Seduhan Kopi Para penembus Batas.

Mochammad Subkhi Hestiawan 1 Oktober 2011

             Secercah harapan mulai merekah, senyuman-senyuman letih mereka akhirnya terkembang seperti layar perahu yang siap menantang badai. Aku abadikan jejak-jejak awal itu di depan kandang elang kami disana di sisi papua barat SD Inpres 3 Bomberay. Lelah dan gembira bercampur seperti luapan-luapan air kali Bomberay yang agak mengkhawatirkan akhir-akhir ini karena hujan mulai rutin berderai.

                Baru saja Pelatihan Penyusunan Evaluasi Diri Sekolah, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif dan menyenangkan serta motivasi guru Se distrik Bomberay Bersama Pengawas TK/SD distrik bomberay Pak Alfons Kambu selesai dilaksanakan. Ditengah pesimisme tentang pendidikan di tanah ini saya menemukan orang-orang dengan semangat baja, menembus rawa dan padang dengan tidak kenal lelah untuk mencari tambahan pengetahuan bekal mengajar bagi murid mereka yang telah menunggu disana di seluruh pojok Bomberay.

                Agak kaku pada awalnya dengan mereka rekan guru dari SD lain di Distrik ini tetapi akhirnya, tekanan-tekanan yang diakibatkan oleh penyusunan dokumen evaluasi yang sangat tebal kemudian tugas-tugas dan materi akhirnya mencairkan kami seperti gula-gula didasar cangkir kopi siang ini yang menjadikannya minuman yang manis dan menyegarkan jiwa.

                Mengumpulkan para guru dalam suatu forum seperti ini memang butuh pengorbanan yang luar biasa bukan hanya jarak tempuh, waktu dan medan yang berat tetapi meninggalkan siswa belajar sendiri itulah sesungguhnya yang lebih berat. Dengan sukarela mereka datang jauh dari ujung-ujung distrik ke pelatihan ini. entah karena takut dengan pengawas atau karena memang peduli benar dengan peningkatan kemampuan dan keilmuan mereka sebagai guru. Pada akhir pelatihan akhirnya aku tahu kehausan mereka akan ilmu.

                Acara ini hampir tanpa persiapan, karena baru dua hari ada radiogram dari pengawas tergaung di radio republik Indonesia Pro 1 fakfak yang mengabarkan akan diadakannya acara ini. ditengah kesederhanaan akhirnya pelatihan ini digelar. Meskipun tak ada dana yang dapat menanggung akomodasi kami semua dengan sukarela para guru ini mengeluarkan semua sumberdaya yang ada. Aku selalu suka suasana bootstraping seperti ini lebih mengena dan melekat dalam hati rasanya.

                Pak Suyatno kepala sekolah SD Inpres 3 bomberay mengeluarkan seluruh isi lemarinya untuk memenuhi semua kebutuhan ATK selama pelatihan ini berjalan. Tak kusangka untuk Sebuah SD di tengah padang rupanya cukup lengkap juga peralatannya. Hampir semua peralatan standar kantor ada bahkan barang-barang kantor yang dianggap mewah seperti printer tersedia dengan tinta dan kertas yang berlimpah. Terima kasih pak aku ucapkan dalam setiap ulasan senyumku untuknya yang memang jarang bicara. Pak pengawas menanggung semua biaya BBM yang digunakan untuk menggerakan Genset sebagai jantung hidup bagi peralatan yang digunakan yang menunjang pelatihan ini. ada cerita mengenai genset ini, pelatihan hari pertama genset sekolahku rusak sehingga akhirnya Pak joni kepala sekolah SD SP4 membawa genset pribadinya dari rumahnya yang cukup jauh sekitar 10 KM dari sekolahku. Sungguh lagi-lagi aku dibuat terkejut oleh guru-guru ini.

                Aroma antusiasme memenuhi udara kataku dalam hati ketika sedang berdiskusi tentang materi Paikem(red:bukan nama penjual jamu) di meja-meja kayu sekolahku yang mulai lapuk itu. Tak hanya para guru yang masih bertugas disini yang ikut serta berpartisipasi aktif ada Pak agus mantan kepala sekolah Ottoweri 4 jam jauhnya dari kampung menembus sungai dan rawa ikut datang berpartisipasi dan membantu dalam menyampaikan materi, memang orang ini luar biasa ditengah keadaan yang seperti ini dia mampu belajar dan mencoba meningkatkan kompetensi terus agar setara guru di jawa sehingga aku dapat bilang dia punya kemampuan lebih dibandingkan yang lain. Bahkan ketika di Bomberay ini belum jamak Internet dia melontarkan keinginannya tentang membuat blog lagi-lagi surprise dan perasaan itu datang lagi.

