Bawean dan Jogja Bersaudara

Hety Apriliastuti Nurcahyarini 1 Januari 2012

Di Bawean ada Upak-upak, di Jogja ada Semprong. Upak-upak dan Semprong, dua buah panganan (kue) yang terpisah laut Jawa ini ternyata rasanya mirip. Tak hanya rasanya, bentuknya, warnanya, dan teksturnya pun mirip. “Padhe, Bu, padhe!” kata murid saya ketika untuk pertama kalinya merasakan kue Semprong yang sengaja saya bawa dari Jogja.

‘Padhe’ adalah bahasa Bawean yang artinya ‘sama’. Ini sebenarnya adalah pelunasan janji saya kepada murid-murid saya. Beberapa bulan sebelumnya, saat bermain bersama Tika dan Lina, saya diberi kue Upak-upak oleh tetangga (−ingat cerita saya sebelumnya kan? Makanan, Bahasa Universal−). Sambil menikmati beberapa gigitan kue Upak-upak, saya bercerita kepada Tika dan Lina bahwa di Jogja pun ada kue yang mirip. “Ah, masak, Bu?” seru Tika setengah tak percaya. “Namanya Semprong,” lanjut saya untuk meyakinkan Tika. Detik berikutnya, tawa Tika dan Lina pecah,

“Bwahahahahahahaha... namanya kok aneh, Bu!” Wajar sih kalau mereka tak percaya. Anak-anak di Bawean pada umumnya sangat bangga dengan pulaunya ini. Kadang, saking bangganya, mereka mengaku banyak barang atau benda yang hanya ada di Pulau Bawean sedangkan di daerah lain tidak ada. Yah, bolehlah. Saya anggap hal ini sebagai rasa nasionalisme mereka pada pulau yang terletak di tengah-tengah Laut Jawa ini. Siapa lagi yang cinta Bawean kalau bukan anak-anak Bawean sendiri? Ya, kan? Tidak sampai di situ saja, di tengah gelak tawa Tika dan Lina yang tidak berhenti sepanjang sore itu, saya berjanji untuk membawa kue Semprong dari Jogja yang mirip dengan kue Upak-upak dari Bawean pada suatu hari nanti.

Akhirnya, inilah hari bersejarah itu. Jumat, 20 Januari 2012 pukul 10.00 WIB, saya mempertemukan kue Semprong di lidah murid-murid saya di Bawean. Sebelumnya di kelas, mereka sengaja saya buat penasaran sedemikian rupa, “Hayoh, Ibu punya kejutan. Ibu bawa dari Jogja, oleh-oleh kemarin liburan.” Tak tahan dengan raut muka yang penasaran setengah mati bercampur geli karena tak kunjung benar tebakannya, saya pun mengeluarkan kalimat kunci, “Tika dan Lina pasti tahu. Itu tuuuuh... .”

“Bwahahahahahahaha... Semproooooooong!” jawab Tika dan Lina kompak sambil tertawa mengingat peristiwa pada sore itu. Begitulah, walau Pulau Bawean dengan Jogja jauh, menjadi sedemikian dekatnya dengan kue coklat manis yang berbentuk tabung ini. Walau bahasa berbeda, budaya berbeda, kondisi alam berbeda, akan menjadi sama ketika menyangkut makanan. Mungkin, boleh juga ya, makanan menjadi salah satu aspek pemersatu Indonesia suatu saat nanti :)  


Cerita Lainnya

Lihat Semua