info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Indonesia Mengajar, Bagiku

Faisal Jamil 1 Juni 2013

Bagiku ,mengikuti Indonesia Mengajar sama sekali tak pernah terbersit dalam rencana hidupku sebenarnya. Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang sangat mendorongku untuk mendaftar, menjalani setiap seleksinya. Pada akhirnya, di setiap proses seleksinya aku selalu memasrahkan diri tentang hasilnya. Jika ini benar-benar sebuah garis kehidupan yang sudah disiapkan untukku, maka aku pasti akan ada disana.

Bagiku menjadi bagian dari Indonesia Mengajar adalah sebuah kesempatan. Kesempatan berbagi, sekaligus kesempatan menempa diri. Berbagi segala semangat, mimpi, ide, dan cita-cita tentang negeri kepada semua anak-anak yang ada. Menempa diri dengan segala apapun yang akan aku temui nanti. Tak pernah terduga.

Bagiku, nyatanya setahun disini adalah pembelajaran. Bukan hanya berusaha untuk mengajar, mendidik dan memberikan inspirasi kepada anak-anak dan orang-orang disini. Tetapi nyatanya justru aku yang selalu banyak belajar dari setiap detik proses yang ada.

Bagiku pengalaman ada di daerah asing seorang diri sungguh tak tergantikan. Pengalaman harus beradaptasi dengan orang yang punya segala persepsi dan ekspektasi terhadap kehadiranku. Pengalaman harus belajar berkenalan, beradaptasi, dan memposisikan diri di tengah-tengah mereka. Belajar untuk mengerti bahasa mereka, bahasa tubuh, dan ucapan yang terkadang mempunyai arti ganda yang harus bisa di interpretasikan sendiri. Belajar memahami watak dan posisi, agar bisa menempatkan diri dengan sebaik-baiknya.

Bagiku juga bukan hal yang mudah menjadi bagian dari suatu keluarga baru, keluarga angkatku. Belajar mengendalikan ekspektasi penerimaan, dan berusaha diterima tanpa harus menjadi orang lain. Berusaha memahami pola kegiatan, kebiasaan dan segala hal rutinitas sebelum kehadiranku. Berusaha memahami kondisi kesulitan mereka, kebutuhan, dan segala lika-liku kehidupan mereka. Berusaha menjadi kakak, hal yang selama ini belum pernah aku rasakan sama sekali.

Bagiku berinteraksi dengan anak-anak juga bukan selalu baik-baik saja. Ada kalanya semua hal yang terjadi disekolah membuatku penat. Anak-anak yang sulit diatur, berkelahi, tidak mengerjakan tugas, terluka, sering sekali membuat kemarahan sampai di puncak. Disinilah aku belajar mengendalikan emosi, bersikap setenang mungkin meskipun situasinya sedang sangat panas. Berusaha sebijak mungkin dalam berucap, seadil mungkin dalam bersikap.

Bagiku, hanya disinilah aku bisa menemukan dinamika pertemanan manusia yang begitu kompleks. Dimana cinta dan persahabatan berjabat erat. Ketika aku melihat, emosi ternyata benar-benar bisa mengalahkan logika dan akal sehat. Dimana aku menemukan, terkadang cara menghadapi teman yang terbaik adalah mendiamkannya. Disaat kita pada akhirnya mendahulukan kebahagiaan orang lain.Mencoba mempelajari kerelaan menjadi batu-bata yang di patahkan, demi terciptanya bangunan yang kokoh. Saat dimana tangisan tak jarang menemani pelukan erat persahabatan.

Bagiku, disini bukan selamanya tentang belajar dari kebaikan. Aku pun disini seringkali melakukan kesalahan. Tak pernah kuduga sebelumnya. Tapi hanya pembelajaran yang aku harap aku bisa betul-betul pelajari dari kesalahan-kesalahan itu. Aku mencoba tetap berdiri dengan kaki yang lemah karena kesalahan, menyadari bahwa pembelajaran tak selamanya didapati dari hal-hal yang baik. Bahwa setiap proses kehidupan adalah pembelajaran, entah dipelajari dari hal yang baik atau dari kesalahan.

Bagiku, disini tak ada yang patut disesali. Meskipun ketika berandai-andai tentang jika tidak terjadinya kesalahan,pasti akan lebih baik. Tapi sekali lagi, bagiku semuanya tak patut disesali, diratapi, atau ditangisi berlebihan. Bagiku belajar dari setiap proses adalah kunci. Pembelajaran disetiap fase naik turun, jatuh bangunnya kehidupan. Yang patut aku sesali adalah ketika aku sudah banyak melewati, tanpa aku pelajari. Yang patut aku sesali, saat aku terjatuh, lalu putus asa karena lelah bangkit. Tak ada semangat lagi untuk bangkit berbenah, memperbaiki diri dari segala pelajaran yang ada.

Bagiku, slogan Indonesia Mengajar, “Setahun mengajar, seumur hidup menginspirasi” tak pernah salah. Tapi mungkin, “Setahun mengajar, seumur hidup terinspirasi”, adalah slogan yang tepat untuk diriku. Aku mengajar, aku belajar. Setahun aku memberi, seumur hidup aku diberi. Setahun aku menempa, semoga seumur hidup aku selalu tertempa pelajaran yang aku temui disini.

 

Labuan Kenanga

1 Juni 2013

                                                                                                                                   

 

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua