Sahabat Laut

Beryl Masdiary 29 Juni 2011

Saya belum pernah membayangkan akan menetap di suatu tempat yang begitu dekat dengan alam. Puji Syukur kepada Allah yang maha pemurah, yang memperkenankan saya bergabung dengan Indonesia Mengajar lalu memiliki ‘rumah’ kedua dengan halaman belakang laut, dan tetangga.. pulau Satonda dan Moyo! Senyum lebar terkembang di bibir saya begitu melihat rumah panggung dari kayu, yang ditata apik, dengan kano di samping rumah dan saudara angkat yang berjumlah 10 orang. Hihi tapi tenang saja, sehari-hari saya hanya akan ditemani 2 orang kakak perempuan, yang bekerja sebagai guru SMP, dengan bapak asuh nelayan asal Ende, Flores. Saya langsung merasa ‘homey’ karena disambut dengan senyum tulus, dan ibu yang banyak bicara dalam bahasa Bima. ‘Agar terbiasa dan cepat bisa’, katanya. Bapak mengatakan ‘Dulu saya juga orang rantau, saya mengerti perasaan anak. Anggap rumah sendiri ya. J”. Saya tinggal di perkampungan nelayan, tapi dikenal sebagai kota kecamatan, karena cukup dekat dengan kantor kepala desa, camat, puskesmas dan kantor polsek serta koramil. Jarak rumah kami sangat dekat dengan Pasar Jumat, yang merupakan pusat kehidupan sekali seminggu. Dusun ini punya satu nama sesuai keadaan alamnya, Sarae-Pasir. Dusun ini adalah dusun nelayan yang telah lama umurnya. Beralaskan pasir, rumah panggung dengan kano di samping rumah berderet rapi di kiri kanan. Nama desanya, indah sekali; Labuhan Kananga, yang berarti pelabuhan kenangan. Banyak kapal yang berasal dari Bali dan Surabaya mampir kesini, dan melakukan transaksi dengan warga sekitar. Tak sedikit pula turis dan pengusaha dalam dan luar negeri mengunjungi Tambora, terutama untuk meneliti penemuan sejarah dan pasirnya yang mengandung besi. Desa ini terletak di kecamatan Tambora, Ta artinya mari (kata ajakan) dan Bora artinya menghilang. Dahulu, Tambora merupakan pusat kejayaan yang memliki banyak hasil alam. Namun setelah Gunung Tambora meletus pada 1815, daerah ini seperti ‘tertidur’ dan perlu segera dibangunkan dari tidur panjangnya. Saya bicara banyak dengan penduduk sekitar, dan mereka semua sekata bahwa dengan sumber daya alam yang melimpah, sumber daya manusianyalah yang harus dipersiapkan dan dibangun secara berkesinambungan. Pendidikan dasar, somehow, adalah pintu gerbang yang investasinya long lasting, membekas di jejak ingatan seorang anak selamanya, menanamkan mimpi dan membentuk prilaku suka belajar dan semangat mencapai cita. U will have your own private beach, kata Pak Hikmat setelah pengumuman daerah penempatan. Dari jendela kamar mungil rapi yang khsusus disiapkan Ibu housefam untuk saya, saya langsung bisa menikmati pemandangan dan aroma asin air laut. Dengan jarak rumah sekitar 20 meter dari tepi pantai, laut flores terbentang cantik dan pulau satonda megah terlihat. Di sudut yang memanjakan mata inilah, saya akan menghidupkan hari-hari mereka, saya, kami.  Long live Tambora. Carpe Diem, Bima!


Cerita Lainnya

Lihat Semua