Arman Ke Singapura Berkat Laba-Laba. Serius?

Edhy Priyatna Anugrah Surbakty 12 Agustus 2012

 

Konon  ada seekor laba-laba yang sedang bekerja membuat sarang di pojokan salah satu rumah. Karena hujan, sarang tersebut pun rusak karena terkena bocoran air hujan. Maka  laba-laba itu pun mengulangi proses membangun lagi. Namun kembali dia jatuh karena licin dan rumahnya kembali rusak.  Begitu sampai beberapa kali.

Ada 3 orang yang memperhatikan laba-laba tersebut dan berbincang-bincang,

“ Lihat laba-laba itu, saya pun nasibnya seperti laba-laba itu, sebagaimanapun saya berusaha pasti gagal. Nasib memang tidak berpihak padaku dan laba-laba itu. Laba-laba malang” ,ujar orang pertama.

“ Laba-laba itu bodoh. Seharusnya bila ada rintangan kita mencari jalan pintas, agar tak susah-susah menghadapinya. Dengan berbagai cara pokoknya harus berhasil.” , sahut orang kedua.

“ Hebat ya laba-laba itu, tidak peduli berapa kali dia jatuh dia terus bangkit berjuang lagi. Walaupun sekecil itu, laba-laba itu memiliki semangat juang  yang sangat besar. Saya harus mencontoh semangat juang dan ketabahan laba-laba itu.” Kata orang ketiga dengan pandangan kagum ke laba-laba itu.

Dari percakapan di atas, nampak dalam masalah yang sama, kita dapat melihat dari banyak sudut pandang yang berbeda. Hasilnya pun tentu akan berbeda.

Dalam konteks yang lebih nyata, ini dapat kita lihat dari prestasi seorang anak yang bernama Armansah.

Ya, namanya Armansah.

Siswa SDN 018 Tanah Grogot ini berhasil menjadi pemenang di Kalbe Junior Scientists Award 2012 dengan karyanya Permainan Membangun Piramida Berwarna.

Siswa kelas 5 yang tinggal di desa Pulau Rantau dan bersekolah di desa Rantau Panjang ini berkesempatan untuk berangkat ke Singapura pada September mendatang.

Armansah pun dengan bangga bisa menceritakan pengalamannya bertemu dengan Wakil Presiden, Pak Budiono.

Ini bukan cerita Cinderela yang dibantu ibu peri untuk mewujudkan cita-citanya.  Ini masalah kerja keras.

Apa kira-kira yang menyebabkan anak dari desa tanpa listrik bisa memenangi kompetisi tingkat nasional di Jakarta dan berhak untuk ke Singapura pada saat mungkin anak lain di sana tidak pernah berpikir akan mendapat kesempatan ke Singapura?

Banyak hal tentu saja.

Tapi kali ini mungkin kita bisa belajar satu hal dari Armansah.

Seperti dalam kisah laba-laba tadi dalam menghadapi masalah kita bisa merespon dalam berbagai bentuk, kita bisa melihat dari sudut pandang tertentu.

Ketika dia harus menyebrang sungai padahal hari libur untuk berdiskusi dengan pembimbingnya, dia bisa saja malas menyebrang dan bermain. Tetapi tidak. Dia setiap hari rajin menyebrang untuk berdiskusi tentang karyanya.

Ketika fasilitas untuk membuat permainannya tidak lengkap, Arman bisa saja menyerah dan mengundurkan diri dari lomba ini. Tetapi  tidak. Dia melihat itu sebagai pemacu kreatifitasnya. Dia gunakan segala sumber daya yang ada di sekitarnya seperti batu, kertas, dll.

Ketika diberitahu bahwa Arman akan ke Jakarta untuk mempresentasikan karyanya tanpa ditemani keluarganya dan hanya di temani pembimbingnya, Arman sebagai anak yang seumur hidupnya selalu bersama keluarga dan tidak pernah pergi jauh bisa saja menolak berangkat karena alasan ingin ditemani, takut kalah dll. Tapi tidak. Dia antusias menghadapi presentasi di Jakarta walau tanpa di temani keluarga karena tahu ini kesempatan yang terlalu berharga untuk dilewatkan.

Ketika diberitahu oleh pembimbingnya bahwa Arman akan presentasi memakai laptop, sebagai siswa yang tidak biasa menggunakan laptop mungkin lebih enak untuk menghindar dan menolak dan presentasi tanpa powerpoint.  Tetapi tidak. Dia justru belajar presentasi lebih giat agar terbiasa meggunakan semua alat bantu presentasinya.

Ketika melihat dan menyadari lawannya ‘anak kota’, Arman bisa saja gemetar dan menganggap dirinya pasti kalah. Tetapi tidak. Dia melihat itu sebagai tantangan yang mengasikan bisa bertanding dengan banyak orang dari berbagai daerah. Dia masuk ke ruang presentasi dengan kepercayaan diri tinggi untuk menaklukan para juri.

Ini hanya masalah sudut pandang.

Mungkin kita harus belajar lebih bijak mengambl sudut pandang kita atas sesuatu.

Maka, untuk saat ini, apakah hujanmu? Rintanganmu? Yang menghalangimu mencapai mimpimu?

Apakah kamu mengambil sudut pandang orang pertama? Kedua? Ketiga?

Belajar dari Arman, sudut pandang kita menentukan tindakan yang kita ambil, tindakan kita menentukan hasil.

Putuskanlah dengan bijak.

-Edhy Surbakty -


Cerita Lainnya

Lihat Semua