Paman Pasar dan Jukung Tokonya

Kristiyani Dwi Marsiwi 9 Desember 2017

Bagaimana hidup di desa yang jauh dari jalan raya?

Makan apa dan bisa apa?

Memang Desa Muning Dalam belum ada jalan yang aspal, kendaraan yang ada motor dan sepeda saja. Bisa saja bersepeda sepanjang jalan setapak dari hulu ke hilir, menyeberang jembatan, tapi jelas tidak bisa sampai ke jalan utama nun jauh di sana.

Si Jukung adalah andalan untuk mengangkut dan transportasi ke mana-mana, khususnya via sungai.

Sungai menuju desa jaraknya kurang lebih 20 km, hanya ada air, semakin ke desa maka air semakin masam, dan sungai ini cukup dalam dan lebar. Sungai di tepi-tepinya ada setapak yang tidak panjang. Banyak yang terputus, sehingga di desa dihubungkan dengan jembatan. Area rawa memang memilki karakteristik seperti ini.

Setiap hari, untuk memenuhi kebutuhan makan cukup tersedia beras dari ladang sendiri, dengan sayur dari tanaman sendiri juga serta lauk ikan yang ditangkap dari sungai. Makanan sudah paling nikmat, apalagi disantap di bale-bale depan rumah sambil ditiup angin.

Paman Pasar biasanya datang setiap hari mulai jam 9 sampai jam 11 ada d sekitar desa, lalu melaju terus sampai ke Kabupaten Tapin yang berjarak 7 km dari desa. Paman Pasar ini lalu kembali lagi ke Negara melalui desa lagi. Begitu setiap hari.

Paman Pasar menggunakan jukung yang agak besar sehingga memuat lebih banyak dagangan. Berbagai barang ada dibawanya, mulai dari bumbu dapur, palawija, minyak goreng, telur, ember, panci, sabun, es batu dan bisa juga memesan untuk dibelikan ke pasar.

Harga di desa memang sedikit lebih mahal karena perjalanan yang jauh dari Negara ke desa. Misalnya, es batu di Negara harga Rp 500, maka di desa menjadi Rp 1.000. Tapi yang menyenangkan, harga jajanan anak-anak tidak berubah bahkan sama murahnya dengan di Negara.

Paman Pasar ini hafal dengan setiap Acil-Acil di desa. Paman Pasar juga orang yang ramah dan pemandir, banyak bercerita.

Inilah kisah Paman Pasar dan Jukung Tokonya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua