HOBI BARU : KUPAS PINANG

Marina Hardiyanti 9 Maret 2017

“Marina, sa tahun ino singe ka jeut bloeh lampoe pineung”, kata Kakak angkat saya di desa pada suatu sore ketika kami sedang bersama.

Kurang lebih artinya, “Marina, setahun disini nanti sudah bisa beli pohon pinang”. Itulah komentar orang terdekat ketika melihat saya yang senang sekali ketika diajak mengupas pinang. Kupas pinang adalah salah satu mata pencaharian favorit warga desa kami. Hampir semua orang di desa penempatan saya (dan desa-desa penempatan PM di Aceh Utara), punya kebun pinang. Tak tanggung-tanggung setiap keluarga bisa punya kebun pinang berhektare-hektare. Tidak heran juga, dari kebun yang seluas itu hasilnya pasti berlimpah ruah. Setiap hari rasanya tidak pernah habis pinang itu berbuah. Setiap hari ada saja yang mengupas pinang, mulai dari anak kecil usia taman kanak-kanak sampai nenek-nenek.

Bagi saya yang belum pernah melihat orang kupas pinang sebelumnya, aktivitas warga ini tentu saja menarik perhatian. Jangankan melihat pinang dikupas, lihat buahnya saja baru kali ini. Berawal dari keisengan saya main ke rumah tetangga yang juragan pinang, saya menemukan hobi baru yaitu mengupas pinang. Awalnya saya dilarang dekat-dekat, mamak tetangga takut saya kena parang. Tapi, saya yang penasaran tetap berada disitu dan terus melihat cara orang kupas pinang. Caranya adalah dengan memotong bagian ujung buahnya, lalu dikupas kulit luarnya seperti mengupas kulit buah kelapa. Mengupasnya harus pakai parang yang tajam, karena kulit buahnya keras sekali. Kelihatannya mudah anak kecil saja bisa, pikir saya waktu itu. Saya pun mencoba. Dan benar saja, baru satu buah yang belum terkupas sempurna, dua jari saya sudah berlumuran darah. Sejak saat itu, saya dilarang mamak untuk kupas pinang. Semakin dilarang justru saya semakin ingin mencoba. Lain hari saya mencoba lagi dan lama-lama bisa. Ketika kakak saya bisa dapat 1 kg dalam 1 jam, saya baru bisa 10 buah. Setidaknya sudah bisa kupas tanpa luka-luka di jari. Lumayan. Walaupun akhirnya hingga hari ini jari dan kuku sudah tergores tiga kali, tapi dari aktivitas ini saya belajar meningkatkan dimensi kepemimpinan. Dari hobi baru ini saya belajar meningkatkan tenacity. Aktivitas ini juga menjadi wadah bagi saya bersosialisasi dengan warga dan orang tua siswa serta meningkatkan dimensi kepemimpinan khususnya communication dan building positive work relationship. Tidak kalah pentingnya, dari aktivitas sederhana ini saya belajar menjadi perempuan yang tangguh dan kuat seperti perempuan-perempuan di Aceh Utara ini. Ini adalah salah satu bentuk latihan fisik yang bisa menguatkan otot sekaligus latihan jiwa supaya tidak mudah menangis ketika terluka. Sekian.


Cerita Lainnya

Lihat Semua