Anak-anak Borongan Kopi itu..
Faisal Jamil 28 Agustus 201230 Juli 2012
Anak-anak borongan kopi itu..
Kali ini aku ingin bercerita bukan mengenai anak-anak di sekolahku. Ini cerita mengenai anak-anak borongan kopi. Dusun tempatku tinggal memang lebih dikenal dengan Kebun Kopi Tambora, dibandingkan namanya dusun Tambora, desa Oi Bura. Di sini terdapat perkebunan kopi milik Pemda, peninggalan Belanda dan perusahaan kopi swasta di jaman dahulu. Tidak kurang dari 200 hektar kebun kopi milik Pemda, dan ratusan hektar lainnya milik perseorangan yang terbagi-bagi. Dan saat ini adalah saatnya panen kopi. Kurang lebih dua minggu setelah aku datang ke desa ini, panen kopi sudah dibuka dengan sebuah pengajian dan makan bersama warga satu desa.
Dan yang namanya panen, berarti kesempatan mendapatkan rezeki besar bagi semua orang. Pimpinan perkebunan kopi mempunyai kebijakan untuk memberi kesempatan warga Tambora untuk membantu memetik kopi dengan upah per satuan berat yang sudah ditentukan. Petik kopi borongan istilahnya. Hal ini dilakukan mengingat kurangnya tenaga petik kopi dan juga waktu yang harus dikejar dalam petik kopi ini. Tentunya kesempatan ini menjadi berkah bagi warga Tambora. Bukan hanya warga desaku, tapi bahkan desa Labuan Kananga yang jaraknya memerlukan waktu perjalanan 1 jam dengan menggunakan motor.
Ketika warga-warga desa Labuan Kananga “naik” ke dusun Tambora untuk borongan kopi, sudah tentu mereka mengajak anak-anaknya. Mereka semua akan tinggal untuk beberapa waktu di dusun ini, sampai waktu yang mereka tentukan sendiri. Terserah mereka. Yang jelas tidak mungkin untuk mereka “pulang-pergi” dari Kananga ke Tambora. Kuingatkan sekali lagi, 1 jam perjalanan dengan menggunakan motor. Kebetulan bulan ini adalah bulan puasa, sehingga anak-anak di Kecamatan Tambora umumnya libur satu bulan. Hanya ada kegiatan IMTAQ untuk yang muslim, yang belum dimulai di desa Kananga.
Aku kenalkan dengan beberapa anak-anak borongan kopi. Anak yang pertama namanya Har. Dia adalah anak murid di SDN 01 Labuan Kananga, tempat temanku sesama pengajar muda – Morin – mengajar. Dia murid kelas 5 yang sangat aktif dan percaya diri. Dari beberapa pertemuanku dengannya, tampaknya dia sangat menyukai pelajaran Bahasa Inggris. Anak yang kedua namanya Agib. Murid kelas 2 SDN 02 Labuan Kananga. Dia belum bisa membaca, tapi dia sangat senang melihat buku. Melihat gambar di buku lebih tepatnya. :)
Ada cerita mengenai kedua anak ini. Mereka berdua sejak awal melihatku datang sudah memintaku membuka perpustakaan desa. Mereka bosan bermain-main setelah petik kopi. Mereka ingin main di perpustakaan dengan buku-buku disana. Setelah sepakat dengan waktunya, kami pun bersama-sama bermain di perpustakaan. Har yang sudah bisa membaca langsung memilih buku cerita dan membacanya. Sementara Agib, juga tampak fokus pada satu buku. Agib terhenti pada satu buku bergambar harimau disetiap halamannya. Buku besar dan gambarnya pun besar-besar. Dia suka dengan harimau, dia suka buku itu. Dia ingin memiliki buku itu, terangnya dengan jujur. Aku katakan bahwa buku itu milik perpustakaan, dan Agib boleh membacanya selama di perpustakaan. Tidak boleh membawa pulang, agar anak-anak yang lain juga bisa membacanya suatu saat nanti.
Suatu sore, aku sedang mengumpulkan anak-anak sekolahanku untuk berkumpul di perpustakaan. Kebetulan Har,Fatun dan Agib juga datang ternyata . Aku minta mereka ikut masuk dan mendengarkan. Aku sedang membahas mengenai Buku Peminjaman di perpustakaan bersama anak-anak sekolahku. Akan ada buku peminjaman di perpustakaan ini, agar lebih jelas pendataan bukunya. Tiba-tiba Agib polos menyela pembicaraan, “Pak, kalau buku Permintaan ada gak?”. Sontak kami semua kaget dan tertawa. Ternyata Agib masih ingin memiliki buku Harimau itu. Dan dia berharap ada Buku Permintaan agar dia dapat miminta buku itu menjadi miliknya.
