Mereka Memang Tidak Sama

Hendra Aripin 7 Januari 2011
Sering kali kita mengatributkan kemalasan sebagai penyebab kegagalan seseorang. Mudah saja bagi kita untuk menyalahkan effort dan menganggap segala sesuatu yang kita dapatkan berasal dari usaha kita. Jujurlah pada diri anda sendiri, ketika anda melihat seorang petani berusia muda, kadang-kadang terlintas pikiran bahwa orang ini malas sekali, kenapa tidak kerja yang lain saja? Atau ketika melihat ada seorang anak muda yang sedang nongkrong-nongkrong dengan teman-temannya dan bukannya kuliah? Apa yang anda pikirkan?Kesuksesan dipengaruhi oleh banyak faktor dan memang salah satunya mungkin adalah kerja keras. Jauh lebih mudah untuk mengklaim kesuksesan adalah buah kerja keras, perencanaan matang, dan visi hebat (dan saya bukannya bilang tidak sama sekali).  Saya sendiri kadang-kadang merasakan hal serupa. Mengapa mereka malas? Senin sampai dengan Rabu, 20-22 Desember 2010, Pengajar Muda Halmahera Selatan mengadakan acara roadshow untuk memperkenalkan anak-anak kelas 3 SMA di kabupaten ini ke segala tetek bengek dunia kuliah. Fakultas, penjurusan, pembiayaan, inspirasi, dan cara mendapatkan informasi adalah hal-hal yang kami share dengan mereka. Remaja-remaja ini terlihat sangat antusias. Wajar saja, tidak banyak sarjana di sekitar mereka apalagi sarjana dari universitas negeri yang cukup terkemuka. Saya tidak tahu pasti angkanya, tetapi angka angkatan lulus SMA yang tidak melanjutkan kuliah kelihatannya cukup tinggi di kabupaten ini. Sejauh yang saya lihat, banyak sekali pemuda usia SMA sampai dengan mahasiswa yang tidak mengecap level perguruan tinggi. Well, setiap kali saya menemui remaja-remaja ini, mereka sedang bernyanyi bersama, bermain bola, atau sekedar memancing. Di hari-hari tertentu, biasanya malam, mereka pergi ke laut untuk memancing ikan untuk kebutuhan mereka. Di desa penempatan saya, Belang-Belang, dalam sebuah kesempatan, saya berbincang dengan salah seorang tokoh masyarakat, (dipanggil pak haji, yang saya tidak tahu nama aslinya karena semua orang memanggilnya demikian). Beliau tidak dikaruniai oleh anak-anak dan karenanya beliau mengangkat beberapa “anak piara” . Semua anak piaranya tidak ada yang mengecap pendidikan SMA, rata-rata pekerjaannya sekarang adalah berkebun. Tidak ada satupun dari mereka yang saya lihat sebagai pemalas. Hanya saja, kesempatan memang tidak pernah datang kepada mereka.Begitulah juga yang terjadi pada pemuda-pemudi di Halmahera Selatan. Mereka tidak pernah betul-betul punya kesempatan. Banyak di sini yang berkata mereka tidak mampu, mereka lebih bodoh daripada orang-orang di Pulau Jawa. Well, alasan mereka memiliki keterbatasan kemampuan mungkin karena mereka tidak mendapatkan pendidikan yang seimbang. Di mana ada niat, di situ ada jalan. Bagaimana mau berniat untuk mencapai sesuatu jika memang tidak terbayangkan sebelumnya? Terlintas di pikiran saya, cita-cita kita yang sangat tinggi adalah refleksi kita terhadap panutan/inspirasi seseorang yang kita lihat. Mereka tidak punya kemewahan itu. Mereka memang tidak sama. Kami ber-10 tidak bisa menyajikan hal itu. Kami mencoba sebisa mungkin membekali mereka dengan sedikit kejelian dalam mencari informasi dan membuka wacana mereka soal mimpi. Saat ini, remaja-remaja ini baru tahu bahwa mimpi yang tersedia di lapangan adalah menjadi pegawai, dokter, perawat, bidan, pengusaha, dan mungkin arsitek. 2-4 jam yang kami sediakan untuk mereka mungkin tidak akan benar-benar membukakan jalinan mimpi mereka ke hal-hal baru, ke hal-hal yang mereka tidak ketahui sebelumnya. But at least, mereka tahu, ada sesuatu di luar kotak kecil mereka, yang luar biasa, yang bisa saja menunggu mereka, jika saja mereka bersedia berusaha lebih keras (bila dibanding remaja-remaja kurang mampu di Jawa), masa depan yang cerah dan bergairah sedang menunggu mereka. Meminjam istilah teman saya, Dika, “Dengan segala keterbatasan yang ada, jangan batasi mimpi teman-teman.” Well, mengenal sesuatu yang mereka tidak bisa bayangkan sebelumnya, dan kemudian dare to dream mungkin adalah langkah awalnya. Bagaimanapun, mereka masih membutuhkan kesempatan untuk mencapai hal-hal itu. “Belajarlah sekeras dan secerdas mungkin untuk mencari beasiswa” pada akhirnya hanya akan menjadi sebuah janji manis bila memang tidak ada lembaga yang menyediakan beasiswa. So, what can I do for them?


Cerita Lainnya

Lihat Semua