Yang Spesial dari Adi

Belgis 13 Januari 2012

Rahmadi Namanya. Tapi ia biasa dipanggil Adi. Anak yang “spesial” menurutku. Karena ketika yang lain sedang belajar, maka dia akan bermain. Ketika yang lain mengerjakan soal, maka ia akan menggambar. Ketika yang lain patuh pada perintah, maka ia akan membangkang. Adi, menguji kesabaranku sejak dari pertama masuk di kelas 5. Adi memang berbeda, teman-temannya pun mengatakan hal yang sama kepadaku. Aku bingung bagaimana harus menaklukan Adi. Ia sering membolos, tiba-tiba pulang di tengah jam sekolah, atau keluar saat jam pelajaran. Pernah suatu ketika, karena tidak mengerjakan PR, Adi kuhukum. Hukuman yang kuberikan berdasarkan kesepakatan seluruh kelas, dan aku tidak pernah memberikan hukuman fisik. Ketika hukuman akan dilangsungkan, adi langsung saja mengambil tasnya dan pergi meninggalkan kelas hingga jam pelajaran usai. Selang sepuluh mneit kemudian ibunya datang sambil marah-marah dan menanyakan kenapa Adi dikunci, dan tidak diperbolehkan masuk kelas?. Ya, Adi pun suka berbohong. Tidak sekali, dua kali Adi melakukan hal yang sama kepadaku. Namun anehnya, orang tuannya masih suka membela Adi. Adi sangat emosional dan sulit dimengerti. Pernah juga Adi marah-marah padaku hingga memaki-maki . mengataiku  (maaf) “muka babi”, dan mengatakan ingin diajar oleh guru lain. Saat itu pekerjaannya mendapat nilai paling rendah di antara teman-temannya. Aku hanya tertegun menghadapinya saat itu, dan aku pun berusaha memutar otak agar Adi bisa berubah. Namun ketika aku bersikap lunak kepada Adi, memberinya perhatian lebih, maka teman-temannya yang lain akan merasa iri, dan dengan lantang mengatakan “udah mih bu, sidak tu baka iyak, nusa haru agik” (sudahlah bu, anak itu memang kaya gitu, tidak usah diperdulikan lagi). Aku mengerti, posisiku sebagai guru harus menempatkanku pada posisi yang adil di depan anak-anak. Aku tidak boleh berat sebelah.  Aku mencoba mencari-cari apa yang ia sukai. Berbagai cara kulakukan hingga pada akhirnya aku menemukan sesuatu. Secara tak sengaja, saat itu aku tengah mengajarkan lagu daerah pada anak-anak, “yamko Rambe Yamko”. Lagu ini memiliki irama yang riang sehingga sangat enak jika dimainkan dengan tabuhan alat musik. Sayangnya tidak ada gendang atau sejenisnya di kelas kami. Hanya ada ember untuk piket dan bangku-bangku di kelas. Akhirnya aku pun mengiyakan ketika beberapa anak meminta izin menabuh bangku-bangku dan ember yang ada. Saat itulah aku melihat Adi berbeda dari Adi yang kemarin. Ia terlihat sangat antusias menabuh dan tidak ingin cepat berhenti. Ketika acara menabuh gendang + bernyanyi kujadikan rutinitas sepulang sekolah, maka dipastikan Adi tidak akan membolos atau pun tiba-tiba pulang dari sekolah. Mungkin untuk awalnya aku hanya perlu mengkondisikan dia agar nyaman ketika di kelas.   Aku pikir, ini adalah celah bagiku untuk memulai pendekatan kepada Adi. Walaupun kadangkala Adi masih suka “kambuh” tetapi hanya sebatas merajuk dan tidak lagi pulang ke rumah. Adi yang sekarang terlihat lebih riang dan mudah diatur. Ia pun sudah tidak pernah marah dan memaki-makiku lagi.


Cerita Lainnya

Lihat Semua