info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Mari Maju Ke Depan :D

Hendra Aripin 22 Maret 2011
Mulia Maret 2011, kedua kelas yang kupegang, memiliki ritual baru. Sebelumnya, berdoa bersama yang pimpinan doanya digilir tiap hari dan pengecekan absensi (yang dilakukan oleh petugas khusus) adalah rutinitas yang biasa mereka lakukan. Sekarang, setiap pagi, salah satu dari mereka akan maju ke depan kelas dan diharuskan berbagi hal apapun. Urutan maju mereka dibuat berdasarkan nomor undian yang mereka dapatkan. Tujuanku sederhana saja, aku ingin agar mereka terbiasa berbicara di depan umum. Bagiku, public speaking adalah salah satu keahlian yang mesti dipupuk secara rutin, sedini mungkin. Ada nilai-nilai keberanian, kepercayaan diri, kesopanan, kesiapan, dan kemampuan mengatasi grogi di depan umum. Aku meminta murid-muridku untuk menyiapkan apapun yang akan mereka bawakan sebelumnya. Selama ini, aku memang berusaha meminta mereka untuk melatih keberanian. Slogan di kelasku adalah “Merah Putih! Berani dan Suci!” Biasanya, di beberapa pelajaran, aku memasukkan unsur presentasi atau “aksi” di depan kelas. Membaca puisi, baca Al-Qur’an, dan presentasi tugas kelompok adalah beberapa contoh pelajaran public speaking yang kuberikan pada mereka. Tentu saja, yang namanya perubahan tidak bisa terjadi secara instan. Mereka masih ada yang kurang berani, agak bingung, atau gemetar di depan kelas. It’s okay, semuanya memang butuh proses. Awalnya, mereka betul-betul enggan dan berpura-pura sedang mengerjakan sesuatu di mejanya masing-masing. Perlahan, mereka mulai berani walau masih gugup sambil melakukan gerakan-gerakan tertentu. Ada yang garuk-garuk kepala, ada yang memasukkan tangannya ke dalam kantong, ada yang menunduk, ada yang memeluk erat bukunya, dan ada juga yang sibuk bicara dengan temannya. Menurutku, memang tidak akan cukup dengan hanya sekedar memasukkan unsur public speaking lewat pelajaran. Itulah alasan utamaku menggunakan sistem giliran maju. Pertama, setiap anak benar-benar mendapat giliran. Tidak seperti presentasi kelompok, tidak ada anak yang bisa betul-betul dominan. Yang kedua, tidak ada benar salah, karena yang dibawakan siswa adalah pilihan mereka sendiri. Artinya, less pressure buat mereka. Yang ketiga, setiap anak bebas menunjukkan apa yang mau mereka tunjukkan, jadi tidak hanya less pressure, tapi mereka bisa menunjukkan kesukaan atau keahlian mereka. Bagaimana hasilnya sejauh ini? Ada kemajuan yang cukup berarti. Maju tanpa keraguan lagi dan menunjukkan peningkatan kuat suara, yang bisa diindikasikan dengan kepercayaan diri. Sebelum maju, anak-anak lain mengikuti aba-aba dariku, “Mari kita sambut (nama)!”, mereka melakukan drumroll dengan meja mereka dan mengakhiri dengan ketukan keras sambil berteriak “mulai!”. Mereka memulai dengan: “Assalamu’alaikum, saya (nama) akan membawakan (hal yang mereka bawakan).” Setelah selesai, mereka akan mengakhiri dengan: “terima kasih telah mendengar”dan diikuti dengan tepuk meriah dari teman-teman sekelasnya. Memang tidak kalah penting untuk belajar meAda 1-2 orang yang membawakan puisi (tanpa teks). Belum ada yang berpantun ria, bercerita pengalaman, berdongeng, atau menyanyi. Jadi apa yang mereka bawakan? Pancasila dan Teks Proklamasi. Nasionalis? Semoga saja bukan karena itu saja yang mereka tahu. :D

Cerita Lainnya

Lihat Semua