Kami Ingin seperti "MEREKA"
Francisca Andana Okasanawati 14 Februari 2012Tidak ada Kesuksesan bila tidak ada Perjuangan. Tidak ada Perjuangan bila tidak ada Pengorbanan. Beri kami kesempatan untuk berjuang, menunjukkan potensi kami, meski kami harus terengah – engah untuk mengejar materi yang belum kami kuasai. Kami akan berjuang sebisa kami, semampu kami, kamipun rela untuk mengorbankan waktu bermain, bahkan mengalahkan kemalasan kami. Karena kami ingin seperti anak – anak di Kota, berprestasi dan punya impian untuk menginjakkan kaki di tanah Jawa....
Awalnya saat seleksi di sekolah kuadakan, anak – anak yang terpilih ini malu untuk ikut lomba, dan mereka berkata, ” kami anak kampung bu, malu bu nanti pasti teman – temannya pintar – pintar, bajunya juga rapi – rapi, kitapun ga punya sepatu bu, baju kami aja jelek,” Tak kalah aku memberi semangat kepada mereka, “ Ibu ga malu membawa kalian kok, semua itu tidak masalah, yang terpenting disini kita harus bisa menunjukkan bahwa kita bisa seperti mereka, berkompetisi seperti anak kota!” Tiba – tiba seorang siswa kelas 5 yang bernama Sakir menyahut, “ benar bu, kita memang anak kampung tapi kami tidak ingin kampungan, yang penting kan kita bisa mengerjakan soalnya nanti ya bu!” Anak ini memang luar biasa dia mampu menyemangati teman – teman yang lain.
Akhirnya mereka setuju dengan kata- kata Sakir, “ Kami memang anak kampung, tetapi tidak kampungan!” Makanya kami bersekolah dengan sungguh –sungguh, kami memiliki cita – cita, meski cita – cita kami sederhana menjadi seorang guru. Meski kami tidak memiliki buku Kuark seperti teman – teman di sebrang, tapi kami masih bisa meminjamnya di perpustakaan. Keterbatasan jumlah buku bukan lagi menjadi penghalang bagi kami, kami masih bisa bergantian dengan teman setelah selesai membaca.
Setelah terpilih beberapa anak, kuajukan nama – nama anak tersebut ke kepala sekolah, dan kepala sekolah megijinkan mereka untuk mengikuti lomba, dengan segala pertimbangan guru akhirnya terpilih delapan siswa yang nantinya akan kuikutkan lomba Olympiade Sains Kuark 2012. Kepala sekolah dan gurupun mengharap sekali bimbingan kepada murid – murid yang akan lomba, dan diserahkan tanggung jawab itu kepadaku. Kuajak mereka belajar dirumah setiap sore, bergantian dari yang kelas 5 – 6 lalu dilanjutkan kelas 4, dan terakhir murid kelas 2. Saat ku umumkan siapa saja yang boleh mengikuti lomba, mereka senang sekali dan berjanji untuk rajin belajar, haru bingar suasana dikelas 4, 5 dan 6 saat itu. Tak lupa ku beri motivasi pada anak – anak yang belum bisa mengikuti lomba.
Semua murid yang mengikuti lomba belajar bersungguh – sungguh dan rajin datang kerumahku. Meski siang terik selalu menjadi teman mereka ketika mereka mengayuh sepeda kerumah ku untuk belajar, hujan deraspun kadang tak kalah bersaing bersama Mentari untuk menemani langkah mereka. Terkadang lelah juga harus mengayuh sepeda menyebrang sungai melewati jembatan, namun ketika mereka ingat Impian itu, semuanya tidak menggoyahkan kaki mereka untuk terus mengayuh sepeda, melewati jalan berlumpur karena mereka mau belajar sungguh – sungguh. Tekad anak – anak di sini untuk berjuang untuk Olympiade Sains Kuark 2012 sangat sungguh – sungguh, kesungguhan itu seperti Mentari yang selalu sungguh – sungguh untuk menyinari Bumi, dan Hujan yang selalu sungguh – sungguh membasahi bumi. Hingga suatu saat mereka datang dengan baju yang basah kuyup, tas yang basah kuyup karena hujan, sore itu aku juga was – was apakah mereka datang les atau tidak, kadang mereka bersimpuh keringat namun itu semua tak mematahkan semangat mereka.
