info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Catatan Akhir PM XV Kerdau

MOH ZAHIRUL ALIM 2 Desember 2018
Ada awal ada akhir, setiap yang bermula pasti berakhir. Setahun terlalu singkat untuk menggarap misi-misi besar, setahun akan terasa pendek untuk mengeksekusi idealisme dan gagasan mulia. Demikian pula dengan perjalanan setahun saya sebagai Pengajar Muda (PM) XV penempatan Desa Pulau Kerdau, Kec. Subi, Kab. Natuna. Sungguh rasanya baru kemarin saya menginjakkan kaki di pulau terpencil yang hanya berpenduduk sekitar 270 jiwa itu. Dan saat ini saya sudah meninggalkan pulau tersebut. Setahun yang singkat ini adalah saksi perjalanan hidup saya di Episode Pulau. Lalu apa sajakah yang sudah saya lakukan selama setahun belakangan? Tulisan ini akan mencoba menjawab pertanyaan di atas apa adanya sebagai bentuk pertanggungjawaban saya telah diberi kepercayaan menjadi seorang pengemban misi yang dikirim jauh-jauh untuk melakukan transformasi. Sekitar enam bulan yang lalu saya menuliskan catatan separuh perjalanan saya sebagai PM XV Kerdau. Dan kali ini saya akan menuliskan catatan akhir saya. Di akhir perjalanan, tepatnya di enam bulan terakhir saya bertugas, saya bersyukur bisa menyempurnakan enam bulan perjalanan tugas sebelumnya. Seperti biasa, secara kurikukuler, di semester satu tahun pelajaran 2018-2019 saya diminta menjadi guru pengajar mata pelajaran non tematik tepatnya saya mengampu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) untuk kelas 3 dan kelas 6. Secara beban mengajar, hal ini cukup berkurang jika dibandingkan dengan semester sebelumnya. Pihak sekolah semakin mengerti bahwa beban kerja saya di ujung semester pengabdian akan semakin banyak menyita waktu untuk berkegiatan di luar sekolah. Karena yang diurus kan memang bukan hanya urusan sekolah, namun juga tentang pengembangan masyarakat dan daerah secara lebih luas. Mengajar PKN dan IPS semakin membuat saya merasa asyik untuk melakukan improvisasi di sektor pendidikan. Penguatan karakter dan literasi anak-anak tetap menjadi tujuan akhir saya. Apapun yang saya lakukan ujungnya adalah karakter dan literasi. Pola dan cara mengajar saya tetap tidak berubah, saya nyaman menerapkan pola mengajar dengan pendekatan empirik dan naturalis. Saya mau setiap apa yang saya ajarkan kepada anak-anak, mereka mempraktikkan serta mengalami langsung apa yang mereka dapatkan di dalam kelas. Alam sekitar dan eksperimen di luar kelas adalah media yang saya manfaatkan guna menyokong pendekatan mengajar saya. Cara ini cukup efektif membuat anak-anak memahami apa yang telah mereka pelajari, mereka bisa menikmati apa yang saya ajarkan. Guna menunjang penguatan karakter dan literasi juga, saya kerap melakukan terobosan-terobosan baru seperti mulai semester akhir saya bertugas, saya mengambil inisiatif untuk mencanangkan Sabtu Mendongeng. Setiap hari Sabtu, tepatnya setelah membaca dengan durasi 5-10 menit saya mengumpulkan semua anak murid, saya mendongeng di depan mereka dengan topik yang berkisar tentang kehidupan. Tujuannya tidak lain, mental dan karakter mereka semakin terasah dengan cerita-cerita inspiratif. Semakin tergugah untuk mengambil hikmah dari apa-apa yang saya dogengkan kepada mereka. Strategi mendongeng rupanya sangat disukai anak, mereka selalu antuasias saat sesi mendongeng berlangsung. Tidak hanya itu, mereka bahkan selalu meminta saya untuk mendongeng walaupun bukan di jadwal Sabtu Mendongeng. Jadi mendongeng adalah cara ampuh untuk masuk dan menyelami alam bawah sadar anak. Selain itu, saya sadar seutuhnya bahwa anak-anak yang saya didik mayoritasnya adalah anak-anak alam. Karena itu, saya mencoba untuk memperkenalkan dimensi kecerdasan alam lain yang patut mereka ketahui selain dimensi kecerdasan maritim yang notabene mayoritas mereka pastilah memiliki itu. Saya perkenalkan kepada mereka tentang kecerdasan botani, alias kemampuan bercocok tanam sebagai pelengkap dari bakat kecerdasan maritim mereka. Saya gunakan pendekatan praktik dengan memberikan media seperti polibag, menjelaskan bahwa tanah garam Kerdau masih memungkinkan untuk dipakai untuk bercocok tanam jika sebelumnya tanah tersebut dibakar terlebih dahulu. Serta kemudian memberi mereka benih sayur untuk dipilih (Sawi atau Kangkung) dan bersama-sama mereka menyemai benih secara serentak. Setelah itu, saya meminta mereka untuk belajar merawat apa yang telah mereka tanam, mendampingi mereka, hingga sampai suatu hari seorang murid dengan gembira memberitahu saya dengan berkata: ”Pak, sayur Kangkung saya sudah tumbuh,” ujarnya senang. Mendengar itu, saya ikut senang dan memberi respon balik, “Wah..keren..! jangan lupa kangkungnya disiram dengan rutin ya..” begitulah cara saya mengapresiasinya. Kegiatan seperti ini relatif baru dan lagi-lagi sangat efektif membuat anak tertarik mencoba belajar hal-hal baru yang menyenangkan. Selain itu, di depan rumah tempat tinggal saya secara aktif juga menanam beberapa tanaman seperti Cabai, Sawi, dan Kangkung. Anak-anak dan masyarakat acapkali melihat-lihat dan mengamati apa yang telah saya lakukan. Bahkan tidak jarang mereka juga meminta benih sayur untuk mereka tanam. Bahkan saat saya hendak akan pulang kampung, tiidak sedikit warga yang antre meminta bibit tanaman yang sudah muai tumbuh peninggalan saya. Apa yang saya lakukan ini adalah salah satu ikhtiar saya memberikan warna baru bagi warga desa tempat saya mengabdi agar mereka memiliki sudut pandang baru dalam memandang kehidupan. Bahwa jka mereka mau kerja keras, tidak malas, mereka pasti bisa. Selama ini mereka meyakini tanah bergaram Kerdau tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam. Anggapan mereka ternyata salah, saya adalah saksi hidup bahwa sekalipun bergaram, tanah pasir Kerdau masih bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Syaratnya tanah yang berpasir mesti dibakar lebih dahulu. Karena itulah, dalam rangkaian misi mengedukasi warga pesisir, saya mencoba untuk membuka mindset mereka bahwa setiap sampah yang saya miliki tidak saya buang sembarangan lebih lebih ke laut. Saya kumpulkan sampah-sampah yang ada untuk dibakar di samping tempat tinggal saya. Tanah-tanah bekas bakar inilah yang kemudian saya gunakan untuk dijadikan bahan untuk bercocok tanam. Dari situ semua mata bisa melihat bagaimana pola hidup saya, dengan harapan bisa dipraktikkan warga pulau. Bagi saya inilah edukasi terapan yang bisa saya berikan untuk masyarakat di mana saya hidup bersama mereka. Bahwa bahasa perilaku jauh lebih efektif dibandingkan dengan sekedar kata-kata atau teori belaka. Menjelang masa-masa tugas akan berakhir, saya sangat bersyukur ditakdirkan bisa menyempurnakan beberapa rencana besar menjadi riil untuk diwujudkan bersama-sama, riil untuk dirasakan, riil untuk dinikmati banyak pihak. Saya bersyukur sekali bisa mendorong pelaksanaan