"Semangat Negeri Peri Menangis”

Doni Purnawi Hardiyanto 19 Maret 2015

Hari itu hujan turun sangat lebatnya dari siang  kemaren. Tidak berhenti sampai pagi mengantikan malam. Hujan di tanah ini membuat udara terasa lebih sejuk dan nyaman. Namun  ada kekhawatiran dalam pikiranku mengenai saat hujan terus mengguyur ,”bagaimana anak-anak bisa berangkat ke  sekolah di hari hujan yang cukup lebat ini” pikirku dalam hati.  Saat dalam perjalanan berangkat ke sekolah aku pun menyakinkan hatiku bahwa akan ada anak-anak yang datang dan berjalan bersamaku ke sekolah seperti pagi biasanya. Namun pada pagi itu benar-benar kosong, tidak ada satu pasukan penuh semangat yang biasanya memanggil namaku saat aku sudah berjalan dengan cepat ke sekolah.

Aku berjalan dengan begitu cepat menuju ke sekolah berharap ada anak-anak penakluk hujan pada hari itu. Saat setalah sampai aku di sekolah hanya ada satu guru dan dua orang siswa yang kebetulan rumahnya dekat dengan sekolah. Selebihnya siswa belum ada yang terlihat dari kejauhan, dan saat aku melihat jam di kantor telah menunjukan pukul 07.45 WITA, maka aku memutuskan untuk mengajak anak kedua ini untuk menggambar. Menghibur mereka berdua yang sudah berjuang datang ke sekolah dengan sedikit basah.

Lima menit sebelum aku akan memulai  menggambar, dari kejauhan mulai berdatangan siswa dengan beberapa payung yang bolak-balik tertepa angin dan membalik, dan ada juga anak yang sengaja bermain hujan dibalik payung yang cukup besar. Siswa di sekolah ini tidak lebih dari 50 anak, namun di pagi ini juga anak-anak yang datang hanya 30 % dari jumah siswa yang ada. Akhirnya aku memutuskan untuk menggambar sebelum mereka belajar seperti  biasanya. Mungkin salah satu caraku juga untuk mengusir kegelisahan anak-anak saat hanya beberapa yang datang termasuk kesedihanku pada hari itu. Seperti biasa sebelum memulai aktifitas di pagi hari aku selalu mengajak siswa untuk chiken dances dan senam otak. Namun pagi itu aku sedikit menambahkan satu dongeng dadaakn mengenai “Negeri Peri Menangis”, mungkin judul itu terinsipirasi dari desa yang terus menangis pada hari itu.

Anak-anak semuanya berkumpul dalam satu kelas yang sama,  hanya ada 15 siswa yang sudah siap duduk mendengarkan ceritaku dengan wajah antusiasnya seperti mendaptkan sarapan pagi yang lezat. Aku memulai cerita dengan kondisi alam yang awalnya indah dan subur dan selalu diterpa matahari pagi yang indah di negeri peri. Sampai akhirnya para peri tersebut kehilangan pohon-pohon di hutan karena ulah monster-monster perusak pohon- dengan menebangnya secara liar. Anak-anakpun mulai menyamai diri mereka saat itu sehingga kelas cukup ramai, dan setelah cerita diakhiri , aku meminta anak-anak untuk menggambar. Hari ini adalah hari menggambar, dua jam sebelum waktu istirahat mereka akan menggambar sesuai imajinasi tentang hujan di desa pada saat itu.

Setelah anak-anak selesai menggambar dan mengumpulkanya padaku, aku sedikit terkesima dengan salah satu gambar yang dibuat oleh siswa kelas V, sebut saja dia Wandi. Wandi menggambar kondisi alam di desa dengan perpaduan imajinasi tentang semangat peri yang pergi ke sekolah untuk belajar menjaga alam. Dari gambar Wandi, aku melihat kondisi alam yang sebelumnya mereka lihat, penebangan pohon secara liar, dan bagaimana kondisi alam ini yang semakin lama semakin diambil hasilnya tanpa memperhatikan dampaknya. Wandi mewujudkan imajinasi yang luar biasa pada pagi hujan tersebut. Saat aku tanya ini siapa yang bersayap, Wandi hanya menjawab “itu kami pak guru yang selalu semangat belajar meskipun hujan turun karena kami akan menyelamatkan alam ini nantinya”. Aku sangat terkejut dengan jawaban siswa yang luar biasa ini.

Saat aku melihat gambar dan raut wajah Wandi, aku tersadar apakah saya sebagai guru sudah ikut menjaga alam. Dari gambar dan semangat Wandi aku belajar tentang semangat lebih untuk menjaga alam. Alam telah memberikan kehidupan yang baik kepada mereka disini,  dari alam ini juga mereka banyak belajar. Alam telah menjadi guru yang baik bagi mereka selama bertahun-tahun hingga terkadang malah aku sebagai guru banyak belajar dari mereka untuk memanfaatkan alam dan mencintai alam juga belajar tentang alam.

Sekarang meskipun hujan sering turun di pagi hari, anak-anak tetap semangat dan bernyanyi di bawah hujan. Mereka bersuka ria dengan hadirnya hujan karena disana mereka menciptakan imajinasi yang terkadang aku melihat mereka layaknya pedekar yang menghancurkan monster, dan hujan bukan lagi halangan untuk mereka karena mereka mencintai dan mensyukuri hujan sebagai salah satu melodi setiap kehidupan dan cerita mereka di sekolah. 

 

sajsaljjshasbaskja

Cerita Lainnya

Lihat Semua