info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

"PAHLAWAN TANPA TANDA JASA" atau "PAHLAWAN TANPA JASA"

Ibrena Merry Sella Purba 25 November 2013

Kata "korupsi" adalah kata yang sangat melekat pada oknum-oknum penting dalam dunia pemerintahan yang mengambil uang negara dalam jumlah yang sangat besar. Bahkan, untuk menyebutkan nominalnya saja pun terlalu panjang.

Kata "korupsi" adalah kata yang sangat melekat pada oknum-oknum penting dalam dunia pemerintahan yang mengambil uang negara dalam jumlah yang sangat besar. Bahkan, untuk menyebutkan nominalnya saja pun terlalu panjang.

Benarkah korupsi hanya bisa dilakukan oleh orang-orang besar yang duduk di kursi-kursi tertinggi dalam hirarki pemerintahan?

Nyatanya, siapapun bisa melakukan korupsi.

 

Suatu siang, aku mendapat undangan makan di rumah seorang guru. Maklum, sumbu kompor sudah habis. Kayu bakar pun tak ada lagi. Aku harus menunggu mama piara pulang dari ibukota kecamatan dengan membawa sumbu kompor agar bisa memasak lagi. Kami menikmati makan siang sambil membicarakan dan memikirkan nasib perkembangan pendidikan.

"Kalau orang lain bilang guru itu pekerjaan mulia, sesungguhnya tidak juga. Bahkan, seorang guru punya kesempatan yang besar untuk melakukan korupsi. Kamu juga bisa melakukan korupsi nantinya kalau tidak melakukan pekerjaan dengan baik."

"Saya kaget sekali waktu Mama mertua melontarkan kalimat itu. Tidak pernah terpikir oleh saya untuk melakukan korupsi saat bekerja", ujar guru itu.

"Korupsi itu dimulai dari hal yang paling kecil namun sering dilakukan, korupsi waktu. Korupsi waktu dimulai dari keterlambatanmu. Waktu bekerja tidak benar-benar terpakai untuk bekerja. Dari situ kamu sudah mulai melakukan korupsi. Kamu sebenarnya tidak pantas mendapatkan uang dari pekerjaanmu setiap bulannya. Uang itu kamu dapat karena posisi pekerjaanmu, bukan karena usaha pekerjaanmu. Enaknya, kamu bisa bebas melakukan itu. Toh, orangtua dan masyarakat tidak tau apa yang sebenarnya kamu lakukan selama di sekolah", lanjut mertuanya guru itu.

"Waktu saya pertama kali diangkat menjadi PNS, Mama mertua saya dengan tegas menasehati saya tentang tanggung jawab yang saya emban sebagai guru. Jangan sembarangan mengajar. Anak-anak bisa jadi korban."

 

Datang terlambat ke sekolah. Beristirahat sebelum bel istirahat dikumandangkan. Tidak mengajar saat waktunya mengajar. Pulang sebelum waktu yang telah disepakati. Tidak mengembangkan diri demi peningkatan kualitas pelayanan pada anak. Menghakimi anak atas kesalahan mereka tanpa membimbing mereka untuk keluar dari ‘lobang’ kesalahan itu. Dari hal-hal kecil yang tampaknya sepele, sesungguhnya berdampak besar untuk anak-anak yang kita layani. Kita sebagai guru masih bisa menikmati rezeki setiap bulannya, namun apa yang anak-anak didik kita dapatkan? Mereka tidak menikmati hak untuk belajar dan diajar sesuai hak yang harusnya mereka peroleh.

 

Kalau sudah begitu, masih layakkah guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa? Atau, guru-guru ini lebih baik disebut sebagai pahlawan tanpa jasa?

 

 

Semoga Hari Guru tidak menjadikan para guru sombong karena banyaknya hak yang didapat berkat posisinya, namun boleh berbangga ketika anak yang dianggap biadab sekalipun bisa berubah menjadi berakhlak mulia berkat didikannya.

Semoga Hari Guru tidak menjadikan momen ini sebagai ajang menuntut kepada orang lain atas hak yang harusnya ia peroleh, namun lebih banyak menuntut performa dan pelayanan terbaik kepada dirinya sendiri.


Cerita Lainnya

Lihat Semua