Perjalanan Tiga Wanita

Intan Wahyuni 12 Desember 2010
Pagi di hari Minggu pada tanggal 28 Nopember 2010, saya bersiap-siap untuk ke Pelabuhan Roro di Air Putih Kec. Bengkalis untuk mengantar Nene (Nesia) yang akan ke Pinggir bersama Tika dan Nanda. Lewat pukul 08.00 Tika, Nanda, dan Nene menjemput saya di Selat Baru. Saya dibonceng oleh Nanda, sedangkan Tika dan Nene di honda (motor) yang lain. Dua honda melaju kencang di jalan menuju pelabuhan karena kami mengejar kapal yang akan berangkat pukul sembilan. Masalah bertambah karena kami tidak tau jalan menuju pelabuhan. Motor saya dan Nanda berada di depan. Saya yang mengarahkan Nanda untuk lurus atau belok. Jika tidak ada petunjuk di jalan saya hanya memakai feeling dan bismillah semoga jalan yang kami pilih benar. Alhamdulillah dengan mengandalkan petujunjuk di jalan, peta Kab.Bengkalis yang terdapat di kamera, feeling, dan bismillah kami sampai di Pelabuhan Roro sebelum pukul 09.00. Nene langsung menghubungi travel yang sebelumnya telah dipesan. Ternyata kapalnya sudah berangkat pada pukul 08.15. Sehingga kami menunggu kapal yang akan berangkat pada pukul 09.30. Nene masuk ke dalam mobil avanza merah marun, duduk di kursi paling depan di sebelah supir. Mobil berjalan dan masuk ke dalam kapal diikuti oleh mobil yang lainnya. Kami menunggu sampai mobil merah itu tak terlihat lagi. Perjalanan selanjutnya adalah mengunjungi Rangga dan Wildan di Pematang Duku Kec. Bengkalis. Karena pelabuhan ini terletak di Kec. Bengkalis, sayang sekali kalau kami langsung pulang ke Bantan. Saya dibonceng oleh Tika sehingga Nanda sendiri dengan hondanya. Dari Pelabuhan Roro di Air Putih kami menuju Desa Penawa. Kemudian dilanjutkan ke Desa Tameran, lalu Desa Panebal. Jarak antar desa lumayan jauh, jalan yang sepi dan rusak. Cuaca hari ini juga sangat terik dan panas. Saya melihat wajah di kaca spion motor begitu hitam dan berkeringat. Perjalanan kami tempuh sekitar dua jam. Hanya dengan melihat peta Pulau Bengkalis saya menuju Desa Pematang Duku. Setelah melewati Desa Panebal, sampailah kami di Desa Pematang Duku. Di pertigaan jalan Rangga sudah menuggu. Sebelum ke rumah Rangga kami berkunjung ke SDN 39 Pematang Duku tempat Rangga mengajar. Sekolahnya bagus dan besar, sepi sekali karena hari ini hari Minggu. Sekitar 3 km dari sekolah sampailah kami di rumah Rangga. Kami disambut oleh Bapak dan Ibu Asuh Rangga. Di rumah ini juga ada Wildan yang sedang memarud kelapa di dapur. Ibu sedang masak untuk acara di desa pukul dua nanti dan Wildan membantu ibu memasak. Sejak kemarin siang Wildan di rumah Rangga, tadi malam pun dia menginap di rumah ini. Kami duduk di atas tikar di rumah panggung yang terbuat dari kayu. Udara yang sebelumnya panas berubah menjadi dingin saat memasuki ruangan ini. Minuman dingin dan beberapa kue disuguhkan kepada kami. Ibu tetap melanjutkan masak di dapur. Bapak, Rangga, dan Wildan berbincang-bincang dengan kami di ruang tengah rumah. Tidak lama kemudian ibu memanggil kami untuk makan siang di dapur. Ibu telah menyiapkan makan siang untuk kami semua. Kami menuju dapur lalu duduk lesehan di atas tikar. Banyak jenis makanan yang ibu siapkan, ada nasi putih panas, ayam berbumbu, acar, dan jamur kuping. Setelah makan dan shalat zuhur kami pamit pulang, saat itu sudah mau pukul satu. Saya dibonceng oleh Tika, Nanda naik honda sendiri, Rangga