Kelas Da Vinci Pertama

Gracia Lestari Tindige 26 Februari 2012

Setelah mencari wangsit selama hampir 7 bulan pada akhirnya hari ini terwujudlah kegiatan ekstrakurikuler pertama di sekolah saya :D

Mengapa harus menunggu sampai 7 bulan?

Ehm... panjang ceritanya. Tapi, saya coba cuplik sedikit supaya kalian semua bisa sedikit melihat gambarannya.

Saya berangkat dari Jakarta dengan idealisme tingkat tinggi mengenai bentuk ekstrakurikuler.

Pada awalnya saya ingin membentuk kelompok penelitian kecil yang melibatkan anak dalam kegiatan jelajah alam, penelitian dan publikasi hasil penelitiannya di media majalah dinding. Pada saat itu saya berpikir... WOW sekali kalau kegiatan ini bisa terlaksana.

Kemudian, mimpi bertemu dengan realita. Seminggu di sekolah saya sadar bahwa ada prioritas masalah yang lebih besar dibandingkan dengan membentuk kegiatan ekstrakuriluler luar biasa itu. Waktu itu hampir seluruh murid yang saya ajar belum bisa membaca, bahkan ada yang masih takut untuk memegang pinsil... seakan-akan pinsil adalah benda magis yang bisa menggigit tangan kalau penggunanya salah menulis.

Akhirnya saya berkata pada diri saya sendiri.. oke, saat ini mari kita fokus untuk mengenalkan anak-anak ini pada indahnya aksara.

Maka bergelutlah saya dan murid-murid saya dengan lembaran kertas berisi suku kata, selama kurang lebih 3 bulan.

Ketika pekerjaan menjadi sedikit lebih ringan, cita-cita mulia saya yang berikutnya muncul ke permukaan. Kali ini saya berniat untuk membentuk ekskul pramuka.

Mengapa pramuka? Menurut teori yang pernah dibahas oleh teman-teman pengajar muda sepenempatan, Pramuka itu adalah ekskul yang ideal. Berbekal seragam coklat-coklat, Pramuka akan mengajarkan anak tentang kepemimpinan, cinta tanah air, kerja sama, kedisiplinan, kreatifitas dan segudang nilai luhur lainnya.

Ooohhh... betapa tergiurnya saya untuk mewujudnyatakan ekstrakurikuler pramuka ini. Saya bahkan sampai mengikuti sesi konsultasi cara pembentukan gugus depan pramuka bersama dengan beberapa teman PM.

Waktu berlalu, tapi ekskul pramuka tetap duduk manis di bawah judul rencana. Lagi-lagi muncul pertanyaan, “mengapa?”

Jawabannya sederhana, saya tidak begitu mengerti pramuka dan tidak begitu suka ber-pramuka ria. Sepertinya trauma masa kecil ketika mengikuti kegiatan pramuka di SMP dulu masih menghantui saya dan akhirnya membuat pramuka tereleminasi dari nominasi ekstrakurikuler yang mungkin terwujud.

Setelah pramuka gagal... saya masuk ke fase hibernasi. Saya diam dan mengabaikan bagian tugas saya yang berjudul ekstrakurikuler.

Sampai kemudian sebuah kesadaran membuncah di otak saya yang beku... bagaimana jika saya membentuk ekstrakurikuler yang memang saya senangi dan anak-anak senangi. Saya merasa akan selalu ada pembentukan karakter yang dapat diterapkan ketika kita melakukan sesuatu yang kita cintai.

Dengan demikian resmi berdirilah ekstakurikuler menggambar yang bernama “Kelas Da Vinci”

Hari ini adalah hari pertama kegiatan kami. Proses memulainya sangat sederhana, saya mengundang anak-anak secara terbuka untuk datang di kelas menggambar pada pukul 13.00 sehabis pulang sekolah.

Pukul 12 lewat beberapa anak dengan senyum sumringah sudah muncul di pintu kelas, beberapa di antaranya adalah anak-anak yang rumahnya berjarak 3-4 Km dari sekolah. Saya sedikit terkejut dengan antusiasme mereka.

Maka hari ini dimulailah petualangan kami di atas kertas dengan mengendarai imajinasi dan alat gambar. Tema pertama kami adalah “Hujan di sawah”.

Anak-anak kemudian dengan tekun mencorat-coret kertas putih mereka. Musik klasik (ya, saya pasangkan mereka musik klasik selama menggambar) terus mengalun dari komputer jinjing di atas meja guru. Saya berkeliling memuji pekerjaan setiap anak dan memberi trik sederhana dalam proses mewarnai. Waktu berlalu kemudian beberapa anak yang sudah selesai menggambar menari bergerak seirama dengan alunan orkestra dan saya ikut berputar bersama mereka.

Ooohh! Rasanya saya sedang berada di kelas seni sebuah negara di eropa, bukan di sebuah kelas kecil yang lantainya mulai rusak dan awan mendung menggantung di langit. Atau jangan-jangan... memang suatu saat nanti akan muncul seniman-seniman sekelas da Vinci dari kelas kecil di Kabupaten terselatan Indonesia ini.

Bandu 020212


Cerita Lainnya

Lihat Semua