info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Keakraban Kami Tidak Kering Seperti Air

Hety Apriliastuti Nurcahyarini 18 November 2011

5 Agustus 2011

Kenangan

 

Ini kali kedua, saya mencuci baju di sungai. Sedangkan bagi ibu angkat saya, ini kali kesekian beliau mencuci baju di sungai. Di rumah, memang tidak ada kamar mandinya. Jadi segala aktivitas ‘per-cuci-an’ dilakukan di sungai. Sejak saya tinggal di rumahnya, ibu angkat memang tidak rela saya mandi di sungai, mengikuti jejaknya. Ibu angkat menyuruh saya mandi di rumah Kak Lala atau Kak Lawi, dua tetangga yang rumahnya ada kamar mandinya.

Tapi kali ini berbeda. Air sedang tidak mengalir. Akibatnya, kering. Baju kotor saya sudah mulai menggunung, teronggok di pojokan kamar. Jadi akhirnya, saya putuskan untuk mencuci baju di sungai, mengikuti jejak ibu.

Untuk menuju sungai, kami harus menuruni hutan. Sebenarnya, jangan dibayangkan sungai besar yang airnya mengalir deras. Ini hanya sebuah sumber yang tertata apik. Pada awalnya saya juga sempat heran. Alam sepertinya mau berkompromi. Batu-batu tersusun sedemikian rupa sehingga menutupi sumber. Yaa, mirip tembok alami. Jadi, kami, para perempuan, bisa melakukan aktivitas ‘per-cuci-an’ dengan nyaman karena tertutup batu-batu yang baik hati tadi.

Di sumber, kami semua akrab. Mencuci berjamaah istilahnya. Berbicara sana-sini, mulai dari manfaat sabun mandi sampai gosip yang sedang ‘in’ di kampung. Asyik sekali rasanya, sampai-sampai kami lupa masalah kekurangan air yang sedang melanda. Selain kegiatan ‘per-cuci-an’ itu, ibu-ibu tetangga juga hilir mudik mengambil air dengan ember besar. Mereka perkasa sekali. Ember yang telah penuh terisi air disunggi alias dibawa di atas kepala. Dalam bahasa Bawean disebut nyoon (baca: nyo on). Saya kagum. Ibu-ibu itu bisa menahan keseimbangan sedemikian rupa, padahal jalanan hutan berbatu menanjak.

Saya belajar. Keterbatasan tidak membuat perempuan-perempuan itu berpangku tangan. Kekurangan justru membuat perempuan–perempuan mencari akal. Masalah tidak membuat perempuan-perempuan itu mengeluh. Masalah justru membuat mereka sabar, membuat mereka kuat. Apa yang diberikan hidup disyukuri, apa yang tidak diberikan hidup, tidak ditangisi.

Mari belajar dari perempuan-perempuan Bawean.


Cerita Lainnya

Lihat Semua