Pesta Permainan Rakyat dan Festival Anak Sholeh ke-2 tingkat Desa Pulau Kerdau. Dari event ini semangat kolaborasi benar-benar tumbuh, anak-anak muda Kerdau mulai sadar akan pentingnya semangat memiliki. Anak-anak muda Kerdau baik yang saat itu sedang kuliah di Pontianak dan melangsungkan praktik Kuliah Kerja Lapangan (KKL) bersama rekan-rekan kampusnya dengan balik kampung ke Kerdau ataupun yang tidak sedang ke mana-mana bersatu padu ikut mensukseskan acara besar bersama. Alhasil, Pesta Permainan Rakyat dan Festival Anak Sholeh ke-2 yang dilangsungkan secara beriringan dalam rangka menyemarakkan perayaan Hari Raya Idul Adha 1440 H dan perayaan peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73 berjalan lancar, sukses, dan menggembirakan. Beranjak dari sini, saya juga sangat bersyukur bisa mendorong Kepala Sekolah, guru-guru, dan orangtua bersatu dalam satu forum bersama untuk saling berbagi terkait satu topik. Saat itu, tim besar PM XV Kabupaten Natuna bersama para penggerak dan pemangku kepentingan pendidikan berhasil menginisiasi acara Ruang Berbagi Ilmu (RuBI) bertemakan “Sinkronisasi Peran Orangtua dan Guru dalam Pendidikan” yang untuk pertama kalinya diselenggarakan di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna. RuBI Serasan memiliki tiga bahasan pokok, yaitu: Motivasi Pendidikan, Disiplin Positif, dan Multiple Intelligences. Sayangnya, saat itu pelaku-pelaku pendidikan di Kerdau, Pulau Panjang tidak diikutsertakan sehingga mereka tidak bisa menikmati isi RuBI sebagaimana yang dinikmati oleh para peserta RuBI yang semuanya berasal dari Serasan. Menindaklanjuti pelaksanaan RuBI di Serasan, saya bertekad untuk membagi apa yang disampaikan dalam RuBI Serasan kepada para orangtua dan guru-guru di Kerdau. Dengan komunikasi dua arah, inisiatif saya disambut gembira oleh Kepsek dan guru-guru hingga akhirnya kami sepakat untuk menggelar RuBI Kerdau 2018. Semangat RuBI Serasan benar-benar saya bawa ke Kerdau. Dan tepat pada hari Sabtu, 20 Oktober 2018, RuBI Kerdau secara meyakinkan berhasil digelar. Antusiasme Kepsek, guru-guru, dan orangtua murid sangat luar biasa. Di sini saya menjadi pembicara sekaligus coach. Tiga materi harus saya sampaikan dalam durasi waktu terbatas, membutuhkan sekitar dua jam untuk menyampaikan tiga materi RuBI di atas. Dalam RuBI Kerdau saya mencoba menumpahkan segala yang ada di kepala dan benak saya, segala unek-unek terkait pendidikan saya keluarkan. Bagi saya inilah momentum yang tepat untuk mengkomunikasikan ide-ide besar serta kritik-kritik membangun. Terkait pola asuh anak misalnya, saya sampaikan dengan sedetail mungkin bahwa tumbuh kembang setiap anak tidak akan sama, bergantung bagaimana pola asuh orangtua dan guru. Saya juga sampaikan bahwa esensi pendidikan adalah pembangunan karakter anak, bagaimana kita akan membangun karakter anak kalau aktor pendidikannya saja tidak bisa membangun karakter dirinya dengan baik. Di sinilah pentingnya disiplin positif, menjadi pendidik yang berdisiplin positif adalah keniscayaan agar anak didik juga mau berdisiplin. Selalu ingat-ingat peribahasa “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Dalam RuBI Kerdau pula, saya mencoba memberikan pemahaman kepada para orangtua dan guru-guru perihal kecerdasan majemuk yang dimilik anak. Bahwa setiap anak itu unik, setiap anak memiliki bakat minat dan kecendrungannya masing-masing. Setiap orangtua