info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

BERAWAL DARI KEBERAGAMAN (Indahnya Perbedaan)

Benny Sudjono 1 Januari 2014

Sebenarnya bingung memulai dari mana dan diawali dengan kata apa. Sebab aku memang tak pandai dalam merangkai kata, tak jago pula mengukir kalimat-kalimat, apalagi kalimat yang indah. Namun biarkanlah aku mencoba mengawali cerita dari kata yang serba kekurangan ini. Bangsa ini memiliki fondasi Pancasila yang di dalamnya tertuang makna-makna keberagaman diperkuat pula dengan cengkraman burung garuda yang membawa tulisan “Bhinneka Tunggal Ika”. Keberagaman itu merupakan harga mati bagi setiap orang, masyarakat, bangsa, dan negara. Keberagaman itu ciptaan Tuhan YME yang tak bisa dipungkiri oleh setiap manusia.

Berangkat dari hal itu aku ingin mencoba bercerita tentang beberapa hal selama berjalannya waktu aku dalam proses mencari jati diri dan merabah kehidupan untuk masa depan kelak. Aku dilahirkan dari keluarga sederhana yang di dalamnya ternyata memiliki keberagaman. Mengapa aku bilang keberagaman? Mamaku sebelum menikah dengan papaku sudah pernah menikah dengan bapak dari kedua kakakku yang berasal dari orang Jawa beragama Islam. Dari situlah mamaku masuk agama Islam. Sampai pada terjadinya suratan takdir Allah yang memanggil bapak dari kedua kakakku tercinta itu pulang menghadap sang Khalik. Setelah meninggalnya bapak dari kedua kakak tercintaku itu akhirnya mamaku menikah dengan papaku dengan hasil buah hatinya tiga orang sehingga total saudaraku menjadi lima. Papa mama ku orang asli indonesia namun keturunan suku china. Keluargaku ini memiliki kedisiplinan yang aku rasa pribadi patut mensyukurinya, sebab efek dari hal tersebut benar-benar dapat dirasakan saat ini.

Dari dulu aku saat menjadi pelajar, mahasiswa hingga saat ini dalam perjalananku menjadi pengajar muda di Indonesia Mengajar berada selalu dalam lingkungan yang dikatakan beberapa orang lingkungan minoritas, padahal aku malah merasakan sebaliknya, aku berada didalam lingkungan mayoritas, meskipun terkadang ada olokan-olokan (hinaan) yang dilakukan kepadaku. Mengapa aku merasa dalam lingkungan mayoritas? Karena aku berpikir bukanlah masalah Suku, Ras, Bahasa, Agama  atau apalah itu. Namun aku berpikir aku adalah orang Indonesia, aku dilahirkan dan dibesarkan di negara Indonesia. Sudah semestinya aku harus dapat mengabdi dan berusaha mengharumkan nama bangsaku ini. Hal itulah yang menjadi dasarku bergabung dengan Indonesia Mengajar. Hal tersebut pula menjadi motivasi diriku untuk dapat menjadi berkembang. Kenyataannya aku dapat menyatu dan beradaptasi kok dengan baik ketika pelajar, mahasiswa maupun saat menjadi pengajar muda hingga kini. Namun mengapa orang mengatakan minoritas? Sebab banyak orang menilai aku sekolah di sekolah negeri yang di dalam sekolah tersebut sebagian besar memang mayoritas orang Jawa dan Madura. Tetapi buktinya pula ketika aku pelajar dapat aktif dengan baik dan diterima secara terbuka dilingkungan organisasi, malahan ketika mahasiswa diriku sempat menjadi ketua BEM dan aktif diberbagai organisasi baik intrakampus maupun ekstrakampus. Dari situ aku malah memiliki rekan-rekan hebat, dan keluarga-keluarga baru yang selalu memberikanku pelajaran tentang arti kehidupan sebenarnya. Itu merupakan bukti kalau masyarakat Indonesia tak semuanya berpikiran sinis atau rasis meskipun masih banyak juga yang berfikir rasis.

Namun ternyata rintangan tak hanya datang dilingkup masyarakat sekitar saja melainkan dari lingkup keluarga besar sendiri juga mempermasalahkan hal yang menurutku itu tak perlu dipermasalahkan. Saudara-saudara papa dan mamaku sering kali mempermasalahkan tentang agama dan seringnya keluarga kami kumpul dengan masyarakat Jawa. Namun itulah pendirian kami. Setiap pribadi manusia selalu memiliki prinsip masing-masing dan itulah prinsip keluarga kami. Kalau aku disuruh memilih aku akan tetap memilih dalam posisiku saat ini, yang memberikan diriku ini banyak pelajaran tentang perbedaan itu indah. Aku berada dalam masyarakat yang berbeda ras, suku dan lain-lain dan berada dalam keluarga besar yang beranekaragam agamanya. Inilah yang menurut diriku pribadi adalah perkuliahan, persekolahan ataupun pendidikan sebenarnya berada dalam universitas kehidupan.

Bangsa ini terbentuk bukan untuk berbicara mayoritas maupun minoritas tapi berbicara tentang kedaulatan dan keberagaman untuk negara ini sendiri agar lebih maju. Jadi ingat kata-kata pak anies “Republik ini tidak dirancang untuk melindungi minoritas. Tidak juga untuk melindungi mayoritas. Republik ini dirancang untuk melindungi setiap warga negara, melindungi setiap anak bangsa”..

Saya tutup cerita singkat yang mungkin serba kekurangan ini dengan pesan singkat dari Bapak Anies Baswedan dalam artikel yang dimuat dikompas 11 September 2012 lalu yang berbunyi “Ingat, Republik ini didirikan oleh para pemberani: berani dirikan negara yang bineka. Kini pengurus negara diuji. Punyakah keberanian untuk menjaga dan merawat kebinekaan itu secara tanpa syarat. Biarkan kita semuadan kelak anak cucu kitabangga bahwa Republik ini tetap dirawat oleh para pemberani”.


Cerita Lainnya

Lihat Semua