Celoteh Bocah: Balada ‘Honai’ dan ‘Hanoi’

Hety Apriliastuti Nurcahyarini 22 Oktober 2011

Children see, children do. Children hear, children do. Itulah kata-kata yang saya pegang kuat sejak menjadi guru. Apa yang anak-anak lihat akan dilakukan oleh mereka. Apa yang anak-anak dengar, akan dilakukan oleh mereka. Seperti itulah kejadian yang saya alami. Beberapa hari yang lalu, kami menonton film ‘Denias, Senandung di Atas Awan’ bersama. Setting dari film itu adalah di daerah pedalaman Papua. Sambil menonton, saya menjelaskan bahwa rumah adat suku Papua adalah ‘Honai’, terbuat dari kayu dan rumbia. “Bukan Hanoi lho, Hanoi ibukota Laos, tapi Honai” tegas saya. “Ya, bu,” jawab anak-anak sambil menganggukkan kepala tanda mengerti. Keesok harinya, kami semua sedang belajar IPS. Kami bermain kuis menyebutkan ibukota negara-negara ASEAN. “Ibukota negara Laos?,” saya melempar pertanyaan. Hampir semua anak serempak menjawab “Honaaaaai,” sambil tersenyum-senyum melihat muka saya yang mulai berkerut dipenuhi keheranan mendengarkan jawaban ‘Honai’. Karena tak kuat menahan senyum, akhirnya tawa mereka pun pecah. “Hahaha, iya, buuuu, Hanoi kok.” Oh, mereka sengaja mengerjai saya rupanya. Saya pun tersenyum malu.


Cerita Lainnya

Lihat Semua