Ijin ikut Belangkah?

Belgis 5 Februari 2012

Pelaksanaan ujian kali ini memang tidak sesuai dengan tanggal seharusnya. Rencana awal sekolah kami mengadakan ujian pada tanggal 19 Desember 2011 karena banyak materi yang belum tersampaikan, namun pada akhirnya kami harus mengikuti kalender akademik dari pusat, yaitu mengadakan ujian pada tanggal 5 Desember 2011. Banyak orang tua yang keberatan dengan pelaksanaan ujian pada tanggal itu, kenapa? Karena bertepatan dengan hajatan nikahan salah seorang sanak saudara dari kampung lain. Adat di desa kami, acara pernikahan biasanya berlangsung sekitar 3 hari jika diadakan di desa kami, namun jika acara pernikahan diadakan di desa lain, apalagi yang jauh tempatnya, maka bisa dipastikan orang-orang akan meninggalkan desa selama seminggu, dan setiap ada 1 acara pernikahan, bisa dipastikan orang sekampung akan turun untuk menghadiri acara itu. Sekedar silaturahim, santai, bergoyang, belangkah (tari Jepin) dll.  Efeknya adalah tingginya nilai bolos anak-anak karena ikut orang tua mereka bepergian. Hal yang sama terjadi pada Ujian semester kali ini. Para orang tua berbondong-bondong memintakan ijin agar anaknya bisa ikut ujian susulan pada minggu berikutnya. Yah, ketika para orang tua itu ikut ke acara hajatan, anak-anaknya pun pasti akan diajak juga. Pada awalnya aku kelabakan menghadapi semua itu. Ada yang ijin karena alasan tidak ada yang jaga anaknya di rumah, ada yang ijin karena alasan ikut belangkah dll. Bingung dan tidak percaya, mustahil orang-orang ini lebih memilih anaknya mengikuti ujian susulan dari pada ujian bersama yang lain. Aku  bimbang mengambil sikap, antara mengijinkan atau tidak, karena aku belum tau seperti apa sikap dari guru yang lain ketika menghadapi persoalan serupa. Namun setelah aku pikir lagi, aku harus mengambil tindakan tegas. Akhirnya aku mempersilakan mereka untuk tidak ikut ujian bersama yang lain, namun aku pun tidak menyediakan ujian susulan. Terlalu keras mungkin, dan terlalu beresiko pada nilai anak-anak nantinya. Namun aku pikir aku harus bisa mengambil sikap tegas, walaupun terkesan memaksa. Aku tidak ingin di kemudian hari anak-anak banyak meninggalkan kelas karena acara-acara serupa. Aku menunggu respon masyarakat atas sikapku. Pada hari pertama pelaksanaan ujian, aku terkejut karena anak-anak di kelasku masuk semua. Bahkan di kelas 3, 4, dan 6 pun begitu. Sebagian kecil yang tidak masuk ada di kelas 2 dan 1. Mungkin karena mereka masih kecil dan belum bisa ditinggalkan orang tua mereka, jadi mereka pun ikut pergi. Setelah kutanya ternyata anak-anak itu tinggal bersama kakek neneknya, atau bersama dengan bibinya. Ada juga yang tinggal di rumah hanya dengan bapaknya. Aku pikir, pada akhirnya pun anak-anak akan lebih mengutamakan kepentingan belajarnya dari pada yang lain.


Cerita Lainnya

Lihat Semua