#8 - Bapak pinjam ko pu tangan kah ?

Michael Laurent Salim 23 Maret 2014

Hari ini sama dengan hari-hari sebelumnya, saya berjalan menuju sekolah untuk memberikan les sore. Les yang terkadang manfaatnya, sering saya pertanyakan kepada diri saya sendiri. Tidak tahu apa cara mengajar saya yang salah, materi pelajaran yang terlalu rumit, atau memang anak-anak terlalu malas untuk mengingat pelajaran yang ada. Namun seringkali apa yang telah saya ajarkan hari ini, sudah menguap dan berlalu di keesokan harinya. Hanya keyakinan saja yang terus mengantarkan hawa positif untuk menantikan anak-anak setiap sore di sekolah yang ditopang dengan keyakinan bahwa untuk setiap materi yang terlontar di setiap sore serta setiap soal yang mereka kerjakan tidaklah sia-sia nantinya, amin.

Dengan kondisi seperti tersebut, tentu sangat lumrah jika rasa jenuh mengisi les sore terkadang merasuk ditambah lagi dengan emosi yang kadang meradang karena mudahnya anak-anak lupa bagaimana cara menjawab soal-soal perkalian sederhana atau hanya untuk menyebut siapa nama Bapak Presiden yang terhormat kita saat ini. Ya, walaupun memang jarak antara anak-anakku di SD YPK Pikpik, Papua Barat dengan Beliau di ibukota sana teramat sangat jauh, bahkan hanya untuk melihat senyum beliau terpampang di depan kelas berdampingan dengan lambang negara kebanggaan kita, Sang Garuda, pun sangat sulit. Tetapi biarlah, ada tidaknya senyum itu di depan kelas kami tak mengubah signifikan cara anak-anakku dalam menjawab soal-soal perkalian itu.

Namun terlepas dari setiap tantangan dan rasa jenuh tersebut, selalu ada titik-titik kecil kejadian menarik. Kejadian-kejadian sederhana yang terjadi dengan polosnya namun mampu mengembalikan semangat dan mengusir rasa jenuh yang ada. Salah satu kejadian tersebut adalah ketika saya memberikan les sore mengenai soal-soal penjumlahan dan pengurangan untuk anak-anak kelas satu. Setelah dua kali mencoba memeriksakan jawabannya, ternyata jawaban Beatrice masih salah. Sampai kemudian saya meminta ia untuk menunjukan bagaimana tangan 8 kemudian saya minta untuk menambah dengan 6 yang sebelumnya telah ia ingat di kepala. Tetapi entah bagaimana, tiba-tiba Beatrice berkata “ Bapak, pinjam ko pu tangan kah?”. Spontan antara geli dan terkejut, saya balas “ Tra boleh, pakai ko pu tangan sendiri ta.”, ia pun langsung melipir menghampiri temannya dan “meminjam” tangannya. Melihat kejadian tersebut, segera tawaku meledak dan kemudian dia hanya balas menatap dengan polosnya tanpa menyadari apa yang membuatku tertawa geli sore itu. Anak-anak.

Sampai saat ini pun ketika secara tak sengaja mengingatnya, maka selalu tersenyum-senyum sendiri saya dibuatnya. Memang terkadang di dalam hari-hari kita mungkin banyak hal yang kita hadapi dan tak jarang kejenuhan menghinggapi. Namun sadarilah jika kita mau dengan peka merasakannya maka banyak-banyak hal-hal kecil, kejadian-kejadian sederhana, serta spontanitas polos yang sesungguh lebih dari cukup untuk mengembalikan semangat kita dan mengembalikan senyum itu di wajah kita. Tetapi yang ada, seringkali kita terlalu mengharapkan peristiwa-peristiwa besar, perhatian-perhatian yang lebih, serta kejutan-kejutan wah lainnya. Sehingga akhirnya kita melupakan apa yang terlihat sederhana di sekitar kita, orang-orang yang memperhatikan kita, yang menyemangati kita dengan setiap caranya yang sederhana namun tulus. Kita terlalu sibuk mencari penyemangat-penyemangat yang luar biasa sehingga kita melewatkan apa yang ada dan dekat di sekitar kita untuk kembali bersemangat dan tertawa lepas nan terbahak-bahak. Jadi mari kembali kita temukan mereka. :)


Cerita Lainnya

Lihat Semua