Menjadi Guru
Bartolomeus Bagus Praba Kuncara 25 November 201125 November 2011
“Mengajar itu Memimpin”
-Someone-
Iman Tanpa Perbuatan itu Mati
Tera Luturmas, biasa dipanggil Teddy, oh...bukan...bukan, dipanggil Pak Guru Tedy.
Dua hari sebelum hari pahlawan tahun ini genap 27 tahun. Yup...masih muda. Tinggal di Desa Tutunametal, salah satu desa terkaya di kecamatan Molu Maru. Memiliki motor laut pribadi yang kadang disewakan untuk orang mengangkut hasil tani rumput laut. Setidaknya hidupnya serasa cukup meski tidak terlalu berlebih banyak. Serasa biasa se seperti jalan hidup banyak orang. Tapi coba simak ini....
Dosen statistikku, Dr Muslich yang berhasil membuatku dapat D untuk statistik berkata seperti ini saat pertama kali kuliah,
”Anda kalau merasa tidak bisa apa-apa dalam mata kuliah ini, tidak apa-apa, jangan berkecil hati. Mata kuliah ini memang susah, dosen lain saja tidak ada yang mau menggantikan saya. Jangan merasa bodoh kalau tidak aktif dalam kelas dan hanya duduk di belakang. Saya dulu juga biasa-biasa saja, kuliah datang, diam, kerjakan tugas, bicara seperlunya, tidak terlalu aktif, lulus, lalu bekerja, punya mobil, punya rumah, menikah, punya anak, perkerjaan mapan. Jadi jangan ngoyo-ngoyo.”
Dulu awalnya berpikir dosen ini kok flow-flow apatis begini. Tapi ternyata, beliau merupakan salah satu dosen yang saat mahasiswa dulu lebih memilih dosen killer sebagai dosen pembimbingnya daripada yang “baik-baik”. Alasannya simpel, nilai A yang beliau peroleh memiliki NILAI yang BERBEDA dengan nilai A mahasiswa lain yang lancar bak selancar. Bukan kemasannya tapi isinya. Ya....ada NILAI BERBEDA yang menjadi rule beliau dan beliau adalah salah satu dosen yang saya segani, walaupun mungkin ingat namaku juga tidak.
Nah, pak Teddy rupanya juga memiliki mata yang juga melihat NILAI yang BERBEDA itu. 22 Agustus 2011 adalah hari pertama kami bertemu. Pertemuan dalam acara Kelompok Kerja Guru se-Molu Maru. Stylenya paling rapi dan “gaul” untuk kategori guru. Awalnya biasa saja. Hari kedua juga biasa saja...Hari ketiga, masih biasa....Hari keempat mataharinya terbit.
Selama pelatihan sebelum berangkat ke MTB, kami para PM diajari bahwa mengajar itu bukan hanya HEAD tapi HEARTBEAT. Mengajar dengan hati tidak semua orang dikaruniai itu.
Pak Teddy menunjukkan semangat “HATI” itu dalam KKG. Dalam rangkaian acara selama satu minggu (22-28 Agustus), kami memutuskan untuk ada 1 kali praktek mengajar dari para guru. Bersama kami belajar materi mengajar dengan kreatif. Telepon-teleponan dari tempat telur, wayang-wayangan dari kardus bekas, jam dari karton bekas dll. Eh....hari itu giliran kelompok kelas 6 untuk praktek mengajar dan pak Teddy yang maju. Di luar dugaan, dari pagi guru muda ini membuat gambar-gambar binatang dengan menggunakan kertas-kertas bekas, mencari papan-papan bekas untuk menempel gambar. Dan saat mengajar, ternyata guru muda ini mengajar tentang klasifikasi hewan dengan metode peran. Pak Kabungsina, seorang guru yang kebetulan juga tetua adat desa Wulmassa sampai mau berperan jadi bebek. Coba tengok gambar di bawah ini.
Saat tiba waktunya mengerjakan dokumen KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), guru muda ini selalu antusias dan bekerja sampai pagi dalam kelompok berbekal listrik dari Perusahaan Pelita Negara hingga pagi. Bagiku yang dari bulan Juli hingga Agustus hanya melihat violence dalam pengajaran, menjadi berkata “Harapan masih ada”. Dedi pun juga berpikir demikian. Ketika kami ngobrol dan aku berkata”Wah mantap, semangat sekali pak Tera ini”. Guru muda ini menjawab dengan senyum yang bikin cewek Tanimbar luluh,”Karena guru memang begini pak”. Dan ternyata cerita hidupnya juga menarik. Ternyata guru muda ini seorang duda beranak satu. Dulu menikah di usia muda. Masih emosional dan menikah karena cinta tanpa pondasi kuat. Mereka berpisah. Hal ini mendewasakan guru muda ini. Sekarang sedang menjalin hubungan dengan wanita yang di bulan september lalu menjadi honorer di SMA Molu Maru.
Dedi dan aku hanya berharap suatu saat ada orang yang melihat Talented Man ini.
Setelah acara tersebut kami jarang bertemu. Tapi setiap ketemu, beliau selalu hangat. Hingga tanggal 19 November lalu, Dedi dan aku ke Desa Tutunametal untuk mencari transportasi ke kota Larat. Di sana kami tinggal 2 hari sambil mensosialisasikan semangat Indonesia Mengajar. Kami berkeliling desa bersama dan banyak obrolan muncul. Hingga topik pembicaraan jatuh pada kebiasaan mabuk yang ternyata jarang di Tutunametal (Molu penghasil Sopi-sejenis arak beralkohol tinggi dan penduduknya sering menkonsumsinya). Hingga Guru muda ini bicara
“Orang-orang sini masih ada yang mabuk pak, kalau pergi ke laut selalu bawa sebotol sopi untuk hangatkan badan”
“Tapi mereka kalau mabuk tidak sampe biking kaco”
“Kalau saya sudah stop sopi dan rokok sejak setahun lalu. Tepatnya sejak 1 Agustus tahun lalu”
“Dulu beta ini sopi dan rokok sekali. Badan kurang cocok apa lae par sopi. Badan beta gemuk. Sekarang saja par stop sopi jadi kurus”
“Beta dulu sering dipanggil di kantor dinas pendidikan karena ada bikin kaco waktu mabuk”
“Tapi sekarang su seng lae bapak”
“Oh.....jadi waktu KKG kemarin baru saja stop itu,”Tanyaku.
“Betul, itu baru saja”
“Samua orang ragu akang beta, mereka bicara-bicara beta pasti kembali lae minum dan roko”
“Tapi setelah 3 bulan berjalan, orang masih ragu, 6 bulan berjalan, mulai yakin, dan setelah satu tahun ini, mereka yakin par beta”
“Woi....mantap bapak, kenapa bisa begitu?,”Tanya Dedi
PERHATIKAN JAWABAN GURU MUDA INI
“Beta ini guru pak, digugu dan ditiru. Bagaimana beta mengajar anak-anak beta untuk tidak minum dan merokok kalau sudah besar, kalau beta sendiri perbuat akang barang itu”
“Godaan itu selalu ada bapak, kalau beta sedang mengajar di kelas lalu dengar ada musik joget, di situ pasti teman-teman beta sedang minum....ya...namanya daging kadang rindu sopi. Tapi beta seng mau lae ada orang bicara-bicara beta kalau beta ada bikin kaco waktu mabuk”
“Bagaimana mo ajar anak-anak, kalo beta ada bikin kaco di desa”
Jauh di ujung pulau Tanimbar, ada pribadi yang hatinya selalu ada dalam pekerjaannya. Pak Teddy juga satu-satunya guru yang mengajukan beasiswa Tugas belajar di Manado, karena dia yang paling memenuhi syarat. Itupun dia ajukan setelah dia memastikan guru di sekolahnya tidak lagi kurang. Dulu di sekolahnya hanya ada 6 guru. Sekarang sudah 9, jadi Guru Muda ini bisa meninggalkan kelas 6nya untuk sementara.
Guru muda ini memilih pergi selama 2 tahun di Manado dan tidak di Universitas Terbuka seperti guru-guru lain karena beliau tidak ingin membagi pikirannya antara kuliah dengan mengajar anak-anak. Beliau ingin total belajar dan total saat mengajar nanti....
Guru tidak hanya mengajar dalam kelas, tapi menjadi panutan saat dimanapun dia berada. Sebanyak apapun dia berkata-kata hal baik, lebih berdampak kalau dia memberi contoh yang baik. Tidak hanya mengimani hal baik, tapi memberi bukti perbuatan baik.
SELAMAT HARI GURU J
Menirukan Mario Teguh versi PM2...Subkhi Sekali.....
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda