Eksploitasi Empty

Hendra Aripin 22 Maret 2011
Eksploitasi empati terdiri dari dua kata. Eksploitasi sering diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya secara berlebihan. Empati sering dikaitkan dengan kemampuan manusia untuk merasakan keadaan manusia yang lain. Dengan menggabungkan kedua definisi kira-kira itu, eksploitasi empati dapat diartikan sebagai pemanfaatan kemampuan manusia untuk merasakan keadaan manusia lainnya secara berlebihan. Itulah kiranya yang dilakukan beberapa media televisi di layar kaca Nusantara. Aku tidak mengatakan hal ini buruk. Mungkin memang kesusahan orang lain adalah sebuah media mempersatukan manusia yang terlalu banyak berperang satu sama lain. Baru-baru ini kejadian gempa dan tsunami di Jepang menjadi perhatian dunia, tentu saja karena jasa televisi. Efeknya, dunia memang bersatu. Tapi semuanya memang diciptakan berpasangan. Positif dan negatif. Efek negatif eksploitasi empati melahirkan pesimisme. Dengan televisi, efek yang dihasilkan lebih parah, pesimisme massal, pada gilirannya, keputusasaan massal. Bukannya melakukan tindakan rehabilitasi, banyak manusia yang larut dalam kesedihan, kekecewaan, dan menyerah dalam situasi. “Sesungguhnya, setelah kesulitan, ada kemudahan,” sebuah potongan ayat Suci Al-Qur’an. Sayangnya, tidak semua orang, termasuk aku sendiri, mudah termotivasi olehnya. Kita tidak bisa mengubah banyak hal, tidak bisa mengubah berbagai kejadian, tidak bisa mencegah, memajukan, memundurkan sebuah peristiwa. Semuanya kehendak Ilahi. Tapi kita bisa mengendalikan satu hal. Reaksi kita. Jika aku bercerita tentang berbagai masalah yang kuhadapi di sini, tidak ada habisnya. Kompleks dan seperti benang kusut. Aku bisa saja menceritakan, mengeksploitasi kesedihan-kesedihan yang terjadi dengan tujuan mencari empati orang lain. Bukan berarti berbagi cerita itu salah, hanya saja, proporsi dan objektivitas cerita kita patut menjadi pertimbangan. Aku sebenarnya bingung saat ini. Tapi aku tahu aku bisa melakukan sesuatu yang baik dengan sebaik mungkin seraya berdoa Tuhan memberikan hasil yang baik juga. Butuh waktu, butuh ketenangan berpikir, dan butuh rencana. Terakhir, aku akan mengutip bebas kata-kata pendiri Gerakan Indonesia Mengajar, Anies Baswedan. Kurang lebih artinya seperti ini, “Daripada kita mengutuk kegelapan, lebih baik kita mencoba menyalakan lilin.” -17 Maret 2011, setelah lagi-lagi menghadapi 6 kelas kosong-

Cerita Lainnya

Lihat Semua