info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Pengakuan Dosa Pengajar Muda

Edhy Priyatna Anugrah Surbakty 14 Oktober 2012

Orang seumuran saya pasti pernah menonton kartun legendaris, Dragon Ball. Kalian ingat bangsa Saiya? Bezita dkk? Menurut saya, kita ini bangsa saiya.

Bangsa saiya mempunyai kemampuan khusus dimana bila dia bertarung lalu kalah babak belur namun tidak sampai mati, maka ketika pulih, kemampuannya akan meningkat.

Kita pun seperti itu.

Pengalaman dan kekalahan membuat kita semakin baik dan kuat.

======================================================================================================================================

Kalau ada teman yang bertanya tentang pengalaman menjadi pengajar muda, biasanya yang mereka tanyakan itu seperti bagaimana rasanya mengajar di daerah penempatan? Apa saja kegiatan kita di sana? Bagaimana kok bisa membawa anak didik sampai bisa lomba ke Jakarta? Hal apa yang membedakan di daerah penempatan dengan di tempat asal saya (Bandung) ?

Kali ini saya ingin berbagi pengalaman dari sisi lain pengajar muda.

Mengenai kesalahan Pengajar Muda.

Tentunya kami di penempatan tidak berjalan lancar-lancar saja. Melakukan kesalahan baik yang kecil maupun yang BESAR.

Kita mulai dari kesalahan saya terhadap anak-anak.

Menyenangkannya bergaul dengan anak-anak adalah respon mereka selalu jujur. Jika tidak suka, langsung terlihat (biasanya).

Saya pernah mengurus sesuatu di Dinas Pendidikan hingga sore hari padahal ada janji les dengan anak-anak. Dan saya lupa membatalkannya, alhasil mereka menunggu saya di sekolah hingga sore.

Besoknya saya minta maaf kepada mereka, lalu berjanji akan les sore harinya.

Sore harinya saya datang ke sekolah.

Kosong. Anak-anak tak ada satu orang pun. Nampaknya mereka belum memaafkan saya 100% dan membalas tindakan saya :) .

Besoknya mereka pun sambil malu-malu minta maaf pada saya. Padahal saya pun malu.

Sungguh ini pelajaran berharga tentang kepercayaan bagi saya.

Karena sebagai PM kita berhubungan dengan banyak pihak, tentu kita pun bisa salah mengambil keputusan. Apapun alasannya.

Di daerah penempatan, kita harus membuat keputusan banyak hal, kadang enggan memutuskan, kadang berdiskusi dahulu, kadang ambil keputusan sendiri. Terserah kita.

Karena harus memutuskan banyak hal, bisa saja kita melakukan kesalahan fatal. Bisa saja kesalahan melibatkan stakeholder. Mengakibatkan dampak bagi banyak pihak.

Saya pun pernah berbuat kesalahan yang fatal menurut saya - maaf detailnya disensor :))

Down? Pasti. Kami bukan Tuhan.

Reaksinya bisa berbeda tiap orang. Bisa saling menyalahkan. Bisa saling membela diri. Bisa menyalahkan pihak ketiga. Bisa saling menguatkan. Bisa menganggap masalah itu tak ada. Bisa juga hanya menertawakan kesalahan itu.

Siapa yang paling benar? Siapa yang salah? Tidak penting lagi. Yang pasti kita saling belajar, ambil tanggung jawab bersama, lalu melaju ke depan.

Dan seperti bangsa saiya, kami percaya kami makin dikuatkan.

Oke, kita harus berhati-hati. Itu poin yang berbeda. Kali ini saya kita hanya membahas kesalahan.

Jadi PM bukan berarti tidak boleh berbuat salah. Justru mungkin ini kesempatan untuk action dan berbuat kesalahan sebanyak mungkin. Lebih baik mengambil keputusan lalu salah daripada tidak berani mengambil keputusan.

Tentu lebih baik untuk mengambil keputusan dan benar. Tapi kesalahan masa lalu dapat mengantarkan kita ke keputusan yang lebih bijak di masa yang akan datang ketika kita mendapat tanggung jawab yang lebih besar.

Di sekolah biasanya banyak anak yang takut akan kesalahan. Tidak mau menjawab karena takut  salah. Takut di tertawakan, takut guru marah. Menghadapi anak seperti ini biasanya saya menasihati agar berani menjawab, yang penting berusaha dan menikmati proses belajar.

Tapi pada kenyataannya, saya pun terkadang takut mengambil keputusan. Takut action. Bagaimana kita mau mengajar mereka tentang keberanian kalau kita takut  berbuat kesalahan. Takut ditertawakan. Saya meyakini kami dikirim ke penempatan bukan dengan harapan tak pernah bikin salah, tapi belajar dari kesalahan yg dibuat.

Leader must make mistake. Leader must encourage their people, their team to make mistake too.

Dean Keith Simonton pernah melakukan kajian terhadap 2.036 ilmuan kreatif sepanjang sejarah, dan hasilnya adalah fakta bahwa ilmuan yang yang paling dihormati bukan saja menghasilkan lebih banyak karya besar, tetapi juga lebih banyak karya buruk dibanding ilmuan lainnya. Mereka adalah pembuat kesalahan terbanyak.

Maaf jika ada yang kurang berkenan atas kesalahan yang saya buat.

Terima kasih karena memberi kesempatan kepada saya untuk berbuat salah.

Hidup Bangsa  Saiya!!!

 

Edhy Surbakty

Rantau Panjang, 2012


Cerita Lainnya

Lihat Semua