dan guru harus tahu potensi anak, untuk kemudian diarahkan dan difasilitasi kebutuhannya guna menunjang kesuksesan masa depan mereka. Terkait hal ini, dengan gamblang saya menyampaikan bahwa selama setahun berinteraksi dengan anak-anak yang saya temui adalah mayoritas mereka memiliki kecerdaan di bidang naturalis (alam), kinestetik (fisik) dan visual spasial. Saya juga tidak sungkan untuk memberikan contoh salah satu nama murid saya yang memiliki kecerdasan naturalis-kinistetik. Harapan saya, para guru, orangtua sedari diri tahu akan potensi, keunggulan yang dimiliki anak serta tahu bagaimana cara memberikan tindak lanjut yang proporsional sehingga bakat minat anak bisa tumbuh optimal. Tidak puas hanya berbagi di Kerdau saya juga berbagi pemahaman terkait pentingnya sinkronisasi peran orangtua dan guru dalam pendidikan dengan guru-guru yang tergabung dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) SDN Pulau Panjang dan Pulau Kerdau. Di forum ini saya juga menyampaikan ihwal pentingnya aktor pendidikan sekolah yang tidak lain adalah guru untuk memiliki perspektif yang sama terkait pendidikan. Bahwa amanat pokok pendidikan adalah adanya transformasi pada peserta didik. Apanya yang berubah? Karakter, mental, kecerdasan, dan keterampilan hidup anak semakin berubah ke arah yang lebih positif. Tidak mudah melakukan tranformasi pada anak, karena itu setiap pendidik harus siap lahir bathin untuk mendorong terjadinya transformasi. Guru adalah role model bagi anak, guru adalah lokomotif perubahan anak. Jika tidak, jangan pernah bermimpi anak-anak bisa tumbuh menjadi pribadi sukses yang berkarakter. Guru yang baik adalah guru yang mengenal anak didiknya, mengenal potensinya, dan mampu membantu anak mengembangkan kapasitas yang dimiliknya tumbuh serta berkembang ke arah yang semestinya. Kurang lebih hal inilah yang saya sampaikan kepada rekan-rekan guru Sekolah Dasar (SD) yang ada di bawah naungan KKG Temasu Harum. Menjadi kebahagiaan tersendiri bisa berbagi dengan mereka. Di luar aktivitas pendidikan, saya ingin berbagi tentang progres terkini Desa Pulau Kerdau. Jujur, saya juga sangat senang ternyata selangkah lagi mimpi besar masyarakat Kerdau untuk menikmati listrik pintar akan terwujud dengan nyata. Saat ini tulisan ini dibuat, gedung Perusahaan Listrik Negara (PLN) unit Kerdau sedang dikebut pembangunannya. Dan menurut target, akhir tahun 2018 dan paling molor sekitar awal tahun 2019 fasilitas listrik ditargetkan bisa menyala di Pulau Kerdau. Semesta benar-benar mendukung, saat awal-awal saya tiba di Kerdau mayoritas warga berkeluh kesah tentang derita mereka tidak bisa merasakan layanan listrik negara yang berakibat pada tingginya beban hidup yang harus mereka tanggung akibat membengkaknya pengeluaran untuk membeli minyak demi agar mereka tidak kegelapan dan agar aktivitas keseharian mereka bisa terbantukan. Untuk menikmati penerangan, mayoritas warga Kerdau harus menggunakan mesin Diesel yang biaya operasionalnya sangat mahal. Penderitaan mereka selangkah lagi akan berakhir, dalam hitungan hari listrik pintar akan menyala dan warga Kerdau untuk pertama kalinya semenjak Republik Indonesia berdiri bisa merdeka dari kegelapan. Harapan saya hanya satu, semoga adanya layanan listrik pintar ini bisa berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan di Desa Pulau Kerdau. Daya saing anak-anak semakin menanjak, mutu guru-guru semakin