Mari “Mengikat Makna”!

Milastri Muzakkar 23 April 2012

Akhirnya, selesai juga saya membaca buku “Mengikat Makna-Update” milik pak Hernowo. Betul kata orang yang meminjamkan buku ini-kebetulan saya meminjam buku ini- kepadaku, “buku ini sangat bagus,” katanya.

Sebelumnya, saya belum pernah berkenalan dengan tulisan-tulisan pak Hernowo. Saya tahu, dan mulai mengenal pemikirannya ketika membaca buku-bukunya yang ada di lemari sekolah-SDN 4 Langkahan-tempat saya menjadi Pengajar Muda dulu. Sejak itu, saya mulai mencari tahu siapa dan apa kelebihan yang dia punya. Ternyata, nama beliau tidak asing lagi di kancah pendidikan.

Beberapa bulan lalu, Saya sempat mengundang pak Hernowo dalam acara diskusi pendidikan di Aceh, yang direncanakan oleh kelompok kami (Pengajar Muda –Indonesia Mengajar). Sayangnya, karena kondisi Aceh saat itu kurang kondusif, maka kami (Pengajar Muda) tiba-tiba dipindahtugaskan ke Sumatera Selatan. Dan, rencana diskusi bersama pak Hernowo pun batal.

Namun, pembatalan itu tidak memutuskan hubungan komunikasi. Saya menggunakan kesempatan untuk sharing dengan pak Hernowo tentang masalah pendidikan. Bahkan, saya menyampaikan keinginanku untuk mengapresiasi karya anak-anak di sekolahku dulu dengan mencoba mengirimkan naskahnya ke penerbit Mizan. Beliau menyambut baik, “silahkan Anda coba,” katanya.

Itulah sekilas tentang perkenalan saya dengan pemikiran pak Hernowo-meski belum pernah bertemu secara langsung. Kembali ke perbicangan buku “Mengikat Makna” (MM). Setelah menyelami bab demi bab, saya menemukan kekuatan ide dari buku ini. Menyandingkan antara membaca dengan menulis sebagai cara untuk mengikat hal-hal, yang menurut kita bermakna, dan mungkin juga bagi orang lain. Itu point sederhana yang saya tangkap.

Hampir di semua bab, beliau selalu menegaskan-sekaligus memotivasi- tentang pentingnya membaca, dalam rangka memperkaya kata-kata serta kalimat, sebagai modal untuk memulai menulis. Pun sebaliknya. Membaca saja tak cukup. Tapi kita perlu mendokumentasikan –atau dalam bahasa pak Hernowo mengikat- apa-apa yang telah kita baca. Sehingga menjadi catatan dalam hidup kita, yang  suatu saat nanti, bisa dilihat kembali. Ini juga berguna untuk membandingkan cara berfikir kita di masa sekarang dan yang akan datang.

Semua bab di buku ini menarik. Namun, yang paling berkesan bagi saya adalah di bab terakhir sebelum penutup. Beliau memaparkan ” 7 Warisan Berharga untuk Masa Depan”. Pak Hernowo mengaku terinspirasi dari buku laris manis, 7 Habits milikCovey.

Saya melihat semangat religius beliau dalam merumuskan pemikiran di bab ini. Saya ingin menghubungkannya dengan salah satu hadist yang berbunyi,” salah satu amal jariah (amal yang tak pernah putus meski hidup kita sudah putus di dunia ini) adalah ilmu yang bermanfaat.”

Tujuh hal yang disebutkan sebenarnya adalah hal-hal yang sederhana. Tapi menurut saya, semangat yang dibawanya itu tidak sederhana. Beliau mengajak pembaca untuk menyediakan bekal kepada orang-orang terdekat kita khususnya, untuk dijadikan pedoman dalam hidupnya sehari-hari. 

Ketujuh warisan itu adalah, pertama, Mengeksplorasi Makna Dibalik Nama-Diri. Menurutnya, nama kita bisa diartikan dan dimaknai positif dengan mencoba menghubungkannya dengan salah satu ayat-ayat dalam Al Qur’an, misalnya, atau dengan mengubungkannya dengan riwayat para Nabi. Kedua, Mengeksplorasi  Makna Hari Kelahiran. Hubungkanlah nama Anda dengan nama orang-orang besar, yang mempunyai hari kelahiran yang sama dengan Anda. Dalam artian, Anda mengambil semangat orang-orang yang punya jalan hidup berpengaruh, serta berharap suatu saat nanti Anda akan menjadi orang besar juga, bahkan lebih dari mereka.

Ketiga, Mengeksplorasi Makna Kehidupan Masa Kecil. Salah satu penelitian menyebutkan, kita-cara berfikir, perilaku-saat ini sangat dipengaruhi sejak empat tahun hingga delapan tahun pertama kelahiran kita di dunia. Jadi maknailah apa apa yang baik di masa kecil kita. Keempat, Mengekplorasi Makna Menetap di sebuah Rumah. Setiap rumah atau tempat tinggal kita memancarkan kehangatan tersendiri jika penghuni di dalamnya berhubungan dengan penuh kasih sayang. Pada gilirannya, suasana itu akan membawa nilai tersendiri yang akan selalu dikenang dan dirindukan bagi penghuninya.

Kelima, Mengeksplorasi Makna Belajar di Sekolah. Meski mendukung home schooling, Pak Hernowo lebih menekankan belajar formal di sekolah. Sebab, kebiasaan belajar di sekolah, dengan rutinitas yang mungkin cukup membosankan, dengan sendirinya akan memberikan tantangan tersendiri. Barangkali, dengan begitu, anak-anak sebenarnya diajak untuk menghadapi konsekuensi yang, nantinya akan membentuk mental pejuang. Sekolah ternyata menyimpan pengaruh yang besar juga. Keenam, Mengeksplorasi Makna Menjadi Orang  Indonesia. Negara sendiri menyimpan banyak kekayaan sumber daya manusia dan alam yang butuh diekplorasi lebih jauh. Ketujuh, Mengekplorasi Makna Menjadi Diri Sendiri. Ini mungkin wilayah yang paling dekat dengan kita, namun paling luas dan unik, sehingga butuh penyelaman yang dalam. Ini berhubungan dengan pengalaman batin.

Menarik bukan rumusan tujuh warisan ini? Hemat saya, sesungguhnya pak Hernowo sedang mengajak kita untuk berfikir positif dan mengahargai hal-hal yang melingkupi diri kita.

“Hmm..., bener juga ya?,” gumamku dalam hati setelah membaca tujuh hal di atas. Segera timbul ide dibenakku untuk mulai berfikir mewariskan sesuatu buat anak-anak cucuku nanti. Dan, tentu berharap menjadi warisan untuk dunia.


Cerita Lainnya

Lihat Semua