                Dalam pelatihan saya dan pak agus  mencoba kembali mencoba menggali dalam sampah digital kami slide-slide lama tentang motivasi diri untuk dibagikan kepada para guru disini. Saya kaget dan terpukau ketika membaca dan berbagi tentang slide motivasi lama tentang wortel, telur  dan kopi. Sejak jauh ketika mahasiswa saya telah mengetahui cerita motivasi ini tapi entah mengapa baru kali ini terasa berbeda. Saya akhirnya baru mengerti sejelas-jelasnya apa itu menjadi kopi. Bubuk kopi dalam air panas akan mengubah air itu menjadi kopi yang nikmat tanpa merubah bubuk kopi itu sendiri. Air panas diibaratkan masalah dan kita adalah bubuk kopi itu, ketika semakin dipanaskan airnya maka semakin nikmat kopinya. Begitu pula seharusnya kita dalam menghadapi masalah dan keterbatasan mengubahnya menjadi berkah dan mencari terus solusi serta membuatnya menjadi sesuatu yang lebih baik.  

                Disini dan dimanapun masalah selalu muncul tetapi di Bomberay ini saya benar-benar melihat keadaan yang sangat luar biasa sehingga terlihat sekali mana orang yang seperti wortel, yang lunak ketika air dipanaskan, orang yang seperti telur yang menjadi keras dan egois ketika di rebus atau mereka orang-orang yang seperti kopi. Terima kasih pak agus yang telah mengingatkan saya bagaimana seharusnya menjadi kopi.

                Ditengah kompleks dan rumitnya masalah pendidikan di Papua barat, saya menemukan orang- orang kopi duduk dengan saya di pelatihan ini. saya menemukan optimisme baru tentang pendidikan dari sorot mata mereka yang selalu ingin tahu dan antusias tak peduli dengan keterbatasan yang mendera. Saya menemukan para penyala lilin diantara sekian banyak pengutuk kegelapan. Mereka telah berani menembus batas-batas untuk dengan sukarela melengkapi mereka sebagai figur guru yang bijaksana dan kompeten.

                Para kopi, penembus batas dan penyala lilin ini disini di bomberay mereka hanya perlu diperhatikan dan di dengar serta diberi kemudahan-kemudahan untuk mengembangkan diri dan motivasi untuk  memantapkan rasa mereka sebagai kopi terbaik “guru yang baik”. Dengan begitu saya yakin benang kusut pendidikan akan sedikit demi sedikit terurai dan lebih banyak generasi setangguh elang yang kami tetaskan di sekolah kandang kami disini Di Bomberay, fakfak Papua Barat.

 

Bomberay “Padang harapan yang terlupakan”

16 September 2011

NB : Thanks to Kopi(agak bau tanah)nya Mbah Darmanto

Secercah harapan mulai merekah, senyuman-senyuman letih mereka akhirnya terkembang seperti layar perahu yang siap menantang badai. Aku abadikan jejak-jejak awal itu di depan kandang elang kami disana di sisi papua barat SD Inpres 3 Bomberay. Lelah dan gembira bercampur seperti luapan-luapan air kali Bomberay yang agak mengkhawatirkan akhir-akhir ini karena hujan mulai rutin berderai.

                Baru saja Pelatihan Penyusunan Evaluasi Diri Sekolah, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif dan menyenangkan serta motivasi guru Se distrik Bomberay Bersama Pengawas TK/SD distrik bomberay Pak Alfons Kambu selesai dilaksanakan. Ditengah pesimisme tentang pendidikan di tanah ini saya menemukan orang-orang dengan semangat baja, menembus rawa dan padang dengan tidak kenal lelah untuk mencari tambahan pengetahuan bekal mengajar bagi murid mereka yang telah menunggu disana di seluruh pojok Bomberay.

                Agak kaku pada awalnya dengan mereka rekan guru dari SD lain di Distrik ini tetapi akhirnya, tekanan-tekanan yang diakibatkan oleh penyusunan dokumen evaluasi yang sangat tebal kemudian tugas-tugas dan materi akhirnya mencairkan kami seperti gula-gula didasar cangkir kopi siang ini yang menjadikannya minuman yang manis dan menyegarkan jiwa.

                Mengumpulkan para guru dalam suatu forum seperti ini memang butuh pengorbanan yang luar biasa bukan hanya jarak tempuh, waktu dan medan yang berat tetapi meninggalkan siswa belajar sendiri itulah sesungguhnya yang lebih berat. Dengan sukarela mereka datang jauh dari ujung-ujung distrik ke pelatihan ini. entah karena takut dengan pengawas atau karena memang peduli benar dengan peningkatan kemampuan dan keilmuan mereka sebagai guru. Pada akhir pelatihan akhirnya aku tahu kehausan mereka akan ilmu.

                Acara ini hampir tanpa persiapan, karena baru dua hari ada radiogram dari pengawas tergaung di radio republik Indonesia Pro 1 fakfak yang mengabarkan akan diadakannya acara ini. ditengah kesederhanaan akhirnya pelatihan ini digelar. Meskipun tak ada dana yang dapat menanggung akomodasi kami semua dengan sukarela para guru ini mengeluarkan semua sumberdaya yang ada. Aku selalu suka suasana bootstraping seperti ini lebih mengena dan melekat dalam hati rasanya.

