Guru Seko, Bapak Pendidikan di Baku

Muhammad Catur Saifudin 10 Mei 2015

Guru Seko, begitu beliau biasa dipanggil, nama tersebut adalah nama yang disematkan orang Bima kepada orang yang mereka hargai. Pemilik nama asli Asikin Muhammad ini adalah sosok yang tidak bisa lepas dari proses pendidikan di dusun Baku. Berawal dari hobi beliau yang suka berburu rusa, pada 1992 perjalanan membawa beliau sampai pada sebuah perkampungan di tengah pegunungan di kecamatan Lambu, kampung Baku namanya. Perkampungan itu ada karena masyarakat di desa terdekat yaitu desa Sumi bercocok tanam di kampung itu dan tinggal sementara disana, setelah beberapa tahun kemudian kampung Baku semakin ramai penduduk yang tinggal tak hanya saat musim tanam sehingga yang tinggal disana tidak hanya orang tua tapi juga anak-anak mereka.

Pada 1992, di saat penduduk setempat masih terus disibukkan mencari makan, di kampung itu belum ada satupun warga yang lulus sekolah dasar, Guru Seko yang menjadi seorang pendatang baru tentu akan sulit untuk mencapai kesepakatan dengan warga. Disinilah cerdasnya beliau dalam membaca kondisi dan berstrategi, akhirnya beliau mengajak salah satu ketua Rukun Tetangga (RT) yang bernama Abdurrahman. Beliau berdua menggerakkan masyarakat setempat untuk bersama-sama mendirikan sebuah sekolah di Baku, pak Abdurrahman menjadi gateway antara Guru Seko dan masyarakat setempat. Berkat loby dan pendekatan yang tidak dibilang mudah, warga sepakat untuk membangun sekolah darurat. Situasi kampung menjadi begitu riuh, ada yang tengah sibuk mencari kayu, ada yang tengah sibuk mencari ilalang, para ibu-ibu sibuk menyiapkan makan dan minum untuk bapak-bapak yang bekerja. Beberapa hari berselang, terbangunlah sebuah sekolah darurat dari kayu, beralas tanah, kursi berkayu, beratap ilalang hasil gotong royong warga. Terkait administrasi, beliau menyampaikan adanya sekolah darurat kepada pihak Dinas Pendidikan di tingkat kecamatan dan menetapkannya sebagai kelas jauh SDN Sumi.

Sekolah sudah ada, tapi siapa muridnya? Untuk mengawalinya Guru Seko mengajak beberapa anak muda berusia sekitar 13 tahun untuk masuk sebuah sekolah tak formal tersebut, dengan bantuan bapak Abdurrahman yang cukup berpengaruh disana. Terkumpullah sekitar 10 murid yang setiap harinya diajar oleh beliau dengan sukarela. Peralatan sekolah seperti pensil, buku, kapur, dan papan dibeli dari uang hasil menabung warga, ya, warga sedikit demi sedikit menabung mengumpulkan uang untuk membeli perlengkapan sekolah yang nantinya akan dibelanjakan oleh beliau saat pulang ke Sape. Menjaga semangat murid yang sudah besar untuk mau bersekolah, mengenal abjad, duduk manis di kursi sekolah bukan hal yang mudah, tak jarang beliau menjemput satu per satu muridnya di rumah atau kebun. Saat musim tanam atau panen tiba, beliau sudah berpasrah jika di sekolah hanya ada suara jangkerik karena anak-anak sibuk membantu orang tua. Tapi karena di masa awal-awal pendirian sekolah, beliau tidak terlalu memaksakan kondisi dengan mengharuskan tetap hadir.

Tidak puas sampai disitu, beliau terus mengusahakan yang terbaik untuk sekolah tersebut agar bisa berdiri sendiri, memiliki gedung sendiri, mengurus administrasi sendiri karena dengan begitu dinas akan mendukung ketersediaan guru dan ujungnya murid semakin banyak karena para orang tua di Baku tidak perlu lagi menyekolahkan anak mereka di Sumi yang jarak tempuhnya sekitar 25KM. Berkali-kali kembali antara Sape-Bima untuk mengurus administrasi, akhirnya niat mulia beliau terwujud juga. Pada 1995, berdirilah Sekolah Dasar Negeri Instruksi Presiden Baku (SDN Inpres Baku) dan dibangunlah 3 ruang kelas. Beliau juga mengajak istrinya yang juga seorang guru SD (Bu Naha) dan salah satu warga tetangga desa beliau yang baru saja lulus Sekolah Pendidikan Guru (SPG) untuk turut mengajar disana, Pak Junaidin namanya, beliau tidak pernah pindah mengajar dan masih terus setia mengabdi disini. Di awal ajaran baru mulai ditertibkan administrasi dengan penerimaan siswa baru, karena jarak yang jauh beliau bertiga membuat sebuah pondok untuk tinggal sembari bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ketika musim panen atau buah, sebagai penghargaan kepada guru-guru yang rela meninggalkan kenyamanan di rumah, warga sering memberikan sesuatu, entah itu buah, padi, bawang, ataupun jagung.

Kondisi dusun Baku berangsur membaik apalagi saat daerah Baku ditetapkan sebagai daerah transmigrasi pada 2005, jam belajar menjadi lebih tertib, murid semakin banyak, beberapa prestasi berhasil diraih. 14 tahun kemudian beliau dipindahkan ke sekolah di bawah untuk posisi yang sama, kepala sekolah, tetapi karena kepala SDN Inpres Baku meninggal pada 2010 dan tidak ada yang berkenan menjadi kepala sekolah karena masalah jalan dan kondisi disana, akhirnya Guru Seko kembali dipanggil untuk menjadi kepsek disana hingga saat ini.

Hari ini, 20 tahun sudah sekolah itu berdiri, memberikan jejak terbaik untuk para muridnya. Murid yang  dulu diajar, sekarang telah banyak yang menjadi rekan kerja sebagai guru, beberapa sudah ada yang berhasil dengan bertaninya, merantau ke luar pulau, ataupun pergi ke luar negeri untuk menjadi tenaga kerja dan tentu saja banyak yang telah berhasil memperbaiki kondisi ekonomi mereka, dan pendidikan menjadi salah satu sarana terbesarnya. Waktu 20 tahun tidaklah sebentar, telah banyak yang dialami manis, asam, pahit kejadian dalam mengabdi disana dan tetap bertahan hingga saat ini menjadi bukti pengabdian tak terbantahkan bagi mereka, ya, Guru Seko dan para guru masih terus menikmati kesehariannya mendidik anak-anak Baku.

Pada bulan ini, Mei 2015, Guru Seko, sang pembuka jalan perbaikan pendidikan di Baku secara de jure telah berhasil menyelesaikan masa baktinya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Saatnya orang lain yang akan melanjutkan estafet perbaikan pendidikan di Baku dengan semangat keoptimisan bahwa dulu Baku pernah menembus batas kebiasaan hingga mampu berubah hingga seperti ini, tentu saja ke depan Baku dapat semakin baik lagi. Ketulusan, kecerdasan membaca kondisi dan berstrategi, kelihaian menjalin hubungan baik dengan warga ataupun pejabat, keberanian mendobrak kebiasaan, melakukan sesuatu berdasar minat (beliau sangat minat dan ahli di bidang olahraga dan seni), dan berbagai hal lagi yang saya pelajari dari bapak selama ini. Di akhir masa baktinya, beliau masih saja bersemangat untuk menularkan ilmunya, kali ini berencana untuk membuat sebuah syukuran dan pentas kecil yang penampilnya dilatih oleh beliau. Sukses ya Pak untuk pentas seninya! :)

 


Cerita Lainnya

Lihat Semua