Resep Panjang Umur

Ika Martharia Trisnadi 10 Agustus 2011

Namanya Rosina, umurnya sekitar 100 tahun tapi sorot matanya masih cemerlang, masih lincah walaupun tungkai-tungkainya sedikit rapuh, pendengarannya sudah berkurang, tetapi ia fasih berbahasa Indonesia, senang bercerita dan senyum ramah selalu mengembang dari bibirnya yang merah (karena makan pinang).

 

 

Di rumah tempat tinggalku ada seorang nenek, ibu dari bapak piaraku. Nenek bernama Rosina atau biasa dipanggil Nenek Rosa. Menurut bapak-ku (yg berumur 74 tahun) saat ini usia nenek sudah 100 tahun lebih  (tidak ada yg tahu berapa tahun tepatnya). Bapak adalah anak pertama, dimana sebelum nenek melahirkan bapak, ia telah mengangkat seorang anak. Nenek dan kakek mempunyai 7 anak kandung.

 

Suatu sore nan teduh, kami berdua bercerita. Ia bercerita bahwa ayahnya adalah orang pertama yang menyebarkan agama Katolik di Fakfak. Ayahnya merupakan missionaris awam yang bersama dengan pastur Belanda menyebarkan agama Katolik. Selama hidupnya nenek sempat mengalami beberapa kali perang, yang lekat diingatannya adalah perang melawan Belanda dan Jepang. Menurut nenek (Saksi hidup) pertama-tama Desa ini telah dikuasai Belanda. Belanda telah ada sejak nenek masih kecil, lalu terjadilah perang sehingga kedudukan digantikan oleh Jepang. Menurut nenek saat itu semua orang Belanda keluar dari Papua dan orang-orang China mengungsi ke gunung-gunung.

 

Semasa Jepang, pasukan Jepang menghancurkan gereja-gereja, lonceng-lonceng besar, rumah-rumah dan penduduk diminta menanam kebun. Ketika sudah dekat panen, pasukan Jepang  mengawasi setiap hari dan membawa hasil panen mereka. Setelah beberapa bulan, terjadilah perang (nenek tidak menyebutkan antara siapa) dimana bom berjatuhan setiap hari dan banyak memakan korban. Hal ini membuat nenek dan sanak keluarganya mengungsi di gua-gua di kaki gunung. Setelah perang reda, mamanya membawa dia ke kampung Siboru ini. “Kalau malam gelap, tara ada yang berani keluar. Tinggal-tinggal terus… sampai perang reda. Mama ambil penggayung, bawa nenek turun ke sini.”

 

 

Nenek adalah sosok yang periang, menikmati hidupnya dan suka kebersihan. Meskipun sudah lanjut usia, nenek masih suka mencuci piring, menyapu dan menumbuk pinang. Ia paling senang menyapu rumah, sedikitnya 3 kali sehari nenek menyapu rumah (Ia akan sedih atau mengomel bila dilarang menyapu). Selain itu nenek sangat rapi menyimpan barang-barang. Di kamarnya semacam mini market yang berisi berbagai kaleng-kaleng dan belanga-belanga besar, dimana di dalamnya tersimpanan makanan dan perlengkapan dapur lainnya, mulai dari simpanan gula, beras, minyak, sabun cuci, teh, kopi, garam, biscuit dan lainnya. Ia dapat menyimpan sangat rapi sehingga simpanannya tidak  dimakan tikus maupun semut. Setiap pagi dan sore, nenek akan duduk di dekat pintu, menumbuk pinang sambil melihat-lihat keluar. Ia senang mengamati orang yang lewat, menikmati bunyi laut di depannya dan mendengar suara burung yang berkicau dari belakang rumah.

 

Nenek sangat sayang padaku, Ia mengeluarkan bantal guling besar yang masih baru dan memberikannya padaku seraya berkata “Ibu pakai ini, ini punya nenek. Nenek pakai yang kecil, ibu pakai yang besar.” Aku sangat terharu saat itu karena di rumah itu ada banyak cucu dan anaknya tetapi nenek malah memberikannya padaku yang notabene baru berkenalan dengannya beberapa saat saja.

 

 

Nenek adalah sosok yang mengajarkanku bagaimana menikmati hidup ini; bekerjalah untuk memenuhi kebutuhanmu, menyimpanlah untuk masa susah (saving) dan sediakan waktu khusus untuk dirimu. Mungkin tiga hal ini adalah resep umur panjang seperti nenek .

 

10 Agustus 2011


Cerita Lainnya

Lihat Semua