                Pak Suyatno kepala sekolah SD Inpres 3 bomberay mengeluarkan seluruh isi lemarinya untuk memenuhi semua kebutuhan ATK selama pelatihan ini berjalan. Tak kusangka untuk Sebuah SD di tengah padang rupanya cukup lengkap juga peralatannya. Hampir semua peralatan standar kantor ada bahkan barang-barang kantor yang dianggap mewah seperti printer tersedia dengan tinta dan kertas yang berlimpah. Terima kasih pak aku ucapkan dalam setiap ulasan senyumku untuknya yang memang jarang bicara. Pak pengawas menanggung semua biaya BBM yang digunakan untuk menggerakan Genset sebagai jantung hidup bagi peralatan yang digunakan yang menunjang pelatihan ini. ada cerita mengenai genset ini, pelatihan hari pertama genset sekolahku rusak sehingga akhirnya Pak joni kepala sekolah SD SP4 membawa genset pribadinya dari rumahnya yang cukup jauh sekitar 10 KM dari sekolahku. Sungguh lagi-lagi aku dibuat terkejut oleh guru-guru ini.

                Aroma antusiasme memenuhi udara kataku dalam hati ketika sedang berdiskusi tentang materi Paikem(red:bukan nama penjual jamu) di meja-meja kayu sekolahku yang mulai lapuk itu. Tak hanya para guru yang masih bertugas disini yang ikut serta berpartisipasi aktif ada Pak agus mantan kepala sekolah Ottoweri 4 jam jauhnya dari kampung menembus sungai dan rawa ikut datang berpartisipasi dan membantu dalam menyampaikan materi, memang orang ini luar biasa ditengah keadaan yang seperti ini dia mampu belajar dan mencoba meningkatkan kompetensi terus agar setara guru di jawa sehingga aku dapat bilang dia punya kemampuan lebih dibandingkan yang lain. Bahkan ketika di Bomberay ini belum jamak Internet dia melontarkan keinginannya tentang membuat blog lagi-lagi surprise dan perasaan itu datang lagi.

                Dalam pelatihan saya dan pak agus  mencoba kembali mencoba menggali dalam sampah digital kami slide-slide lama tentang motivasi diri untuk dibagikan kepada para guru disini. Saya kaget dan terpukau ketika membaca dan berbagi tentang slide motivasi lama tentang wortel, telur  dan kopi. Sejak jauh ketika mahasiswa saya telah mengetahui cerita motivasi ini tapi entah mengapa baru kali ini terasa berbeda. Saya akhirnya baru mengerti sejelas-jelasnya apa itu menjadi kopi. Bubuk kopi dalam air panas akan mengubah air itu menjadi kopi yang nikmat tanpa merubah bubuk kopi itu sendiri. Air panas diibaratkan masalah dan kita adalah bubuk kopi itu, ketika semakin dipanaskan airnya maka semakin nikmat kopinya. Begitu pula seharusnya kita dalam menghadapi masalah dan keterbatasan mengubahnya menjadi berkah dan mencari terus solusi serta membuatnya menjadi sesuatu yang lebih baik.  

                Disini dan dimanapun masalah selalu muncul tetapi di Bomberay ini saya benar-benar melihat keadaan yang sangat luar biasa sehingga terlihat sekali mana orang yang seperti wortel, yang lunak ketika air dipanaskan, orang yang seperti telur yang menjadi keras dan egois ketika di rebus atau mereka orang-orang yang seperti kopi. Terima kasih pak agus yang telah mengingatkan saya bagaimana seharusnya menjadi kopi.

                Ditengah kompleks dan rumitnya masalah pendidikan di Papua barat, saya menemukan orang- orang kopi duduk dengan saya di pelatihan ini. saya menemukan optimisme baru tentang pendidikan dari sorot mata mereka yang selalu ingin tahu dan antusias tak peduli dengan keterbatasan yang mendera. Saya menemukan para penyala lilin diantara sekian banyak pengutuk kegelapan. Mereka telah berani menembus batas-batas untuk dengan sukarela melengkapi mereka sebagai figur guru yang bijaksana dan kompeten.

                Para kopi, penembus batas dan penyala lilin ini disini di bomberay mereka hanya perlu diperhatikan dan di dengar serta diberi kemudahan-kemudahan untuk mengembangkan diri dan motivasi untuk  memantapkan rasa mereka sebagai kopi terbaik “guru yang baik”. Dengan begitu saya yakin benang kusut pendidikan akan sedikit demi sedikit terurai dan lebih banyak generasi setangguh elang yang kami tetaskan di sekolah kandang kami disini Di Bomberay, fakfak Papua Barat.

 

Bomberay “Padang harapan yang terlupakan”

16 September 2011

NB : Thanks to Kopi(agak bau tanah)nya Mbah Darmanto


Cerita Lainnya

Lihat Semua