SDN 06 Teluk AUR dan SMPN 04 SATAP Nanga Bunut
Belgis 24 Agustus 2011
18 juli 2011, resmi aku mengajar sebagai CikGu dan mengelola kelas. Atas keputusan kepala sekolah akhirnya aku menjadi guru kelas 5 (untuk semua bidang studi kecuali agama dan PJK). Karena ada SMP yang baru dibuka akhirnya aku pun diminta untuk menjadi guru bidang studi IPA terpadu dan bahasa Inggris untuk kelas 7.
Aku mengajar SD di pagi hari, mulai jam 7.15 – 11.50. Murid-murid SD kelas 5 berjumlah 21 anak, dengan karakter yang berbeda-beda, lucu-lucu. Variasi usia mereka pun beragam, antara 10-13 tahun. Pertama berdiri di depan kelas, sangat berkesan, karena ketika aku berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, maka mereka menjawab dengan bahasa daerah mereka (bahasa Hulu). Dooeenggg???? hihihi........
Sambil berbicara aku mencoba menatap wajah mereka satu persatu. Kuperhatikan dengan seksama dari ujung rambut hingga ujung kaki. Mereka menyunggingkan senyum lebar kepadaku, aku membalasnya dengan senyum riang. Kulihat beberapa di antara mereka berpakaian lusuh, kancing bajunya tak tahu entah ke mana, beberapa bahkan tidak beralas kaki, dan akhirnya kulihat sesosok makhluk kecil di ujung kelas, pelan-pelan kulihat anak kecil yang sedang memegang kerupuk, mungkin usianya baru 2 tahun,aahhh....rupa-rupanya ada juga yang ke sekolah sambil mengasuh adiknya karena tidak ada orang di rumah. Kulihat lagi barang bawaan mereka (tas), ternyata hampir separuhnya membawa barang lain selain tas, mereka membawa dagangan ke sekolah, ada setermos es lilin, krupuk ikan, kerupuk basah, bakwan, es kue dll. Aku hanya tersenyum melihatnya.
Kulanjutkan obrolanku dengan pertanyaan-pertanyaan lucu. Antusiasme mereka cukup tinggi, mungkin karena aku orang baru, jadi rasa tertarik mereka sangat terlihat. Namun, jangan coba-coba untuk lari dari pesonaku, akan kubuat kalian tertarik padaku seumur hidupmu :D
Hal pertama yang aku lakukan di kelas cukup sharing pada hari pertama, berkenalan, cerita ini itu, de el el. Dilanjutkan dengan games ringan sebagai assesment awal untuk mengenal karakter mereka. Hasilnya, Wow, mereka memiliki tingkat kepatuhan yang cukup tinggi lhoo, anak-anak yang luar biasa. Untuk selanjutnya aku masih melakukan assesment untuk materi-materi sekolah. Beberapa membuatku kagum, beberapa lagi membuatku tak mampu berkata apa-apa. Ada kejadian lucu saat aku melontarkan pertanyaan,
“di mana kalian tinggal??”
maka mereka menjawab “di teluk aur buuuuu”
kemudian kulanjutnya dengan pertanyaan “di propinsi manakah kalian tinggal??”
“................................” hening
Aku masih belum yakin dengan jawaban itu, jadi kulanjutkan lagi dengan pertanyaan selanjutnya.
“di negara manakah kalian tinggal?”
“di Indonesia Bu....” alhamdulillah, gumamku dalam hati karena mereka tahu bahwa Indonesia adalah negara mereka.
“apa nama ibu Kota Indonesia?”
“.............................” hening selama 2 menit. Kemudian ada yang menjawab
“Serawak buuuu.........” aku terhenyak, namun beberapa anak yang lain mulai gaduh dan menyalahkan jawaban tadi. Ahh..rupa-rupanya anak-anak masih tahu bahwa Serawak bukanlah bagian dari Indonesia. Kucoba lagi dengan memberi pertanyaan terakhir.
“ayoo siapa yang tahu siapa nama presiden kita saat ini??”
“bapak SUHARTO buuuu............” kompak anak-anak menjawab, dan aku hanya terdiam, tak mampu berkata apa-apa.
Inilah tugasku, membuka cakrawala pengetahuan untuk mereka. Menunjukkan bahwa dunia tidak hanya antara sungai kapuas dan hutan belantara.
Sore hari kulanjutkan dengan mengajar SMP mulai jam 13.00-17.00. SMP ini dinamakan SMP Satap (Satu aTAP) karena lokasinya satu kompleks dengan SD, kepala sekolahnya pun sama. Sebelumnya tidak ada SMP di desa Teluk Aur. Anak-anak melanjutkan SMP di desa yang lain, biasanya di kecamatan Bunut HIlir atau di desa Nanga Empangau. Karena letaknya jauh, untuk menempuh pendidikan di desa lain (di kecamatan misalnya) mereka harus kos (ikut tinggal bersama penduduk dan membantu tuan rumah), sehingga mereka tidak bisa membantu orang tua di rumah. Lagipula untuk biaya transportasi air (sampan maupun speed boat) dirasa cukup mahal. SMP SATAP 04 Nanga Bunut baru saja dibuka tahun ini, jadi hanya ada satu kelas untuk kelas 7 dengan kapasitas 30 kursi. Alhamdulillah, hingga saat ini sudah 29 kursi yang terisi, 7 laki-laki dan 22 perempuan. Kalau untuk murid SMP lebih variatif lagi usianya, antara 12-17 tahun. 17 di antaranya adalah fresh graduate, dan sisanya sempat berhenti karena alasan di atas. Namun secara pribadi aku bangga karena semangat belajar mereka cukup tinggi mengingat beberapa di antara mereka usianya sudah 17 tahun.
Ada beberapa kendala saat mengajar anak SMP dengan keadaan seperti itu. Di antaranya untuk recalling materi-materi yang sudah pernah diajarkan selama SD, kemudian untuk pengelolaan kelas karena mengingat usia mereka yang remaja tanggung (anak-anak bukan, remaja juga belum, hehehhe... ) kadang mereka suka membantah dan menawar-nawar (apalagi kalau sudah ada hubungannya dengan tugas dan PR). Beberapa di antara muridku malah teman bermainku di rumah, seperti Noy, jadi kalau di rumah mereka memanggil aku “kakak”, namun ketika di sekolah mereka memanggilku “CikGu” =)
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda