Mereka Menyebutnya “Sekulah”
Hidayatul Mabrur 25 Agustus 2013Tulisanku kali ini masih seputar kebingungan berbahasa. Kalian tahu “Sekulah”?, ya, Sekolah maksudnya. Tapi sayangnya anak-anakku disini tak kenal dengan yang namanya Sekolah, mereka hanya tahu “Sekulah” sebagai rumah mereka belajar jika pagi hari tiba. Ketika awal-awal aku disini, pernah beberapa kali aku keceplosan menyebut kata Sekolah di hadapan mereka, tarnyata mereka butuh waktu untuk memahami kata itu, bahkan tak sedikit yang kebingungan, persis seperti orang awam yang baru mendengar istilah-istilah ilmiah pada acara seminar promosi doktoral, di kampus-kampus. He..
Bagiku, sebenarnya kata itu tidak asing. Aku teringat betul bagaimana fasihnya sosok Bu’ Muslimah —pemeran guru perempuan nan anggun dalam filem Laskar Pelangi itu— yang menyebutkan kata “Sekulah” berulang kali dalam beberapa dialognya. Hanya saja setelah disini, aku benar-benar merasa fasih dalam menyebutkan kata itu, fasih betul, sefasih Bu’ Muslimah. “Nak ke Sekulah[1]” kataku, ketika aku ditanya orang-orang kemana aku hendak pergi saban pagi.
Sejujurnya, aku belum tahu betul bagaimana sejarah transformasi kata itu, dari kata Sekolah menjadi Sekulah. Jika kuperhatikan, tidak semua pula dalam bahasa Melayu Semende ini setiap huruf “O” dirubah menjadi “U”. Contoh saja, kata mangkok mereka tetap menyebutnya mangkok. Pistol tetap menjadi pistol, selain itu kata “foto” huruf “O” ditengahnya itu tidak berubah menjadi “U” “futo”, namun tetap mereka menyebutnya dengan lafal “foto”. Jujur, aku bingung.
Perubahan yang tak beraturan ini pernah kutanyakan langsung ke Kepala Desa, yang juga merupakan hostfamku[2] disini. Kutanyakan mengapa transformasi huruf “O” ke “U” dalam beberapa koskata saja, tidak terjadi pada semua kosakata dalam bahasa disini. Beliau juga bingung menjelaskannya. Ujung-ujungnya, jurus merujuk ke nenek moyang itu keluar juga. “itu sudah dari warisan nenek moyang kami”, katanya. Aha, sekali lagi ini penjelasan yang cukup complicated, Sir.!
Tapi inilah mungkin, satu diantara ribuan hikmah yang ingin Tuhan pertunjukkan kepadaku. Dipelosok belantara yang jauh dari hingar-bingar dan lampu-lampu kota ini, banyak sekali hal-hal baru yang membuatku semakin menjadi pembelajar. Disini, sepertinya segalanya bisa disyukuri, mulai menjadi hal yang membuat “geli hati” hingga yang meneteskan air mata. Semua hanya disini, di Negri kecilku ini, Semende.
[1] Bahasa Melayu: artinya, mau ke sekolah
[2] Keluarga angkat, tempat aku tinggal di desa
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda