First Day at Paser
Ijma Sujiwo 27 Januari 2011
Jumat, 11 November 2010, Jam 12.00 WITA..
Kami semua sangat bersemangat, khususnya PM yang ditempatkan di daratan karena pada hari itu kami akan ke rumah orangtua asuh kami. Perasaan saya sangat tidak menentu antara antusias karena ingin mengetahui rumah dan anggota keluarga baru saya dan takut karena tidak sesuai dengan apa yang saya bayangkan..
Perjalanan dimulai ke tempat orangtua asuh Diah, yaitu Kepala Desa, di daerah Rantau Panjang, Tanah Grogot. Ketika sampai di rumahnya, kami semua sangat terkejut karena rumah yang akan ditempati Diah sedang direnovasi... lalu kami bertanya-tanya “Diah akan tinggal dimana?”
Ternyata Diah untuk sementara akan tinggal di rumah adik kepala desa dimana dimana rumahnya sangat kontras sekali dengan rumah kepala desa, yang satu berdinding dan beralas kayu dan yang satu berdinding bata dan beralas keramik. Menurut saya Diah beruntung karena dia bisa merasakan rumah asli penduduk tersebut dan rumah modern (rumah Pak Kades). Kita semua sempat berkenalan dan berinteraksi dengan keluarga baru Diah. Mereka sangat “welcome” dan hangat, terutama nenek Pak Kades, beliau mengingatkan saya kepada nenek saya yang sudah meninggal dan membuat saya merasa betah untuk tinggal di sana.
Setelah dari rumah baru Diah, kami langsung menuju rumah Zaki, yaitu sekretaris desa, di daerah yang sama dengan Diah. First impression terhadap rumah Zaki adalah “minimalis” dan “fungsional”. Jika saya lihat rumah baru tersebut sesuai dengan kepribadian Zaki, yaitu rapi dan bersih. Ada satu ruangan yang menurut saya sangat nyaman sekali, yaitu teras. Di teras tersebut terdapat bangku panjang yang mungil dan di depannya disediakan pemandangan yang sungguh luar biasa. Selain itu di samping kiri dan kanan di rumah baru tersebut di kelilingi oleh hamparan sawah yang sedang menguning. Wahh.. saya sempat iri dengan rumah Zaki tersebut dan semakin deg-degan mengenai rumah baru saya.
Selesai menaruh barang dan berkenalan dengan orangtua asuh Zaki, lalu kami melanjutkan ke rumah orangtua asuh mutia di daerah Sungai Tuak. Rumah baru mutia ternyata tepat di tepi Sungai Kandalo dan untuk menuju ke sana ternyata kita diantar oleh perahu milik orangtua asuh mutia. Ketika menginjakkan kaki di rumah baru mutia saya langsung berkata “wow” karena rumahnya sangat luas dan besar. Ditambah lagi dengan dua kamar mandi (satu untuk laki-laki dan satu untuk perempuan), seperti di mall saja dimana kamar mandinya di pisah sesuai gender. Orangtua asuh mutia sangat ramah dan perhatian, dimana kami disediakan makanan “kue kering” dan minuman “es teh manis” yang sangat lezat sekali (karena memang kita sedang lapar dan haus). Kue kering yang di sajikan sangat banyak dan ternyata setelah ditanya-tanya keluarga baru mutia pintar sekali membuat kue (baik kue kering maupu basah). Wah.. di sana mutia bisa belajar membuat kue deh.
Perjalanan dilanjutkan ke rumah orangtua asuh Nisa Ims di daerah suatang, Paser Belengkong. Rumah orangtua asuh Nisa Ims ternyata di daerah dataran tinggi dan dekat dengan perkebunan kelapa sawit. Ketika sampai di rumah orangtua asuh Nisa Ims, kita sangat terkejut dengan warna cat rumahnya. It’s “candy house” kata teman-teman PM. Udara di sana juga cukup sejuk dan tidak terlalu panas tidak seperti di daerah rumah Diah, Zaki dan Mutia. Ternyata orangtua asuh Nisa usainya tidak terlalu jauh dengan Nisa hanya beda 1 tahun, “wahh Nisa punya orangtua sekaligus teman nih..”. salah satu yang membuat ngiri temen-teman PM yang lain adalah printer, jadi orangtuas asuh Nisa memiliki printer dan bisa digunakankapan saja “pengennnn...”
Setelah puas menjelajahi ruangan yang ada di rumah Nisa, akhirnya kami pamit untuk menuju rumah nyunyun di Suatang Baru. Sampai di rumah orangtua asuh Nyunyun kami sangat terpana karena rumahnya begitu asri banyak sekali tanaman dan bunga di pekarangan rumahnya. Kami disambut oleh Ibu asuh Nyunyun, Ibu Yuli, dengan ramah dan sedikit “medok” berbicaranya. Hal tersebut karena Ibu Yuli berasal dari Magelang. Teman saya “Nova” langsung menyambutnya dengan bahasa Jawa. Mereka berdua langsung asyik mengobrol dengan bahasa jawa “seperti nonton TV lokal Yogya heehehee..”. sebelum sampai di rumah orangtua asuh Nyunyun ada peristiwa yang sangat mengejutkan, yaitu Nyunyun berteriak gembira ketika melihat minimarket di dekat rumahnya. “akhirnya doa lo terkabul nyun..” kata Nisa. Rumah orangtua asuh Nyunyun memang sangat strategis dimana di sekitar rumahnya ada minimarket, mesjid, jalan raya beraspal dan tower telkomsel. Hal tersebut sempat membuat tema-teman iri, termasuk saya, dan tidak ingin pulang. Menurut analisis saya keadaan rumah orangtua asuh dari Diah sampai Nyunyun cenderung meninngkat grafiknya sehingga membuat saya H2C (Harap-Harap Cemas) mengenai kondisi rumah orangtua asuh saya.
Perjalanan dilanjutkan kembali menuju rumah orangtua asuh Nova di daerah Suliliran Baru, saat menuju ke sana waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore dan itu berarti saya akan sampai di rumah orangtua asuh saya malam hari. Perjalanan menuju ke sana cukup asyik dan medebarkan karena kondisi jalannya yang cukup dangdut “bergoyang”. Ketika sampai orangtua asuh Nova menyambut kami dengan baik dan setelah berkenalan ternyata orangtua asuh Nova berasal dari Sunda. Hal ini sangat kontras dengan Nyunyun dimana Nyunyun yang berasal dari Sunda mendapatkan orangtua asuh dari Jawa, sedangkan Nova yang berasal dari Jawa mendapatkan orangtua asuh dari Sunda. Saat di sana kami disambut dengan ramah dan hangat. Nova terlihat sangat senang dengan keluarga barunya karena memang baru pertama kali bertemu. Kami semua beramah tamah dan memohon izin untuk menitipkan teman kami “Nova”. Waktu semakin malam dan akhirnya kami pamit karena masih ada satu rumah lagi yang harus kami tuju, yaitu rumah oarangtua asih saya sendiri.
Perjalanan menuju rumah orangtua asuh saya dari rumahnya Nova tidak terlalu jauh namun ada 1 tantangan yang harus kita lewati yaitu kondisi jalan yang berbatu bahkan ada yang tanah liat “becek dan berlumpur”. Sangat “rock and roll” kondisi jalan menuju tempat saya bahaka salah satu teman saya menyebutkan bahwa kita sedang berarung jeram didarat. Selain kondisi jalan yang menantang, tempat saya menyediakan pula suasana yang sepi dan sangat gelap karena masih banyak hutan dan listrik belum masuk. So “welcome to my junggle”. Setelah kurang lebih 30 menit kita “berarung jeram” akhirnya sampai juga di rumah keluarga baru saya, yaitu Ibu Sri. Rumah kelurga baru saya sangat tradisional, berbentuk rumah panggung dan semuanya terbuat dari kayu. Wahh.. akhirnya saya menempati rumah tradisional Kalimantan Timur. Rumahnya panjang ke belakangdan di samping kiri kanannya di dampingi oleh 2 kolam yang besar. Di rumah baru saya ternyata belum masuk listrik dan saat malam biasanya menggunakan genset. Kelurga baru saya ternyata memiliki bisnis sampingan yaitu salon dan tata rias pengantin.. wahh bisa potong rambut gratis nih. Penyambutan keluarga baru saya ramah dan terasa sangat jawa, karena Ibu angkat saya selalu merendah dan menyebutkan kata “apa adanya”. Ketika kami beramah tamah ternyata kami disajikan buah jambu merah yang sangat ranum dan segar. Tanpa disuruh teman-teman saya langsung mengambilnya karena memang mereka sudah kelaparan. Setelah saya memasukkan dan membereskan barang, kami langsung pamit untuk kembali ke istana kami “Pendopo Bupati Paser”
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda