Literasi untuk Semua Usia

Kristiyani Dwi Marsiwi 22 September 2017

Kapan terakhir kali kita membaca buku?

Berapa banyak yang kita habiskan dalam sebulan untuk membeli buku?

Apa jenis buku yang paling banyak kita baca?

 

Ketika dulu masih SD, tentu sebagian besar dari kita tidak asing dengan BIODATA. Jika kita tidak memiliki binder atau looseleaf, rasanya kurang gaul pada masa itu. Hampir setiap luang di kelas maupun saat istirahat, ada saja kawan yang menyodorkan lembar kertas untuk kita isikan biodata.

Mulai nama, TTL, alamat, nomor telepon rumah, hobi, makanan favorit, minuman, favorit, hingga motto hidup dan membubuhkan tanda tangan sebagai penutupnya.

Indah bukan?

Yuk cermati bagian hobi. Masih ingat menuliskan hobi apa? Ada yang menyanyi, menari, mendengarkan musik, dan paling banyak tentu saja Top Rekor, MEMBACA.

Saya beruntung dulu sekolah di SDK Sang Timur 1 Pakel Yogyakarta, yang memiliki perpustakaan sekolah dengan berbagai koleksi buku anak sehingga ketika keinginan untuk membaca buku saat istirahat tiba, mudah saja menemui Mbak Nunik selaku penjaga perpustakaan saat itu.

Apa manfaat hobi membaca yang paling dirasakan?

Seingat saya, saya jadi lancar membaca kata-kata yang memiliki terlalu banyak konsonan seperti presentasi, menggemparkan, menggolongkan, yah sebagian dari kita ada yang masih ingat mungkin betapa sulitnya membaca satu kata yang terlalu banyak –g, -k, -ny.

Dengan lancar membaca maupun mengucapkan, kita akan jadi lebih percaya diri dengan apa yang kita bawakan, baik cerita yang kita tulis sendiri maupun karya orang lain.

Apa kabar minat baca di lingkungan kita?

Lingkungan kita di mana sekarang? Ada yang masih siswa, mahasiswa, peneliti, akademisi, karyawan, ibu rumah tangga, muda-mudi masjid, partisipan organisasi, dan lain-lain. Siapa yang masuk dalam lingkungan berminat baca? Kita semua masuk di dalamnya.

Berbicara mengenai minat baca, tidak akan lepas dari kemampuan membaca. Yang saya temui di lapangan, di tempat saya bekerja sekarang, tidak banyak orang yang lancar membaca dari anak-anak sampai orang tua. Angka buta huruf dan putus sekolah memang tinggi di daerah ini.

Lantas, bagaimana gambaran minat baca di sana?

Lingkungan gemar membaca di desa saya terbatas di sekolah saja. Pun, sekolah yang tersedia adalah Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Ini potensi yang kami punya.

Dalam waktu dekat, saya dan pihak sekolah akan memulai gerakan literasi desa (RAISA). Sebuah gerakan yang menginisiasi kegiatan membaca warga, siapapun dia, di manapun berada, dengan memanfaatkan ruang-ruang interaksi umum masyarakat seperti bale (saung/pos), yang biasa digunakan warga untuk duduk bersama di sela waktu istirahat.

Keinginan ini muncul sebagai inisiasi atas aktivitas dan bantuan yang diberikan ibu-ibu muda ketika menemani anaknya kelas 1-2 bersekolah. Masih banyak yang ingin belajar lagi, mengulang dan memperbaiki kemampuan membaca, menulis, hingga berhitung. Salah satunya adalah dengan hadir di Ruang RAISA.

Belum banyak yang bisa diambil dari kegiatan ini, namun paling dekat adalah pendampingan ibu di rumah kepada anaknya ketika ada robekan kertas, kalender, jadi menarik mendengar, “Nah ini apa bacanya..?”

Bagi yang ingin menyumbang buku-buku bacaan atau media baca lain untuk membantu Ruang RAISA, dapat menghubungi penulis di kontak yang tersedia atau melalui kantor Indonesia Mengajar. Besar harapan supaya gerakan ini menjadi kegiatan masif masyarakat dan kualitas pendampingan orang tua saat jam belajar anak tiba lebih efektif.

Bagaimana, memiliki hobi membaca masih tetap menarik kan?

Mari membantu..

Mari menyumbang..


Cerita Lainnya

Lihat Semua