Potret anak-anak SDN Tambora

Muhammad Habibilah 5 Agustus 2011

Langkah-langkah kecil terlihat dari kejauhan, dari tengah-tengah pepohonan hutan.

Ada juga yang datang dari bawah dengan menenteng beberapa buku, ada pula yang mengendarai sepeda kecil.

Tak semuanya memakai sepatu, ada yang memakai sendal jepit, sendal gunung, ada lagi yang tidak memakai alas kaki.

Itulah anak-anakku, siswa-siswi SDN Tambora, sebuah sekolah didesa paling atas sebelum melakukan pendakian ke puncak gunung Tambora.

Dingin, sangat dingin. Entah berapa derajat temperatur  saat ini.. yang jelas perlu jaket yang cukup tebal untuk menghangatkan badan.

Tapi, aku tak melihat anak-anakku memakai jaket.. aku hanya melihat semangat dari diri mereka yang membara, mungkin itulah yang menghangatkan jiwa mereka.

Dengan terbata, mereka mulai mengeja pelajaran hari ini, siswa lain serius mendengarkan.

Akupun semakin antusias membimbing mereka belajar, meskipun tak ada perlengkapan belajar  yang mendukung.

Mendapatkan pelajaran adalah hak mereka sebagai warga negara, selayaknya mereka menikmati fasilitas yang sama sebagaimana teman-teman sebayanya di kota metropolitan.

Tetapi, mereka tidak menuntut itu, mereka hanya tahu sekarang saatnya belajar, menuntut ilmu demi meraih masa depan yang lebih baik.

Aku merasakan semangat mereka, meskipun setiap hari mereka harus berjalan melewati hutan dan perkebunan. Tak jarang mereka belum mengganjal perut dengan sesuap nasi karena belum ada yang dapat dimakan. Mereka tidak kenal bolos, apalagi SD ini sangat terpencil, jauh dari informasi kependidikan. Disini, sering ketinggalan informasi, bahkan tak dapat informasi ter-up date. Tetapi, anak-anak itu tak tahu-menahu tentang itu, mereka hanya tahu belajar dan belajar, mereka korban informasi tentang pendidikan.

Dalam keterbatasan, mereka tetap menghadiri kelas pada jam belajar. Hanya dalam kondisi mendesak saja anak-anak kecil itu harus bekerja membantu orang tua mereka berladang di kebun. Aku bisa memakluminya, semuanya butuh proses.. mengubah pola pikir, prioritas kebutuhan dan pencerahan tentang pendidikan. Aku berharap mereka menjadi orang sukses yang dapat membawa perubahan, baik untuk diri mereka, keluarga, masyarakat sekitar dan lebih jauh lagi untuk bangsa dan negara ini, karena mereka bukan anak-anak bodoh, mereka hanya ketinggalan informasi dan pembiasaan untuk belajar lebih giat.

Aku bersyukur dapat bertemu mereka, bercanda dan belajar bersama. Keceriaan masih terpancar dari raut muka dan gerak-gerik mereka. Diwaktu senggang, mereka gunakan untuk bersosialisasi satu dengan yang lain, merencanakan aktivitas bersama dan rajutan persahabatan.

Sekarang kalian bersusah-susah mengenyam pendidikan, melawan arus sulitnya geografis, menjadi oranga yang terakhir mendapat informasi atau bahkan tidak mendapatkannya sama sekali. Tetapi yakinlah bahwa semuanya akan terbayar ketika kalian dewasa nanti.

Tetaplah semangat anak-anakku. Pak Guru akan berusaha membantu sesuai kemampuan, selagi masih ada disini, selagi masih ada kesempatan dan selagi semangat kalian masih membara.


Cerita Lainnya

Lihat Semua