenang saja, Pak. Nanti saya akan bilang kepada kepala sekolah untuk meminta Izin agar Alul bisa bersekolah dengan pakaian sehari-hari saja" jawab saya.   Alul pun menyambut kabar baik ini dengan penuh suka cita. Dia dengan cepat beradaptasi dengan teman-teman (yang dulu menjadi adik kelasnya) di kelas 5.  

Kesempatan menjadi siswa SD (lagi) sangat ia manfaatkan dengan baik. Ia tidak sedikitpun merasa malu untuk datang ke sekolah dengan menggunakan baju sehari-hari. Ia pun cepat larut kembali dalam kehidupan anak sekolah yang begitu ceria. Bermain bola semasa istirahat, berlatih dan bertanding bola bersama Waya Football Club, mendayung bersama ke tengah laut, mandi di sungai dan belajar bersama di malam hari ia lakukan bersama teman-teman sebayanya.  

Minggu lalu, ketika perayaan Hari Pendidikan Nasional di Halmahera Selatan, ia memperoleh mandat untuk menjadi komandan Regu Gerak Jalan Putra SDN Waya.   Perjuangannya untuk mengumpulkan teman-temannya agar segera berlatih sungguh sangat diacungi jempol. Peringatan dari gurunya "kalau tidak benar-benar berlatih, tim gerak jalan putra tidak akan diikutsertakan lomba" membuat dia tak tinggal diam. Berlatih keras! Setiap hari!  

Kerja kerasnya tidak sia-sia. Timnya berhasil meyakinkan guru-guru bahwa mereka siap berkompetisi dengan siswa-siswa di kota. Hasilnya pun tidak bisa dianggap remeh. Walau tidak berhasil memperoleh predikat juara, mereka sudah memberikan penampilan yang paling prima yang mereka miliki.  

Dari Alul saya belajar, bahwa mungkin masih banyak anak-anak lain yang terpaksa tidur di tengah perjuangannya meraih mimpi.  

Tugas kita hanya satu, segera membangunkan dan mengarahkannya ke pintu mimpi yang ia inginkan.  

Betapa saya tersadarkan bahwa semangat anak Indonesia itu masih ada. Optimisme itu akan tetap ada dan selalu ada.  

ORA ET LABORA!


Cerita Lainnya

Lihat Semua