info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Kandau..... ke Jaung

Belgis 2 Agustus 2011
Pagi ini kami bersembilan berencana mengunjungi bagian dari desa Teluk Aur, yaitu dusun Jaung I dan Jaung II yang letaknya jauh ke dekat bukit. Tak banyak yang mendiami kedua dusun itu, mungkin tidak sampai 100 KK tinggal di situ. perjalanan panjang, hampir 4 jam kami berjalan kaki melewati hutan belantara, kemudian disambung dengan menaiki sampan. Karena mengangkut beban yang cukup banyak acapkali sampan kami hampir karam karena terhalang batang pohon yang tumbang atau pukat yang dipasang oleh orang-orang. kalau sudah begitu maka bapak akan turun ke sungai dan menarik sampan agar kami semua dapat melanjutkan perjalanan . Setelah serangkaian perjalanan melelahkan barulah kami sampai di dusun Jaung II. Dusun ini dihuni oleh komunitas dayak Iban dengan rumah adat mereka, Rumah Panjang. Rumah panjang ini didiami kurang lebih 20 KK dengan kepala adat mereka. Ada banyak hal menarik di sini, di antaranya pemandangan alam yang sangat indah, udara yang sejuk, dan kerajinan masyarakat dayak yang menakjubkan. kami sempat melihat mereka menenun kain yang sangat indah, beberapa terlihat juga sedang menganyam tangoi (caping), dan ada juga yang menganyam baju adat manik-manik. baju ini aku lihat cukup istimewa karena proses pembuatannya sangat rumit. Butuh waktu sekitar 3-4 bulan untuk menyelesaikan satu buah baju adat. baju ini merupakan baju khas mereka yang biasa digunakan untuk upacara- upacara adat dan pernikahan. Perjalanan kami yang cukup jauh dan melelahkan masih ditambah dengan kunjungan plus plus menuju bukit sarai. di bukit ini ada air terjun kebanggaan masyarakat teluk aur dan selalu ramai saat air pasang. bukit ini terletak sekitar 2-3 km dari dusun Jaung II. dan kami harus berjalan kaki menanjak di hutan yang masih rimbun dan licinnya luar biasa. kami sempat kelaparan saat perjalanan, tapi utungnya kami menemukan buah-buahan yang bisa kami makan di hutan, di antaranya durian dan cempedak. hmmm....nikmatnyaaa. setelah puas bermain air, kami sepakat untuk bermalam di bukit sarai, di rumah penduduk yang memiliki kebun karet di dekat situ. hanya rumah gubuk, dengan makan malam seadanya, nasi + pucuk ubi, tidak ada listrik,hanya ada pelita, tidak ada sinyal ataupun suara TV, yang ada hanya orkestra binatang malam, ditambah gemericik air terjun yang sayup-sayup terdengar. suasananya sangat tenang dan pengalaman ini tidak terbayarkan seumur hidupku.

Cerita Lainnya

Lihat Semua