DI ATAS DEK BAGAN PAK MUS

Junarih Jun 3 Februari 2011
Sampai  akhir minggu ke tiga ini saya masih belum bisa berinteraksi dengan pemuda setempat, selain karena waktu istirahat kerja yang tidak beririsan, jumlah pemuda di desa ini memang sangat sedikit.  Kebanyakan dari mereka “lari” ke Labuha untuk sekolah atau bekerja. Hanya mereka yang memutuskan berkebun atau menjadi nelayan bagan yang masih tinggal dan menetap di desa ini. Saya pikir tidak ada salahnya kalau di akhir minggu ini saya ikut bekerja di laut bersama mereka. Sangat kebetulan pak Mus punya bagan, saya minta ijin sama beliau untuk ikut ke bagan akhir pekan ini dan beliau dengan senang hati mengijinkan saya ikut. Seperti biasa, nelayan bagan memulai aktivitasnya sekitar jam 5 sore selepas ashar. Pak Mus dengan tiga orang pemuda desa yang saya belum kenal namanya mengangkut perbekalan ke boat kecil. Oleh pak Mus, saya hanya diberi tugas mengangkut 5 liter bensin ke atas boat dan perjalananpun di mulai. Bagan pak Mus diparkir ditengah laut agak sebelah timur desa. Boat yang kami tumpangi kira-kira melaju dengan kecepatan 60 km/jam dan tidak sampai 20 menit kami sudah sampai di bagan milik pak Mus. Selanjutnya boat di ikat dibelakang bagan dan digunakan untuk mendorong bagan lebih ketengah laut lagi dan kira-kira 30 menit kemudian boat berhentiu dan jangkar diturunkan. Di titik inilah jaring akan dipasang dan kami semua berharap dapat banyak ikan malam ini. Hari belum tampak gelap meski pelan-pelan garis kuning kemerahan di ujung barat mulai menebal. Pak Mus belum juga memutuskan memasang jaring. Kali ini ia sangat sibuk memasang lampu-lampu yang akan digunakan sebagai perangkap agar ikan-ikan mau datang ke jaringnya. Di bantu salah seorang yang saya lupa namanya padahal sempat kenalan sesaat sebelum naik ke boat, pak Mus dengan tangkas memasang lampu-lampu itu di tempatnya. Pemuda yang lain, paralel dengan pak Mus, menginstal generator dan menyalakannya. Jadilah sore itu sangat bercahaya seiring hari yang pelan-pelan gelap. Segera setelah menyalakan lampu-lampu perangkappun pak Mus tidak langsung menurunkan jaring, Ia sengaja menyalakan lampu-lampu itu untuk lebih dulu mengundang ikan-ikan mendekat ke bagannya, setelah beberapa jam dan dirasa ikan sudah kumpul mulai banyak pak Mus akan menurunkan jaringnya. Ada banyak sesuatu yang menyenangkan selama ikut ke bagan, terutama di waktu tunggu ikan-ikan kumpul, saya bisa kenal dekat dengan Bakhtiar, Bahrun, dan Iksan tanpa harus sengaja kenalan dalam suasana yang formal. Hanya dengan segelas kopi, sebatang rokok di tangan masing-masing dan segepok kartu yang kami mainkan kami jadi kenal satu sama lain. Dari sanalah pertemanan kami dimulai. Bakhtiar sudah menikah, Bahrun hanya tamat SD dan Iksan seingat saya tak lulus SMP. Entah alasannya apa, yang jelas teman-teman saya ini sangat menikmati hidupnya sekarang. Berangkat sore, pulang pagi, dapat uang dari ikut bagan dan menggunakannya untuk keperluan sehari-hari tanpa membebani orang tua lagi, bagi mereka sesuatu yang cukup menyenangkan. Barangkali menarik tau apa yang ada dipikiran masing-masing tentang apa yang menjadi cita-cita mereka setelah bangku sekolah tak lagi mereka duduki dan hidup tidak lagi dibangun di atas corat-coret rumus dan hafalan-hafalan nama-nama latin hewan dan tumbuhan, tapi saya pikir tidak baik menanyakannya saat ini, pertemanan baru saja dimulai dan saya tidak ingin merusak suasana menyenangkan duduk diatas dek bagan, main kartu, dengan sebatang rokok dan segelas kopi ditangan masing-masing.

Cerita Lainnya

Lihat Semua