membonceng Wildan. Rangga mengantarkan Wildan ke Desa Ketam Putih. Letak desa ini tepat di sebelah Desa Pematang Duku, tidak jauh jaraknya. Sedangkan kami bertiga menuju Kec. Bantan. Kami mencoba jalan yang berbeda dengan melewati Desa Muntai. Hanya berbekal peta Pulau Bengkalis dan petunjuk bapak asuh Rangga, kami memberanikan untuk melalui jalan lain. Desa Pematang Duku sangat sangat besar, namun akhirnya kami sampai juga di Desa Teluk Pambang. Jalan ini sangat sepi, jarang ada yang melalui jalan ini. Sehingga kami kesulitan ketika menemui pertigaan atau perempatan. Lagi-lagi kami mengandalkan feeling dan bismillah. Jalannya sangat parah, banyak berlubang, tergenang air sehingga sulit dilalui. Waktu tempuh menjadi semakin lama dengan jalan seperti ini. Saya sering turun dari honda karena Tika kesulitan jika menjalankan motor sambil membonceng saya. Di tengah jalan yang sepi ada kedai yang cukup besar. Kami memberhentikan honda di kedai tersebut. Lalu keluarlah penjulanya, dari tampilan fisik yaitu kulit putih dan mata fisik, penjual ini berasal dari suku atau turunan Cina. Kami membeli bensin dan bertanya jalan untuk menuju Desa Muntai. Penjual itu berkata, terus saja melalui jalan ini jika ada Mesjid dan lapangan bola maka belok kiri. Kami sudah merasa jauh dari kedai tersebut, mesjid dan lapangan bola tidak juga terlihat. Apakah kami sudah melaluinya namun tidak sadar? Apakah jalan yang kami lalui sekarang benar? Sepanjang perjalanan saya bertanya-tanya. Sedangkan Tika terus menjalankan honda di jalan yang rusak ini. Alhamdulillah akhirnya saya melihat mesjid dan lapangan bola. Memang jaraknya sangat jauh dari kedai tadi. Lalu kami belok ke arah kiri. Tidak lama kemudian sampailah kami di Muntai. Desa Muntai pun sangat besar. Target selanjutnya adalah Desa Bantan Air (rumah Fatia), saya sempat turun dari honda dan bertanya kepada warga arah menuju Bantan Air. Alhamdulillah lagi sampailah kami di Bantan Air. Sudah lebih dari dua jam saya di atas motor sejak dari rumah Rangga di Pematang Duku. Apa yang dirasakan Tika dan Nanda yang membawa honda? Saya yang diam saja merasa sangat pegal. Setelah sampai di Bantan Air kami mulai merasa tenang. Karena jalan selanjutnya sudah pernah kami lalui. Sehingga tidak perlu takut nyasar dan tanya-tanya warga lagi. Kami hanya melewati rumah Fatia, tidak bisa mampir karena hari mulai sore. Sampailah di Desa Bantan Tengah. Di desa ini kami berhenti dulu untuk mencuci honda. Karena ini honda pinjaman jadi harus dikembalikan dengan kondisi seperti semula, bersih dan bensinnya penuh. Setelah mencuci honda, Tika pulang ke rumahnya tidak jauh dari tempat pencucian honda. Sedangkan Nanda mengantarkan saya ke Selat Baru. Heuuuuuu,, perjalanan masih cukup panjang. Haduh-haduh badan ini udah ga kuat buat naik motor lagi. Di pasar di Selat Baru kami berhenti di sebuah kedai. Nanda memesan baso dan saya memesan mie rebus. Rasanya yaaa lumayanlah. Lumayan asin maksudnya. Hehehe.. Akhirnya saya sampai di rumah sekitar pukul lima sore. Hadooohhh.. cape banget.. tapi menyenangkan. Sambil tiduran saya melihat peta Pulau Bengkalis di dalam kamera. Saya hubungkan setiap desa yang telah kami lalui hari ini. Hah!!! Ternyata kami telah mengelilingi Pulau Bengkalis. Walau tidak sampai desa terujung pulau ini yaitu Sekodi. Ckckck perjalanan yang melelahkan..

Cerita Lainnya

Lihat Semua