Suatu saat diles sore itu, perbincangan yang asyik terjadi diantara 5 orang anak, seorang anak bernama Jaenun mengatakan, “bu, aku capek bu! Coba rumahku dekat sama ibu yah!” Akupun juga terdiam sesaat, memang kusadari mereka mengayuh sepeda 4km dan harus berputar karena melewati jembatan karena rumah kami dipisahkan oleh sungai, coba bisa ku mendayung perahu pasti sudah kuantarnya. Lalu seorang anak kelas 4 bernama Kabariah dia mengatakan, “kalau ingin pintar dan menang itu harus ada pengorbanan ya bu, seperti kakakku dia rela meninggalkan rumah demi melanjutkan sekolahnya.” Ku sahut dengan nada gembira: “ benar nak, semua itu harus ada pengorbanan, ibu juga berkorban meninggalkan Jawa agar bisa membimbing kalian.” Lalu kami melanjutkan belajar kembali ditemani hujan deras dan petir. Pernah kuantar mereka pulang karena tidak memungkinkan mereka mengendarai sepeda, lalu sepeda itu ditinggalkannya di rumahku.
Cerita unik dari gadis kecil bernama Aisyah, dia juga salah satu peserta yang kuikutkan Olympiade Sains Kuark, baginya kompetisi ini adalah sesuatu luarbiasa yang pertamakali diikutinya, dia ingin sekali merasakan naek pesawat terbang dan jalan –jalan di Jawa, makanya dia sangat berjuang keras agar bisa sampai final, sampai semua majalah Kuark sudah dibacanya, bahkan semua soal dikerjakannya, sehabis pulang sekolah dia belajar majalah itu sendiri, lalu mengaji dan baru nanti sore jam lima sore belajar bersamaku sampai jam tujuh bahkan jam delapan. Keinginannya sangat kuat, sampai dia akhir –akhir ini rela tidak bermain dan menonton film kartun kesayangannya demi belajar kuark. Aisyah memang murid paling berbeda disekolahku, bagiku dia sangat luar biasa, dia sudah bisa membaca dengan cepat dan memahami banyak materi. Ketika kakak kelasnya les , dia kadang ikut memperhatikan apa uyang kuajarkan, dan ketika mereka tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan dariku, terkadang Aisyah bisa memberikan penjelasan. Aisyah memang pandai tapi satu kekurangannya dia mengerjakan dengan cepat dan tidak teliti. Pernah suatu sore saat kelas besar kutanya tidak bisa menjawab, Aisyah mengatakan : “makanya buku itu dibaca tidak disimpan didalam tas aja, gimana mau menang kalau membaca aja lupa” dikatakannya dengan logat Bugis. Sungguh tak kusangka anak sekecil itu bisa menasehati kakak kelasnya. Dan kami tertawa riuh mendengar celoteh gadis kecil ini.
Les sore di rumahku selalu dipenuhi dengan tawa ceria anak – anak, kadang mereka berlomba untuk menghapal penjelasan yang sudah kujelaskan atau berlomba untuk menjawab pertanyaan yang aku lontarkan. Bagiku mereka sudah mau belajar itu sudah baik berarti punya keinginan, mau berjuang dan mau berkorban, anak –anak disini memang sangat berbeda sekali dengan di kota, mereka terkadang harus berjualan untuk mendapatkan uang jajan di sekolah, membantu orang tua mereka untuk menjaga adeknya atau melakukan pekerjaan rumah yang seharusnya belum mereka kerjakan di usia mereka. Mereka belajar disela – sela kegiatan tersebut, belum lagi kalau ada ngaji di masjid, pr dari sekolah.
Harapan dari anak –anak ini selalu ada ya Harapan untuk Menang, jika diijinkan menang, kami bersyukur, kalo tidak yang terpenting bagi kami, kami sudah mengalahkan kemalasan dalam diri kami. Prinsip itulah yang selalu juga kuajarkan pada anak – anak, meski dengan segala keadaan seperti ini namun kita harus berjuang dengan sungguh - sungguh. Meskipun pada akhirnya nanti kami tidak menang namun kami telah menang karena kami telah berjuang. Harapan itu selalu ada dihati anak – anak untuk merasakan tanah Jawa. Kompetisi memang harus diadakan agar anak – anak tau sejauh mana mereka harus berjuang berlari mengejar ketertinggalan mereka dari sekolah lain dan bisa memberikan yang terbaik bagi orang –orang disekitarnya, sekolahnya dan bangsa ini. Oka ;)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda