Saudi dan Bolpen Bupati
Laili Khusna 21 Desember 2010
Hari ini usai mengawasi ulangan umum Bahasa Inggris kelas 3, aku membantu seorang siswa kelas 3 yang sedang kebingungan mencari penanya. Anak bernama Saudi ini mondari-mandir antara kelasnya dan ruang perpustakaan. Kepalanya menunduk-nunduk, mengamati dengan cermat setiap tempat yang ia lalui, bahkan hingga ke dalam parit-parit yang penuh sampah dan genangan air. Ia naik ke atas tempat diletakkannya drum air, mencari-cari sebuah bolpen berwarna hitam yang jatuh dari sakunya saat terburu-buru berlari. Mata kami sama sekali tak menangkap keberadaan bolpen itu. Seorang teman Saudi juga turut mencari. Setelah menengok sana sini dan hasilnya nihil, aku bertanya pada Saudi apakah dia masih punya bolpen? “Masih banyak kutinggal di rumah,” jawabnya.
“O kalau gitu, besok pakai bolpen yang lain dulu ya, nanti kalau ada yang menemukan, Ibu berikan ke Saudi,” kataku.
Saudi mengangguk sembari berjalan pulang. Pandangan matanya masih berkeliling, siapa tahu bertatapan dengan bolpennya. Kemudian ia berkata, “Itu bolpen dari Pak Bupati.”
Deg. Aku tertegun. Betapa bagi anak ini bolpen dari Pak Bupati begitu berharga. Andai ia orang dewasa, ingin kukatakan, “Pak Bupati saja tidak membangunkan lapangan untukmu, sekolahmu becek, kau nggak pernah merasakan upacara, olahraga, dan bermain dengan bebas di lahan kering, kau harus pake sandal sehabis turun hujan, kakimu belepotan terkena tanah merah yang becek.” Ingin rasanya kukatakan demikian, namun Saudi sedang belajar menghargai pemberian orang yang dihormatinya. Tak sepantasnya aku mematahkan rasa penghargaannya dengan kekecewaan pribadiku.
“Dikasih sama satu pak buku gitu Bu,” cerita Saudi.
“Oya? Siapa aja yang dikasih?” tanyaku.
“Cuma anak seberang.”
Anak seberang adalah sebutan untuk anak di Pulau Rantau, desa seberang sungai dari desaku. Anak-anak harus menyeberang sungai dengan perahu ketinting, diantar atau mendayung sendiri untuk sampai ke sekolah. Terkadang mereka jarang masuk jika tidak ada yang mengantar.
Bolpen dari bupati barangkali diberikan saat bupati berkunjung ke desa itu. Pak Bupati sendiri berasal dari desa tempat tinggalku saat ini. Saudi, anak seberang sungai itu, yang kadang tidak masuk karena tidak ada yang mengantar begitu menghargai pemberian Pak Bupati, sebuah bolpen berwarna hitam yang sedang tergeletak di suatu tempat, entah di mana.
Rantau Panjang, 21 Desember 2010
Terbayang wajah bingung dan sedih seorang Saudi
Aku bertekad, jika bolpen itu tak kunjung ketemu, ketika bertemu Pak Bupati suatu saat nanti, akan kuminta satu bolpen untuk muridku, Saudi.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda