info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

The Feeling

Bartolomeus Bagus Praba Kuncara 15 September 2011

“Menunggu dengan sabar itu heroes job”

-Yedija S-

 

I’ve Known Those Feeling

                Tanggal 12 Agustus tinggal besok hari...tapi pak Camat belum terlihat di lautan Molu. Besok adalah rencana pembukaan rentetan perayaan 17 Agustus di Molu Maru. Perayaan 17 yang pertama di kecamatan ini. Pak Atus, sang ketua panitia hanya diam namun matanya mengisyaratkan bingung. Pak Camat merupakan simbol yang akan membuka acara. Kalau tidak ada pak Camat, acara tidak akan berlangsung...nah lo...

                Hingga tanggal 14, kami di Molu hanya mendengar kabar...

”Katanya pak Camat sudah di Larat”....

“Katanya motor sudah di Nurkat”

“Katanya pak Camat sudah naik motor menuju Adodo”

“ Katanya......”

“Katanya......”

Sangat banyak katanya beredaran....

Entah kata siapa yang bisa dipegang.

 

Aku dan Dedi yang sudah menunggu pak Camat sejak tanggal 5 Agustus hanya “yowislah....”. Awalnya tanggal 5 kegiatan KKG akan dilaksanakan, tetapi karena pak Camat selaku UPTD belum datang, acara KKG (kelompok Kerja Guru) tidak jadi dilaksanakan.

Dedi pun sempat nyeletuk...

”Wah...Wah...Pak Camat ini sudah jadi Bang Thoyib yang ga pulang-pulang”

 

Pagi jam 1 tanggal 15 Agustus, dari arah laut terdengar bunyi motor. Dedi dan aku tebangun. Dedi yang sudah ingin segera bertemu pak Camat segera lari ke pantai dan memastikan itu suara motor laut pak Camat.

Sekembali ke kamar Dedi bercerita kalau pak Camat datang dengan motor kecil dan buasah semua.

 

Hal itu terkesan biasa bahkan sampai rangkaian 17 Agustus selesai semua terkesan biasa hingga...ada dua cerita ini...

 

Pak Camat bersama staff berangkat dari Saumlaki menuju Larat menggunakan speed dengan resiko “mati”. Gelombang dan angin sedang kencang-kencangnya. Dan untuk mengejar sampai di Adodo tepat waktu (meski sudah telat) pak Camat dan staff naik perahu motor kecil. Di perahu ada 11 orang dengan 4 karung tepung, dan logistik selama 17 Agustus. Angin kencang dan gelombang besar. Mereka nekat.

Pukul 5 sore berangkat dari Larat. Hal yang ditakutkan terjadi. Gelombang besar berkali-kali menutup perahu. Aku yang dulu pernah naik perahu dengan gelombang sedang, berkali-kali air masuk dan aku basah kuyub. Itu isinya hanya 8 orang tanpa barang. Nah sekarang pak Camat naik naik perahun dengan 11 orang plus banyak barang dan perahu kecil. Menurut pak Camat jarak mulut perahu dengan permukaan air itu hanya satu ruas jari saja. Mereka membelah jerigen untuk dijadikan gayung guna membuang air yang masuk.

“Pak Camat...., sudah kita buang saja barang-barang ini”, Kata pak Abe, salah satu staff. Bekali-kali pak Abe berteriak karena begitu gawatnya mereka. Bu Camat yang tidak bisa berenang, langsung berlutut dan berdoa di salah satu sisi bibir perahu.

Pak Camat yang tidak tahu harus berbuat apa lagi hanya berkata dalam hati,” Tuhan, kehendak Mu saja yang jadi”.

Miracle terjadi. Air yang dari tadi menggulung perahu,  seharusnya memasukkan air dengan volume besar ke perahu, tapi ternyata ketika mereka berusaha mengambil air dengan jerigen yang dibelah, air tidak ada sama sekali.

Motor kecil mereka beringsut sampai di Molu dengan penumpang yang selamat dari maut.

 

Aku yang mendengar cerita itu hanya “Wowww...how amazing is our God”.

 

Tapi pertanyaan mengapa pak Camat telat sekali datangnya masih menggelitik pikiranku. Dan ini terjawab saat aku terkurung di Saumlaki. 

 

Setelah acara pesparawi selesai, kontingen Molu pulang. Tapi kami tinggal dan berencana akan pulang selasa 12 September. Tapi ferry mengabarkan akan berangkat jumat, karena  ternyata fery mengalami kerusakan. Eh tadi baru saja dapat informasi kalau ferry akan berangkat selasa depan 19 September. Yang terjadi terjadilah...

 

 Kami sudah rindu dengan anak-anak di sekolah. Tidak terbayang bagaimana mereka belajar sendiri. Tapi kami juga tidak bisa berbuat apa-apa. Saat ini cuaca sedang buruk. Motor-motor tidak berani melaut. Kamipun tetap tidak bisa kemana-mana. Rasa serba salah ini sepertinya juga jadi perasaan pak Camat waktu itu..

Untungnya ada pekerjaan KKG kabupaten yang harus kami siapkan bersama dinas pendidikan.

 

 

Ya, aku dan Dedi akhirnya hanya bisa tertawa dan berkata I’ve known those feeling J. Seringkali kita harus berada di posisi yang sama agar berhenti mengeluh


Cerita Lainnya

Lihat Semua