Ibu Guru dan Anaknya Sama-sama Lucu

Hety Apriliastuti Nurcahyarini 22 Oktober 2011

TKP: Ruang kelas 6 saat istirahat Sampai pukul 09.20, kami sudah belajar IPA dan bahasa Inggris. Pukul 09.20 adalah waktu mereka istirahat. Sebelum istirahat, tepatnya pukul 08.45, kami belajar bahasa Inggris. Kami belajar huruf. Ya, belajar huruf dalam bahasa Inggris tentunya. Awalnya, mereka tampak malu-malu untuk mengucapkan lafalnya. Mungkin lafal atau pengucapannya terdengar asing bagi mereka yang seumur hidup belum pernah keluar dari Pulau Bawean. Tapi, saya tegaskan, “Ayoooo... tidak usah malu-malu”. Untuk mempermudah, saya menggunakan lagu ABC (baca: ei-bi-sie). Saya tahu anak-anak suka musik. Saya tahu di lingkungan rumah mereka, mereka lebih akrab dengan lagu-lagu dangdut koplo daripada lagu anak-anak yang ceria dan penuh suka cita. Jadi, saya bilang saja, “Ini lagu oleh-oleh Ibu dari Jakarta”. “A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U and V W and X Y Z Now you’ve heard my ABC Tell me what you think of me...” Lalu saya berkata, “Ayo tes suara, aaaaaa...” sambil kedua tangannya di samping mulut. Mereka pun serempak menirukan, “Aaaaaa...”.  Dan kami pun bernyanyi bersama. Nyanyian kami terhenti saat salah satu dari anak berkata dengan lantang di kelas, “Buuuk, istirahat”. (note: Sttt, jangan salah, mereka sangat terampil membaca jam istirahat dan peka dengan kata-kata istirahat). Saya pun melihat jam tangan dan ternyata jam masih menunjukkan pukul 09.15. “Ini lhoh, di jam tangan ibu masih menunjukkan pukul 09.15, “ kata saya sambil menunjukkan jam ke arah anak tadi. “oh iya ya bu,” jawab anak itu sambil menyengir polos. Nah, sambil menunggu waktu istirahat, saya berniat menambah perbendaharaan lagu mereka dengan menyanyikan lagu jempol ala Pengajar Muda (diajarkan saat sesi Pramuka di Pelatihan). Saat saya nyanyikan lagu itu mereka berkata, “Buuuu, di TK pernah”. “Ah masak, coba bagaimana?” kata saya dengan nada menantang ingin pembuktian. Mereka pun bernyanyi, saya mengiringi, dan ada satu anak bernama Halil yang menirukan suara gendang. Entah ada angin apa, tawa saya tiba-tiba pecah, “Gyahahahahahahahaha.” Saya tertawa melihat kepolosan Halil beserta ekspresi mukanya yang dengan santainya menambahkan suara gendang saat kami semua menyanyikan lagu jempol. Anak-anak pun heran melihat saya yang tertawa lepas. Mereka pun tertawa sambil berkata, “Wah ibu, bisa tertawa seperti itu juga ya”. Mendengar kalimat itu, saya pun tertawa lagi. Tertawa tulus, tertawa lepas. Bukan tertawa karena lucu kali ini, melainkan tertawa bahagia. Hati saya bahagia ternyata anak-anak di kelas memperhatikan saya walau hanya beberapa menit, yaitu saat saya sedang tertawa.


Cerita Lainnya

Lihat Semua