Ia yang Mengajakku Bernyanyi, Ia yang Telah Pergi

Bella Moulina 6 Desember 2013

“Bella itu...

(+) Suaranya merdu

(+) Kalo nanti di penempatan, saya inget suaranya Bella.

(-) Kayaknya gupek-an (gak tenang)

Saran: lebih tenang dan fokus

Pesan: Bersykur itu indah dan caranya sederhana. Semoga berkaryanya kita di tempat-tempat nanti adalah salah satu cara kita untuk bersyukur.”

 

                Pesan itu kamu tulis di buku harianku, yang sengaja aku berikan ke semua teman-teman PM VI untuk ditulis. Isinya, komentar positif dan negatif dari mereka, sekaligus pesan atau saran bagi hidupku setahun kedepan, atau bisa jadi untuk selama-lamanya. Kamu menuliskannya dengan lugas, to the point, dan apa adanya. Yang sejujurnya apa yang kamu tulis dalam hal kekurangan itu benar adanya. Kamu tidak melebih-lebihkan. Aku memang kadang gak tenang jika menghadapi situasi yang sulit. Kamu benar, Dit.

                Kita pernah satu suara soal watak orang Sumatera. Kita pernah membicarakannya di suatu warung makan nasi Padang di depan Giant Purwakarta. Disana, di satu meja, ada aku, kamu, dan Mabrur. Disana kita bercerita bahwa watak Sumatera yang keras membentuk kepribadian yang keras pula, baik itu dalam hal intonasi suara dan menyampaikan pendapat. Kita sama-sama menyadari bahwa itu akan menjadi perbedaan dengan teman-teman lain. Terbukti ada beberapa teman-teman yang saat itu komplain dengan nada suaramu yang seperti orang demo itu. :’)

                Kau pernah bercerita pula soal ayahmu dan keluargamu bukan? Di sela-sela makan itu, aku dan Mabrur juga bercerita tentang keluarga kita. Kita saling bertukar pengalaman soal hidup pula. Tanpa terasa kita memutuskan untuk nambah nasi lagi. Hahaha, ya kita nambah nasi karena belum kenyang. Akhirnya kita bertiga membagi porsi nasi tersebut dengan sisa lauk yang ada piring kita. Nikmat sekali. Aku hampir-hampir gak mengkhawatirkan kodratku sebagai cewek yang nambah nasi di depan cowok-cowok. :D

                Di lain kesempatan kita pernah satu tim dalam lokakarya Pengajar Muda untuk guru-guru SD dimana kita pernah praktek mengajar di Purwakarta. Kelas Bahasa Indonesia adalah kelas kita. Disana aku melihat Adit semakin baik. Ia yang tidak sudah memaksakan keinginan hatinya. Ia yang telah berupaya mendengarkan orang yang memiliki pendapat berbeda darinya. Ia yang dengan segala kerendahan hatinya, bersedia mengisi kosongnya kursi di kelas itu bersamaku dan teman-temannya, karena ia tahu kapan saatnya dipimpin dan memimpin. Kerja tim waktu itu membuatku semakin mengenal Adit. Kamu masih ingat kan, Dit?

                Last but not least, entah kenapa sejak aku menyanyi di depan teman-teman PM 6 ketika hari ulang tahunku, 2 Mei lalu, kau memintaku untuk bernyanyi bersama lagu Sherina. Aku lupa lagu Sherina yang kita nyanyikan bersama waktu itu. Hhmmm, kalo gak salah Andai Aku Besar Nanti dan Aku Beranjak Dewasa. Katamu: “Bel, ayo nyanyi lagu Sherina.” Jawabku: “Eh, buat apa?” Lalu kau menjawab: “Ya, gak apa-apa, suara Bella kan bagus.” Lantas sayup-sayup melantunlah suaraku, diikuti pula suara Adit. Kemudian Angga lalu mencie-ciekan kita, haha. I still remember it :’)

                Kini, telah 5 hari kau meninggalkan dunia ini. Kau sudah berada di dunia bersama para bidadari, malaikat, dan Allah Swt di surgaNya. Kini kami hanya bisa mengenang saat ceria bersamamu, Dit. Kini aku khususnya hanya akan mengingat momen dimana kita bercengkrama dan bercerita. Kini tidak ada yang bisa menahanmu disini, karena kau telah disana. Yang bisa aku lakukan kini adalah mendoakanmu agar tenang bersamaNya di surga, Allah Swt menerima amal ibadah dari apa yang engkau lakukan di dunia, menghapus semua dosa-dosa yang pernah diperbuat, dan tersenyum melihat kami, 73 PM meneruskan cita-cita besarmu untuk pendidikan Indonesia.

                Dit, aku gak tahu apakah kejadian subuh pada tanggal 5 November kemarin adalah caramu pamit kepadaku atau gak. Yang jelas aku merasakan bahwa kaki sebelah kiriku ditarik dengan keras, seperti kulit terlepas dari tulang, seperti merasakan sakratul maut. Sakit sekali. Aku benar-benar merasakan kakiku ditarik beberapa detik, lalu perlahan-lahan mengendur. Entahlah apa yang terjadi padaku saat itu. Suaraku yang meneriakkan Astaghfirullah dan agghhh entah berada di alam mimpi atau memang nyata. Waallahu a’lam, apakah itu memang caramu pamit kepadaku atau gak. :’)

                Selamat jalan sahabat. Akan kukenang kau selamanya. Terima kasih atas 2 bulan yang indah selama di pelatihan. Terima kasih telah mengingat suaraku selama kau masih bercengkrama dengan indahnya Saumlaki. Bidadari surga untukmu :’)

               


Cerita Lainnya

Lihat Semua