Sore itu aku juga memberikan kesempatan menggambar bebas bagi semua anak sekolahku, termasuk Har dan Fatun yang ada di perpustakaan. Mereka semua menggambar apapun yang mereka mau. Tapi Har tidak hanya menggambar, dia juga menuliskan kata-kata bahasa Inggris di samping gambar bendanya. Tree di sebelah gambar pohon, Bird di sebelah gambar burung. Friends di sebelah gambar dua manusia bergandengan tangan. Ship di sebelah gambar kapal. Sun di sebelah matahari, dan Mountea disebelah gambar gunung. Ya, Mountea dia tulis. Mungkin dia ingat dengan sebuah merek minuman bergambar gunung itu. Setelah selesai menggambar, Har memberikan gambar itu kepadaku. “Ini kenang-kenangan untuk pak Faisal”, kata Har. Ternyata dia menuliskan tulisan juga di balik gambar itu. Seperti ini tulisannya .
Cerita
Pada jama dulu ada guru yang baik sekali
Namanya pa vaisal orang nya baik sekali
Dan dia punya juga teman-teman yang juga baik
Tapi pa vaisal suka bercanda dia imut. Lucu. Ganteng
Da da pak vaisal.
KARYA HAR untuk pa Vaisal
Tak berhenti tersenyum aku membaca ini. :) Terima kasih, Har.
Ada lagi cerita dua anak borongan kopi yang lain. Namanya Adha dan Syaiful. Adha juga murid SDN 01 Labuan Kananga. Badannya besar, hampir sebesarku. Tapi baru kelas 2 SD. Syaiful sudah kelas 5 SD di SDN 02 Labuan Kananga. Kami bertemu di rumahku. Saat itu, waktu maghrib.Aku sudah selesai berbuka puasa . Mereka berdua ada di depan rumahku untuk menonton televisi. Dalam satu dusun ini yang mempunyai genset listrik tidak banyak, dan tempat yang paling dekat adalah rumahku sehingga rumahku pasti ramai ketika musim petik kopi. Tempat menonton televisi dan juga menumpang men-charge handphone. Saat itu aku keluar dari rumah ingin ke masjid, dan bertemu mereka di depan rumahku. Aku ajak mereka untuk shalat. Mereka saling menatap, antara malu dan meminta persetujuan satu sama lain untuk ikut atau tidak. Akhirnya mereka ikut denganku ke masjid.
Mereka kotor sekali, belum mandi apalagi berwudhu. Bercelana pendek pula. Sesampainya di masjid, air di masjid pun kosong. Begitu juga di rumahku. Sedang tidak turun air hari ini. Aku sempat memutuskan untuk mengajarkan tayammum pada mereka, sebelum akhirnya Diana, anak MTs yang tinggal di depan masjid datang dan memberitahu ada air di rumahnya. Langsung aku minta Diana menemani dan mengajari mereka berwudhu. Sementara mereka berwudhu, aku ambil dua sarung di rumahku.
Mereka belum bisa memakai sarung, jadi kupakaikan mereka sarung. Aku minta mereka untuk Iqamat, mereka juga belum bisa. Aku ajari dengan perlahan. Mereka mengikutinya dengan masih malu-malu. Selesai shalat maghrib, mereka aku minta kembali menonton televisi dan mengembalikan sarungku ke rumahku.
Keesokan harinya, saat sedang berbuka puasa datanglah Adha, Syaiful, dan satu anak baru, Faris. Menunggu di luar. Aku melihat mereka dari dalam saat makan, dan berpikir mereka pasti mau menonton televisi lagi. Saat aku ingin berangkat ke masjid untuk shalat, aku terkejut melihat mereka bertiga dengan jelas. Mereka sudah bersarung semua, dan menantikan aku untuk shalat lagi di masjid. Mereka juga memberitahuku, “Pak Guru, kami sudah ambil wudhu semuanya tadi”. Aaahh. Rupanya mereka sudah siap dan dengan bangga melaporkannya padaku. Mereka juga sudah bersih semua kali ini. Tersenyum bangga aku pada mereka. “Anak pintar semuanya”, jawabku. Selagi perjalanan ke masjid mereka juga terdengar menghapalkan bacaan Iqamat yang aku ajari kemarin. Tidak hanya shalat maghrib kali ini yang mereka ikuti. Shalat Isya dan Tarawih pun mereka ikuti dengan seksama, meskipun masih sambil main-main. Tak apalah, ini kemajuan berarti untuk mereka. Alhamdulillah.
Anak-anak borongan itu..
Meski sesaat, terima kasih telah membuatku tersenyum. :)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda