Mana Spidolnya!!

Hendra Aripin 7 Januari 2011
Kelas 4 hari ini lebih rusuh daripada biasanya. “Udah biasa tarada guru, Pak Hendra. Kebiasaan sudah,”kata satu guru lain. Well, saya memang tidak menyalahkan anak-anak itujuga. Segera saya memberikan sinyal yang meminta anak-anak untuk fokus pada saya. Mereka menjadi sedikit lebih tenang. Kemudian, saya memberikan catatan kepada mereka. Saya mencatat beberapa hal di whiteboard depan. Terdengar bunyi-bunyi riuh di tempat lain. Seperti biasa, hari ini, ada beberapa kelas yang kosong karena gurunya sedang tidak ada. Saya bergegas ke kelas-kelas tersebut dan berencana memberikan beberapa catatan atau tugas. Masalahnya, begitu sampai di kelas, saya menjadi sadar kalau ternyata saya meninggalkan spidol saya di ruangan kelas 4. Saya bergegas ke sana. Spidolku tidak ada. Saya melayangkan pandangan ke anak-anak. Sejujurnya, hari ini, perasaan saya sedang tidak enak (mungkin karena untuk pertama kalinya, saya tidak bisa *poop* dengan lancar semenjak saya tiba di desa ini). Saya merasa yakin kalau mereka memakai spidol saya untuk dipakai menggambar. Bukannya saya tidak mengizinkan mereka untuk menggambar, but there’s time for everything. Saya bertanya pada mereka, “Siapa yang mengambil spidol Bapak? Tarada spidol tarabisa mulai belajar.” Tidak ada muridku yang menjawab. Saya mulai agak kesal tetapi tidak sampai marah. Saya bilang kepada mereka, “Bapak akan keluar sebentar. Setelah bapak masuk lagi, bapak harap sudah ada yang mengembalikan.” Dan benar saja, setelah saya masuk lagi, spidol saya sudah ada di atas meja saya. Sebenarnya saya sangat kecewa karena tidak ada yang berani mengakui kesalahannya. Tapi ya sudahlah, paling tidak yang mengambil sudah mengembalikan. Rasa kesal saya belum hilang dan malah bertambah karena saya melihat buku saya teracak-acak. Ketika saya sedang merapikan buku-buku saya yang berantakan, tiba-tiba saya melihat di meja ada tulisan, “Pak Hendra yang paling baik.” Wow. Hilang sama sekali rasa kesalku. Saya langsung melontarkan senyum saya ke anak-anak itu. Senyum penuh rasa terima kasih. “Thank you kids”, batinku menggumam. Dalam hidup, hal-hal buruk akan terus terjadi. Kita selalu bisa memilih untuk mengeluh, memendam, atau melampiaskan semuanya. Hari ini, saya mencoba memendam kekesalan saya karena saya pikir, melampiaskan kemarahan sering kali merupakan pilihan yang tidak bijak. Tapi mungkin ada satu lagi cara lain. Mungkin hanya dengan menyadari hal-hal kecil sekitar kita, yang dilakukan oleh orang-orang sekitar kita, well in my case, thanks to the kids, segala kegondokan bisa lenyap begitu saja. Sebuah peribahasa populer, setitik nila, rusak susu sebelanga. Hari ini, kebalikannya bekerja padaku. Setitik susu, baik nila sebelanga. J. PS: malamnya, saat saya menyiapkan jadwal pelajaran untuk besok (yang masih dengan setengah mati berusaha saya lakukan), saya tidak sengaja membuka agenda saya. Tulisan yang sama dengan yang kulihat tadi pagi, ada di halaman paling belakang buku saja. I can only smile. Birds flying high, you know how I feel. J. Sun in the sky you know how I feel. Breeze driftin' on by you know how I feel. It's a new dawn..It's a new day…It's a new life……For me…And I'm feeling good -potongan lagu Feeling Good, dinyanyikan Nina Simone seakan-akan berputar di telingaku.-

Cerita Lainnya

Lihat Semua