Budak Jantan dan Betina Bersatu

Intan Wahyuni 15 April 2011
Ada 42 orang murid di SDN 32 Selatbaru terdiri dari 24 orang siswa dan 18 orang siswi. Memang sedikit jumlah muridnya. Namun, siswa dan siswi di sekolah ini sulit untuk bersatu, baik saat belajar di kelas maupun saat bermain. Khususnya murid kelas 4, saya banyak mengajar di kelas ini. Setiap pembuatan kelompok, murid perempuan dan laki-laki tidak mau disatukan. Murid perempuan selalu berkata, “Tak enak satu kelompok dengan budak jantan, mereka suka memukul.” Sedangkan yang laki-laki berkata, “Budak betina suka merajuk dan menghina, lesak satu kelompok dengan mereka.” Awalnya saya mencoba menghindar pembuatan kelompok saat mengajar di kelas. Namun, itu tidak mungkin. Saya membuat kelompok dengan membagi mereka secara acak melalui permainan. Saya berusaha menyatukan mereka saat belajar. Sekeras apapun usaha yang saya lakukan untuk menyatukan mereka pasti gagal. Mereka tidak mau dengan kelompok yang dihasilkan oleh permaianan tersebut. Akhrinya terbentuk kelompok siswa dengan siswa dan siswi dengan siswi. Untuk sementara saya ikuti keinginan mereka. Saya coba untuk mengalah dan memberi toleransi kepada mereka. Saya selalu berkata kepada mereka, “Ibu harap pada suatu hari ini nanti, kalian bisa bersatu. Budak jantan dan budak betina bermain dan belajar bersama.” Kompetisi antara siswa dan siswi juga sangat kuat, baik dalam belajar atau bermain. Sehingga mereka sering berkelahi, saling memukul dan mengejek satu sama lain. Entah kenapa, saya tidak bisa marah saat kondisi seperti ini. Setiap saya melihat mereka dan teringat beberapa cerita kehidupan mereka di luar sekolah, saya sangat memaklumi perbuatan dan sikap mereka di sekolah. Kasihan, mereka anak yang kurang perhatian orang tua. Keadaan dan lingkungan yang membuat mereka seperti ini. Saya selalu berusaha untuk mengetahui lebih jauh kehidupan mereka. Terinspirasi dari film The Freedom Writers dan beberapa saran Pengajar Muda Bengkalis, saya memberi tugas kepada siswa dan siswi ini untuk membuat catatan harian. Catatan harian ini bersifat rahasia, hanya saya dan si yang punya bukulah yang boleh membacanya. Saya memberi komentar berupa pesan atau saran setelah tulisan mereka. Seperti sebuah surat, kami saling bertanya dan membalas tulisan. Dari catatan harian inilah saya banyak mengetahui kehidupan mereka, apa yang mereka rasakan, dan beberapa keinginan mereka. Selain itu, saya juga mengajak mereka berbicara secara personal, dari hati ke hati. Mereka sangat jujur mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Sebenarnya mereka anak yang baik, mereka tidak betul-betul membenci budak betina atau budak jantan. Beberapa cara telah saya lakukan untuk mengubah sikap mereka. Catatan harian, konsultasi secara personal, pembuatan peraturan kelas, kontrak belajar, pembelajaran yang menyenangkan, dan permainan-permainan. Kadang saya merasa gagal, putus asa, dan sangat sedih. Sudah dua bulan saya mengajar di sekolah ini, namun saya merasa belum bisa menjadi bagian dari mereka. Kadang, saya merasa mereka membenci saya. Setiap teriakan yang mereka lontarkan kepada saya, setiap sikap buruk yang mereka tujukan untuk saya, saya berusaha untuk tidak marah, tidak membentak, dan tidak memukul mereka. Ingin rasanya mematahkan sapu di sudut ruang kelas, agar mereka bisa tau besarnya kemarahan saya atas sikap mereka. Tapi, saya tidak bisa. Saya mulai tidak bersemangat untuk mengajar. Ingin rasanya pergi dari sini, meninggalkan mereka untuk sementara. Sampai datanglah kesempatan untuk pergi. Indonesia Mengajar mengajukan permohonan kepada sekolah untuk Pengajar Muda di Bengkalis tidak mengajar selama 2 minggu. PM Bengkalis akan melakukan road show (pengenalan universitas) di beberapa SMA di Bengkalis dan retraining oleh Indonesia Mengajar. Saat retraining, saya sharing dengan Pengajar Muda Bengkalis dan juga guru kami, Bu Wei. Banyak saran, cara-cara, dan metode yang saya dapatkan untuk mengatasi masalah saya di sekolah. Saatnya membuat rencana baru. Saya tidak gagal, saya hanya belum berhasil. Lakukan semuanya dengan perlahan-lahan dan konsisten. Hari terakhir retraining, Bu Kepsek menelpon, beliau menanyakan kabar dan bertanya tentang kegiatan saya selama retraining. Tiba-tiba terdengar suara murid-muridku, mereka bertanya kapan saya mengajar kembali dan mereka berkata agar saya jangan dulu pulang ke Jakarta. Mereka pikir saya tidak akan mengajar disana lagi dan sudah pulang ke Jakarta. Saya senang karena mereka mencari saya dan menginginkan saya untuk mengajar kembali. Saya jadi semakin semangat lagi untuk mengajar di SDN 32 Selatbaru. Setelah saya pergi selama dua minggu, hari pertama di sekolah begitu menyenangkan. Sikap murid-murid di sekolah sedikit membaik dan mudah diatur. Tidak ada masalah di hari pertama ini. Saya mulai menerapkan metode dan cara-cara yang saya dapatkan saat retraining. Sebetulnya ini bukan metode baru, masih seperti cara lama yang biasa dilakukan, yaitu pengajaran yang menyenangkan dan permainan-permainan. Namun, kali ini saya lakukan dengan semangat baru. Setiap hari, saya terus mengajar dan mendidik mereka secara perlahan-lahan dan konsisten, mendidik dengan hati tentunya. Dari hari ke hari saya mulai melihat perkembangan sikap mereka menjadi lebih baik. Sampai pada puncaknya, saya membagi mereka ke dalam kelompok dengan sebuah permainan. Ternyata mereka menerima pembagian kelompok ini. Budak betina dan budak jantan bersatu. Tidak ada lagi siswa yang mengajatakan “Najis budak betina”, tidak ada lagi siswi yang mengatakan “Najis budak jantan”. Di luar kelas, mereka pun mau bermain bersama. Alhamdulillah, saya sangat bersyukur dengan suasana sekolah seperti ini. Apapun yang terjadi berusalah untuk mendidik dengan hati. Semoga Allah selalu memberi kekuatan dan kesabaran. Amin..

Cerita Lainnya

Lihat Semua