membaik, dan roda perekonomian bisa hidup sehingga Kerdau menjadi desa yang otonom serta produktif. Selain hal di atas, saya cukup gembira saat ini Kerdau sudah memiliki perpustakaan desa (Perpusdes) yang bisa diakses secara bebas oleh siapapun. Bahkan Perpusdes Kerdau kini sudah memiliki petugas definitif. Kurangnya hanya satu, Perpusdes Kerdau masih sepi pengunjung. Perlu koreksi bersama untuk menyusun strategi agar Perpuses Kerdau ramai pengunjung. Saat hari-hari terakhir saya sebagai Pengajar Muda Kerdau, saya sudah sampaikan kepada otoritas desa bahwa untuk menarik pengunjung mau mengunjungi Perpusdes perlu siasat cantik yang harus ditempuh, seperti misalnya Perpusdes perlu memiliki papan nama sebagai identitas pengenal bahwa di situ memang ada Perpusdes kebanggaan bersama. Selain itu, saya juga sudah sampaikan perlunya Perpusdes bersolek diri. Saat ini di ruang Perpusdes hanya ada rak buku, 100 buah buku, dan lantai polos. Tidak ada hiasan atau sesuatu yang bisa memikat setiap mata yang memandang ke dalam ruangan Perpusdes. Bisa dibilang, daya tariknya kurang greget untuk sekelas perpustakaan yang baru diluncurkan apalagi dengan disokong oleh dana desa. Sadar akan hal ini, berulangkali saya sudah sampaikan kepada pihak desa untuk segera berbenah, menjadikan perpustakaan yang sudah terlanjur berdiri menarik untuk dikunjungi dan menjadikan Perpusdes sebagai pusat lahirnya peradaban Kerdau. Sebagai langkah solutif, saya lagi-lagi harus mengambil sikap, turun tangan langsung melakukan kampanye literasi, mensosialisasikan perihal adanya Perpusdes Kerdau, menghimbau siapapun untuk peduli seta mensyukuri keberadaan Perpusdes dengan sedikitnya mengunjungi dan menyempatkan waktu untuk membaca buku-buku yang ada di dalamnya. Anak-anak murid saya di sekolah adalah lingkaran terdekat yang saya gerakkan untuk berkunjung ke Perpusdes, wujudnya murid-murid saya sangat antusias saat saya ajak mereka membaca di Perpusdes. Bersama mereka saya mencoba memberikan contoh nyata terkait pentingnya membaca untuk mengakselerasi kemajuan Kerdau. Tidak puas dengan itu, para orangtua dari murid saya, aparat desa, pihak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kerdau, pelajar-pelajar SMP anak Kerdau, dan anak-anak muda Kerdau tidak luput dari kampanye literasi saya. Sampai tugas saya berakhir, setidaknya secara terbuka saya sudah menyampaikan kepada mereka semua ihwal pentingnya membaca. Hal ini saya lakukan karena saya sangat meyakini bahwa ketertinggalan Kerdau hanya akan bisa bisa terkejar jika masyarakatnya berwawasan luas. Dan membaca adalah cara terbaik manusia bisa memperoleh wawasan serta pengetahuan. Kini tugas saya sebagai Pengajar Muda (PM) XV Kerdau sudah berakhir, saya sadar saya tidak akan selamanya ada di Kerdau. Karena itu, setahun terakhir ini saya mencoba bekerja sekeras mungkin untuk ikut membantu membangun Kerdau. Semoga apa-apa yang sudah saya lakukan menjadi warisan terbaik yang dapat dinikmati oleh siapapun. Yang baik boleh dilanjutkan, yang tidak baik silahkan buang jauh-jauh! Mohon maaf jika kiranya selama setahun ini ada hal-hal yang tidak berkenan yang mungkin sempat saya lakukan. Terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya. Doakan, setelah ini saya akan melanjutkan perjalanan hidup berikutnya. Semoga lancar, selamat, dan senantiasa dimudahkan! Ranai, 1 Desember 2018 PM XV Kerdau

Cerita Lainnya

Lihat Semua