Seminggu Tanpa Bulan

Marlita Putri Ekasari 30 Maret 2012

Hujan deras melanda, tiupan angin kencang menerpa pohon-pohon dan menjambret atap-atap rumah yang rapuh. Selama seminggu ini Parado dilingkupi awan kelam, dengan cuaca yang tidak tentu. Hujan deras itu piln-plan, mendadak garang, mendadak  ramah, tetapi dengan sikapnya itu sudah merenggut tiang listrik kami yang baru berdiri 2 bulan yang lalu. Tidak tanggung-tanggung 2 tiang listrik. Untung saja tidak ada korban jiwa.

Listrik yang mati ini melumpuhkan sebagian kecil daerah di Parado termasuk kantor Camat, UPT dan sekolah kami. Padahal minggu ini, sekolah kami sedang diminta untuk mengumpulkan data pokok pendidikan dasar secepatnya dan membenahi beberapa administrasi sekolah. Aku pun memerlukan listrik untuk men-charge laptop. Akhir-akhir ini aku menghabiskan waktu dengan laptopku untuk membuat jadwal duta kebersihan dan duta baca, membuat kartu baru, dan hal-hal kecil lainnya. Sepertinya laptopku yang sudah hampir sekarat, mendapat giliran istirahat minggu ini.

Sinyal juga ikut-ikutan mati. Kondisi ini diperparah dengan kondisiku yang tidak dapat menggunakan sepeda dengan cuaca seperti ini. Jangankan pakai sepeda, pakai payung pun masih takut, karena angin bisa langsung saja menerbangkan payung beserta pemiliknya. Tak heran jika kekuatan angin yang sedemikian besar telah menumbangkan 2 pohon di depan puskesmas sehari setelah tiang listrik itu roboh.  

Malam hari, terpaksa kami menggunakan lampu minyak. Lampu minyak ini adalah hasil kreasi ibuku sendiri. Botol bekas yang diberi ‘lasu’ (Lasu adalah sumbu yang dilengkapi dengan seng untuk berdiri). Lampu ini paling sulit dijaga apinya. Angin kencang sering membuatnya padam tiba-tiba, memaksa kami membawa korek api untuk menyalakan api sewaktu-waktu.  

Bulan ini, sekolahku yang sedang membenahi administrasi sekolah menyerahkan sebagian tugas untuk menulis salah satu buku. Sebenarnya aku berusaha untuk menyelesaikannya di siang hari tetapi tetap belum selesai. Karena malam itu harus kuselesaikan (dateline besok pagi), aku ditemani lampu minyak menggerakkan pena di ruang tamu berjibaku dengan kegelapan, angin yang mengggerakkan batang-batang pohon dengan keras, suara-suara petir, hujan deras yang tak berhenti. Tanpa laptopku  yang tak berdaya tidur dalam diam di tas ranselku, sekarat.

Sebenarnya, aku ingin bilang bahwa setiap malamku yang ditemani oleh lampu minyak ini cukup mendekatkanku pada rasa syukur akan sinar bulan selama 1,5 semester lalu selalu bisa kupandang. Betapa sulitnya, malam-malam ini, aku harus menyelesaikan tugas atau membaca sesuatu dengan wajah, buku, taplak meja menjadi hitam karena asap lampu minyak. Suara-suara menggelegar juga ikut mengganggu malam-malam sunyi yang kumiliki.    

Untungnya, kondisi ini cuma seminggu...sekarang listriknya sudah kembali. Tiang yang roboh sudah didirikan. Sayangnya, sinyalnya tetap belum mau datang. Ada kerusakan di pemancar jaringannya. Bahkan sinyal di kantor camat, yang menjadi andalan ketika jaringan rusak ikut non aktif..

Semoga semuanya berangsur membaik..Good bye...cuaca buruk...

Selamat Datang...Listrik, Cahaya Bulan dan sunyi nya Malam..

Kumenantikanmu...sinyal..


Cerita Lainnya

Lihat Semua