Tentang Dongeng dan Noken

De Rizky Kurniawan 24 Februari 2017

Pada suatu hari yang tidak lagi saya ingat tepatnya kapan, saat saya berada di Serui, saya sempat menonton berita mengenai perpustakaan kuda keliling di daerah Purbalingga, reaksi spontan saya saat melihat berita tersebut adalah “buset daaaah”. Beberapa waktu kemudian teman sesama Pengajar Muda Kabupaten Kepulauan Yapen, Tri Sujarwo, melakukan hal yang kurang lebih sama dengan perpustakaan kuda keliling, beliau membuat apa yang disebut sebagai perpustakaan noken keliling di desa tempat ia bertugas, Sambrawai. Jarwo menggunakan Noken Serui atau juga akrab disebut kaketa sebagai pengganti kuda, noken sendiri adalah tas/kantung anyaman yang biasanya terbuat dari kulit kayu melinjo, ukuran maupun modelnya bisa disesuaikan sesuai keinginan, bisa menjadi sling bag atau bahkan backpack, biasanya noken digunakan untuk mengangkut sagu, kayu bakar, buah – buahan, sayur – sayuran , atau hasil hutan lainnya. Singkat cerita ternyata perpustakaan keliling noken yang dibuat oleh jarwo menjadi sesuatu yang digemari oleh anak – anak di desanya. Timbul pergunjingan remeh dalam benak “Not sure if cool idea is weird or weird idea is cool”, timbul juga rasa bersalah atas peniliaian saya sebelumnya, ini menjadi pelajaran juga bagi saya.

Berbekal noken yang saya dapat dari Jarwo, dan juga beberapa buku kiriman dari beberapa kerabat, (thank you guys, I know I can always count on you, and Inas, you have a good taste in children’s books), akhirnya saya mencoba mentuk membuat hal yang serupa dengan Jarwo, perpustakaan noken keliling. Saat perjalanan keluar kamar menuju sekolah menggunakan Noken, banyak orang berkomentar mengenai noken yang saya pakai, dari mulai orang tua piara saya, warga sekitar, hingga murid – murid saya “AHEEEEEEEUY Pak Guru pu tas bagus apa..” bahkan ada beberapa anak murid kelas lain yang berlari ke kelas saya hanya untuk melihat saya memakai noken “itu liat sa bilang apa, Pak Guru pakai tas Papua”.

Anak – anaknya menjadi lebih heboh lagi saat melihat saya mengeluarkan beberapa buku dongeng dari dalam noken yang saya bawa. “Pak guru pu buku mantap apaaaa, Pak guru baca sudah” seru Aconi, banyak buku dongeng yang sudah saya bacakan untuk mereka, sepulang sekolah anak – anak juga sering sengaja singgah ke tempat saya untuk membaca buku – buku yang ada. Banyak hal menarik terjadi saat aya membacakan dongeng untuk mereka atau saat mereka membaca buku – buku yang ada pada saya, misalnya seperti saat saya membacakan fabel ‘Kancill dan Siput’, salah satu dari mereka bertanya “Siput itu apa kah?” lalu saya tunjuk gambar siput yang ada pada buku yang saya pegang, dan langsung ada yang menjawab “ah itu bukan siput Pak Guru, itu pu nama bilolo (Simput dalam bahasa Ampimoi)”, setelah itu cerita tersebut populer di Ampimoi dengan judul “Kancil dan Bilolo”. Sempat juga saya membacakan cerita rakyat “Timun Mas” pada anak – anak kelas satu, ketika saya tanya apakah mereka mengetahui Timun Mas atau tidak, sontak Sophian Paiki menjawab “Tau Pak Guru, tong pernah nonton di kaset, dong pu kuliiit putih sampe, mirip dengan Pak Guru pu kulit.” Sophian dan beberapa anak – anak lainnya langsung mengelus – ngelus tangan saya. Hingga sekarang saya masih sering berpergian sambil membawa noken berisi buku – buka cerita anak – anak, semoga minat baca anak – anak terus bisa terus meningkat.


Cerita Lainnya

Lihat Semua